Tuesday, 26 November 2019

When I finally able to beat my diseases, I will know, that will be the right time to finally for me to listen to what you really feel about me. I will patiently wait until the day finally come. I don't want to be part of your sadness, that's why I need to get healthy no matter what happened.

Sunday, 24 November 2019

Peka

Langit sore itu tampak mendung, aku berjalan berdua dengannya melintas komplek pertokoan yang nampaknya sedang bersiap-siap untuk buka. Hingga tibalah kami di taman, lalu dia mengajakku duduk di bangku tersebut. Kulihat dia perlahan mulai menguap.

"Capeknya.." dia mulai menggerutu.

"Gimana gak capek, tiga hari kamu tidak tidur." Jawabku sedikit ketus.

Kulihat, dia memalingkan wajahnya ke arahku. Seperti orang yang sedang mengerjakan sebuah soal yang sulit, dia memperhatikan wajahku dengan seksama. Aku agak risih dengan pandangannya tersebut. Tak lama dia pun tersenyum.

"Ada apa, kamu sepertinya tampak kesal?"

"Bodo.."

Dia diam sejenak, lalu melanjutkan pembicaraannya. "Maaf ya, karena aku minta kamu buat ketemuan sama teman-temanku."

Mendegar perkataannya itu, aku malah semakin kesal. "Kamu tahu, aku tidak kesal karena sudah kamu ajak untuk ketemuan dengan teman-temanmu."

"Tempatnya atau makanannya kamu gak suka?" Dia seperti masih mencoba untuk menebak.

"Kamu, emang dasar gak peka ya." emosiku semakin menjadi.

Namun dia tetap tenang, dan mulai mengusap kepalaku dengan lembut.

"Maaf ya klo aku gak peka, coba ceritakan ke aku, dibagian mana aku tidak peka?"

Emosiku perlahan mulai mereda. Begitulah dia pikirku, sedari dulu tidak pernah berubah.

"Kamu itu, kenapa sih, gak pernah peka sama dirimu sendiri, apa coba maksudmu tadi bersikap seperti itu, kayak orang bego, pura-pura gak tahu hal sekecil itu, cuma buat apa? Jadi bahan tertawaan teman-temanmu, kayak gak ada bahan obrolan lain yang lebih berat apa?"

Mendengar ucapanku dia tampak terkejut, dia menunduk sejenak, lalu tersenyum kepadaku.

"Terima kasih ya, kamu memang yang paling mengerti aku." Dia mulai mengalihkan pandangannya ke arah taman. Lalu dia mulai bercerita, "Kau benar, orang jenius seperti aku, tidak mungkin tidak tahu hal sepele seperti itu, tapi kamu tahu kan aku orangnya seperti apa, aku hanya ingin mereka tersenyum, itu saja. Lelah? Jelas lelah, aku pun sering merasakannya, kadang aku benar-benar berharap, ada temanku yang menyadari sikap konyolku tersebut yang jelas-jelas tidak masuk akal itu, tapi rasanya memang tidak mungkin."

"Lalu kenapa kau masih bersama mereka?" Dia mulai mengembalikan pandangannya kepadaku, lalu dia tersenyum kembali.

"Kamu tahu, dulu, sebelum aku mengenalmu, mereka adalah orang-orang yang sudah menyelamatkanku dari kesepian. Aku tahu sekarang mereka mulai sibuk dengan dunianya masing-masing, dengan permasalahan yang mungkin aku sendiri tidak tahu itu apa, karena itu, jika aku bersikap seperti itu bisa membuat mereka tersenyum, aku tidak masalah."

"Apa memang tidak ada cara yang lain? Kau mungkin tidak merasa, tapi hal yang kamu lakukan itu sudah membuatku sedih, karena aku tidak ingin kamu diperlakukan seperti itu, mereka tidak pernah tahu apa yang sudah kamu hadapi, seberat apa hidupmu.." belum selesai aku berbicara, tiba-tiba saja dia memulukku.

"Terima kasih, sudah memperhatikanku sebaik itu, sudah menangis untuk aku yang tidak peka ini, kamu tahu, aku tidak masalah seluruh dunia tidak mengenal apalagi memahamiku, selama satu orang saja bisa memahamiku, bagiku sudah cukup, terima kasih sudah menjadi orang itu."

Gerimis perlahan mulai turun, menyamarkan air mata yang tiba-tiba mengalir dengan derasnya. Beruntungnya aku, memiliki dia yang tangguh dan baik hati ini.

Saturday, 23 November 2019

Memang melihat seseorang yang kita sayangi bisa tersenyum itu adalah kebahagiaan tersendiri. 

Monday, 11 November 2019

Cintaku Egois

Aku menginginkan cinta yang egois
Aku dengan egoku kamu dengan egomu
Tiada yang menang ataupun kalah
Hanya dua individu yang cinta akan dirinya


Aku berjuang demi hidupku
Kamu berjuang untuk hidupmu
Tak perlu ada yang berkorban
Karena kita mampu bertahan

Kita dua individu yang disatukan rasa
Cinta yang hanya kenal memberi
Tanpa pernah harus meminta
Karena kita pribadi yang mandiri

Aku tak perlu selalu ada untukmu
Kau tak perlu selalu menemaniku
Namun disaat kita sama sama lelah
Bahu kita akan saling bersandar

Bertukar cerita tentang apa yang kita lalui
Saling bertumbuh dalam asa yang sama
Untuk dapat menjadi pribadi yang baik
Untuk tetap terus belajar

Menyenangkan bukan
Tanpa banyak drama
Kita saling percaya
Akan semua mimpi kita



Friday, 8 November 2019

Pagi ini aku terbangun dengan badan meriang di sekujur tubuh. Padahal baru saja kemarin aku berobat ke dokter, tapi tidak juga kunjung membaik. Aku jadi terpaksa tidak dapat masuk kerja semalam. Ini kali pertama aku dibuat tidak berdaya oleh penyakit selama di Jakarta.

Ternyata aku masih cukup lemah. Aku kesal sekali, karena tidak dapat berangkat kerja. Aku mulai menyadari, sepertinya aku ini workaholic, pikiranku tidak tenang, jika aku tidak bekerja. Aku mencoba untuk beristirahat, namun rasa tidak nyaman pada badanku, membuat memejamkan mata saja terasa sulit. Terkadang badan terasa dingin hingga menggigil, kadang terasa panas hingga kesemutan. Tidak biasanya aku mengalami infeksi lambung seperti ini, aku jadi teringat pada penyakitku dahulu saat awal kuliah, yang memaksaku absen hingga sebulan.

Aku membiarkan pikiranku melayang-layang dalam benakku. Perlahan, kenangan akan masa lalu kembali menghampiriku. Banyak juga yang sudah kulewati, begitu pikirku. Aku sadar, dalam menghadapi permasalahan selama ini di hidupku, aku tak pernah sendiri. Selalu saja ada sahabat-sahabatku yang mendukungku. Mungkin ini, alasan mengapa, selama di Jakarta pikiranku tidak tenang. Aku merindukan mereka, sangat, kadang aku bertanya, dapatkah aku bertahan di kota ini dengan diriku seorang, tanpa mereka? 

Sepertinya sakit ini, membuatku untuk berpikir lebih tenang. Mencoba melihat apa saja yang sudah kuperbuat selama ini. Aku sadar, masih banyak hal, yang seharusnya tidak perlu kulakukan. Salah satunya, menceritakan pada sahabatku, bagaimana, selama ini aku menyimpan rasa pada seseorang. Apakah rasaku ini salah selama ini? Tidak. Tidak ada yang salah dalam cinta, aku sudah tahu jawaban ini sejak lama. Hanya saja, kadang aku lupa, cinta tidak haruslah memiliki, mendoakannya saja agar dia bahagia dalam diam, adalah kenikmatan tertinggi dalam mencintai seseorang, tanpa berharap, tanpa meminta.

Sakit ini sepertinya memberikanku penenang dalam pikiranku yang belakangan dipenuhi energi negatif. Aku bisa merefleksikan hal yang masih bisa aku benahi, hal-hal yang seharusnya aku perbuat sejak kemarin, dan berhenti memikirkan kematian. Aku kesepian, iya, aku kesepian, namun bersikap seperti diriku belakangan ini, sepertinya memang tidak laik. Aku akan berusaha menjadi pribadi yang lebih tangguh lagi. Mencoba tenang dalam setiap permasalahan. Menjaga kesehatan diriku lebih baik lagi, dan juga menjaga kesehatan pikiran serta jiwaku. Hah, aku ingin lekas sehat, aku tidak cocok terkapar di atas kasurku seperti ini.

Thursday, 7 November 2019

Lately, I break so many promises with my friends. Don't you know, it hurt me so much not able to keep it, but I knew this is what the best for everyone. I don't want everyone think about me so much, I hope they will soon start hate me and forget about me. It best when the time I am finally gone, they'll be fine and continuing their life without even thinking of me.

Sorry if I lately become annoying. This diseases I have been infected for so long, I don't when will it becomes a lot more worse. Yeah, I once tried to never thought about it and just trying enjoyed my life, but unaware of the situations, I met a lot of importance person in my life. I knew I shouldn't done it.

Talking about dreams, yeah it's all true, I do want someday made my own school, but with my sickness getting more worse, I am afraid it would just be a mere dream. It's not like I try to give up, but no matter how much medicine I take, or the doctor I visited, my condition never even better. The cost it take alse getting higher as time passing by. I tried to get a high paying job so I could heal myself, but I starting to think it useless.

So please, dear my lovely friend, thank you for being with me so far, but I think you should start to forget about me, because I think you guys would meet someone who a lot better than me anyway, if one of this day I'm gone, please don't bother to cry.

Monday, 16 September 2019

It's not cool,
For a man to keep on whining,
Weak, Immature, unsightly,
If I am a man,
I should shut my mouth,
Endure all the pain,
Convert it into strength,
And keep moving forward,
Because that all I can do,
Keep moving forward,
More, More, and More further.

Sunday, 4 August 2019

26

Dua puluh enam, usia ku yang sudah seperempat abad lebih setahun. Banyak hal sudah kualami, banyak pengalaman yang sudah kudapat. Pelajaran demi pelajaran dari bumi dan kehidupan sudah meresap dalam benak, akal budiku.
Tapi, entah mengapa? Aku sama sekali tak merasa berubah. Di saat roda kehidupan terus berputar. Aku masih diam di tempat yang sama. Belakangan, aku merasa benar-benar terasingkan. Tak ada satupun pikiran yang yang terhubungkan. Keyakinanku akan banyak hal, mulai goyah.
Aku lemah, ya, aku memang lemah. Aku sempat merasa emosi terhadap mereka yang kuanggap sahabatku. Saat aku merasa mereka telah berubah. Saat imaji dan harapku akan mereka ternyata tak sama. Tidak, bukan salah mereka. Melainkan itu salahku. Yang mudah percaya dan yakin mereka sempurna. Namun pada dasarnya, mereka memang manusia. Mereka berubah terhadap keadaan, terhadap situasi, terhadap permasalahan, mereka tidak salah.
Salahku yang tidak berubah, salahku yang selalu memegang teguh idealismeku. Aku yang memaksakan dunia, agar beradaptasi denganku. Tidak, bukan begitu caranya. Tapi apa guna hidupku tanpa idealisme itu? Bukankah lebih baik mati? Tidak, aku tidak ingin mati! Lebih baik aku hidup melata di jalanan ibu kota, menyeret idealismeku daripada harus mati!
Wahai sahabatku, aku mencintai kalian, sangat. Aku ingin sekali membantu kalian, tapi aku tidak bisa apa-apa jika aku lemah bukan. Izinkan aku pergi membawa idealismeku ini pada tujuannya. Biarkan aku sendiri untuk sejenak. Percayalah, dengan perpisahan kita akan mengerti makna pertemuan. Aku butuh jarak. Sampai aku bisa menguasai emosiku, mengontrol egoku, dan mewujudkan mimpiku. Aku hanya lelaki yang ingin belajar untuk tetap bertahan dalam pertarungannya dengan kehidupan.

Sunday, 28 July 2019

The longer I live the more I think that people who understands me, becoming less and less. It's not like I am afraid to be alone, it's just, I don't know to whom I might share all the thought I have in my mind. Maybe this one blog the only thing I have left that I can share everything on it.

I don't know if everyone did mistake me for someone else or what. They said I'm kind, I'm not selfish, I'm calm, I'm humble, I'm smart, and so much sweet things they said all about me, but did they not know, I don't deserve all of that. I am weak, I am a liar, I am stupid, I cried a lot, I am selfish, I anger a lot, I am envious to a lot of things, I am a fool that don't have the guts to show it all. I shallow it all by myself, I hate myself, I despised myself a lot. I envy everyone that were blessed with so much gift, yet they don't do a things to make it more better.

I am who born talentless, only can learn and learn so much, yet It only can get me so far, if being compared to one who gifted, I was nothing. I am really bad to know when to given up. I am empty inside, all the smile you look outside, just the face I choose you to saw, all the word I said only the voice I choose you to hear, all about me on the outside are artificial.

I love this woman, an old friends of mine, I tried so hard not to show it, for I don't know how long has it, right now, I don't know why, but she kinda turn cold toward me, and yeah it made me frustrated. I wish she just talked to me, If I'm bothering her, or it's just my mind start to play with my heart, or I don't know anything anymore, it's like the light and the dark inside me start arguing one with another, so I just put it all in this blog, hope they may find one peace full moment. I'm tired, is there anyone can help me to just lean my back for a short time, so I could start moving again, or maybe I was born to fight everything by myself, if that what it really is, so what the point I'm being with everyone, what the meaning all of this..

I am tired, so much tired..

Monday, 15 July 2019

Every single morning I wake up
I prayed to the Lord
To be grateful
For all the life
All the glory
That I had
Or yet to come
For all the help
He gave upon me
For His blessings
And protections
To everyone that matters to me
If something bad gonna happen to them
I beg Him, let it be me
Even if it's cost me, my life
I love every single one of them
My families, my friends
They the light that keep me sane
It's broke my heart
Seeing them suffering
So dear Lord, just let it be me
For all the worse they yet to bear
When my hands can't reach them
When I can't protect them all
Please keep them safe
Because only in You
I can rest all of my troubles
All the things that I can't do it alone

Tuesday, 18 June 2019

The Story You Dont Know

Since when I wonder, 
Have I been chasing after you? 
Somehow, please, 
Don't be surprised and listen 
to these feelings of mine.

Next to you, who was having fun, 
I couldn't say anything.

In truth, I had already 
Realized my feelings for you some time ago. 
I found them, 
but they'll never reach you. 
"It's no use. Don't cry." 
That's what I told myself.

I bluffed in my faint-heartedness, 
Acting like I had no interest. 
However, 
That prickling pain in my chest, growing... 
Mn...that's right.  
Falling in love is like that.

What do I want to do? Please tell me. 
There was a voice in my heart. 
Being beside you is enough. 
Reality is harsh.

I didn't say it. 
I couldn't say it. 
I'll never get another chance.

That summer day, 
Those sparkling stars 
Even now I still remember. 
That laughing face, 
And that angry face, 
I really loved them. 
Strange isn't it? 
Even though I knew that... 
You didn't know, 
The secret only I knew. 

Monday, 10 June 2019

Carilah Pasangan Layaknya Kamu Memilih Sepatumu.

Jadi ini sekedar cocokologi biasa, bukan mencoba sok filosofis, namun rasanya cukup menggelitik untuk tidak ditulis.

Pernah gak sih kalian denger omongan orang-orang tentang masalah memilih pasangan, terutama pasangan hidup, dengan kata-kata, "lu kebanyakan maunya", "lu kelamaan nunggu", "udah yang ada aja", dan lain-lainnya. Well, klo aku punya temen begini nih, pasti udah aku maki-maki balik. Temen macam gini nih yang bikin populasi orang goblok di Indonesia bertambah. Masalah memilih pasangan apalagi pasangan hidup, gak bisa kamu sepelekan, bayangin aja kamu beli permen yang cuma buat manis sesaat aja mikir-mikir dulu, masa milih pasangan hidup gak pake mikir.

Tiba-tiba aja pagi ini aku kepikiran, tentang kesenanganku akan sepatu. Entah kenapa, ada ketertarikan sendiri terhadap sepatu, mau itu casual shoes, work shoes, formal shoes, sneaker, dan sport. Ada banyak sekali model sepatu di luar sana, yang sering menangkap perhatian mata. Saking tertariknya, tiap lihat sepatu yang menarik mata, aku sering nyobain kalau ke mall, biarpun gak beli, karena terkadang memang harganya yang kelewat mahal, atau size dan kenyamanannya yang tidak sesuai dengan penampakannya. Jadi klo ibarat jodoh nih, kamu ketemu orang yang penampilannya menarik perhatianmu, tapi dia terlalu jual mahal dengan kepribadiannya yang gak seberapa.

Bahkan yang murah sekalipun terkadang tidak menyerupai kualitasnya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sepatu-sepatu yang memang original tetapi harganya murah. Sepatu aja kalau ingin kualitas bagus, harus milih yang original, itu aja hati-hati takut KW, kamu gak takut bakal nikahin orang fake? Barang yang murah tapi original, kualitasnya tidak diragukan lagi, mereka murah biasanya karena penampilannya yang kurang menjual di pasaran atau karena mereka tidak pandai dalam membranding diri mereka. Sama kayak kita kadang suka memandang rendah orang yang penampilan atau latar belakangnya kurang menarik padahal kualitas kepribadiannya original dan terbaik.

Kadang aku ngibaratin sepatu-sepatu dengan brand bagus dan harga selangit itu macam artis. Ada yang memang benar-benar bagus, ada yang memang biasa aja.

Nah dua alasan di atas itu yang kadang-kadang bikin aku juga lama kalau mau beli sepatu baru. Aku pribadi, kalau milih sepatu lihat dari fungsinya dulu baru turun ke sizenya. Ini udah ibarat kalau kita milih teman gitu. Fungsi itu ibarat jembatan yang menghubungkan kita dengan teman kita, entah itu hobi, acara favorit, kerjaan, dan lainnya, sementara size adalah rasa nyaman yang kita dapat saat dengan mereka. Kalau jodoh menurutku jatuhnya ke sepatu daily usage kita. Kenapa? Karena menurutku kalau sepatu keseharian kita gak nyaman, itu bakal berpengaruh secara tidak langsung pada emosional kita.

Pernah gak sih kalian melihat orang, yang beli sepatu hanya karena biar kelihatan gengsi dan fancy, padahal sebenarnya dia gak nyaman dengan sepatu itu, tidak masalah keluar uang banyak untuk sebuah sepatu, cuma kalau gak nyaman ya buat apa. Aku juga pernah, menghabiskan uang banyak untuk sebuah sepatu, karena aku tertarik dengan modelnya dan terburu-buru dalam hingga menyesal karena tidak nyaman. Dari situ aku belajar, kenyamanan dan pas adalah yang utama. Aku rela kok spending uang banyak untuk sebuah sepatu, yang modelnya bagus, menarik dan nyaman. Kalau ibarat jodoh, aku ngumpulin duit buat beli ini, ya ibarat proses membenahi diri agar pantas mendapatkan sepatu terbaik itu. Istilah ono rego ono rupo itu memang benar adanya bahkan termasuk dalam hal jodoh.

Satu hal lagi yang gak boleh kita lupa. Milih sepatu memang perlu hati-hati. Itu kenapa, aku jarang beli online untuk yang satu ini. Aku lebih baik muterin toko-toko dan pusat perbelanjaan, meskipun lebih sering nihil, tapi paling gak, kalau pas ketemu, aku puas dengan pilihanku, karena aku menilai sendiri. Jodoh juga sama, dengan kamu hati-hati dan berfokus memperbaiki diri, lantas membuatmu jadi malas-malasan dan seenaknya. Kamu harus banyak-banyak membuka ruang dan koneksi, jangan hanya menutup diri saja. Fokus pada diri sendiri memang penting, tapi untuk tahu sepatu yang nyaman saja perlu kita coba dulu kan, ya jangan terlalu menutup diri, coba aja dulu, klo gak cocok ya jangan dipaksakan. Intinya mencari jodoh butuh effort dan memperbaiki diri juga butuh effort yang sama besarnya, tapi percayalah kerja keras tidak mengkhianati hasil.

Aku sendiri aja kadang ragu, bener gak, ini sepatu yang ingin kubeli, kebutuhanku pas gak, nyaman gak, sama siap gak dengan harga yang perlu dibayar. Satu-satunya yang membedakan sepatu dengan pasangan hidup kita adalah, kalau sepatu bisa diganti kapan saja, pasangan hidup juga bisa sih tapi agamaku mengajarkan pernikahan sehidup semati dan aku sendiripun ingin seperti itu. Karena itu saat ini aku lagi nabung untuk membeli sepatu terbaik yang entah kapan adanya, yang jelas kalau sepatu itu ketemu, aku udah siap buat beli. Sama kayak aku yang selalu berusaha membenahi diri, jadi kalau suatu saat ketemu sama yang cocok, aku siap. So choose wisely.

Thursday, 30 May 2019

A little Self Talk

"Hei, kenapa kamu tampak begitu sedih?"

"Aku tidak sedih, aku hanya baru menyadari, ternyata sulit untuk bersikap seperti bapak."

"Ya, ya, jelaslah, bapak ya bapak, kita ya kita, sulit pasti, kalau kita ingin seperti orang lain."

"Benar sekali, tapi aku rasa apa yang bapak lakukan dari dulu itu sudah tepat. Bapak gak pernah sekalipun mengeluhkan masalah pekerjaannya di rumah. Bapak bisa benar-benar memisahkan kehidupan keluarga dan pekerjaannya."

"Yup, bukankah itu yang membuat kita mengidolakan bapak?"

"Iya, sekarang aku baru tahu, kalau itu tidak mudah. Bayangkan saja, dulu bapak selalu tersenyum kalau pulang ke rumah, menyempatkan waktunya yang sangat sedikit di rumah untuk beristirahat, malah dihabiskan untuk mengajari kita dan adik tentang pelajaran yang kita gak paham, masih sempat mengajak kita dan adik bermain, ditambah masih mengantarkan kita dan adik ke sekolah. Aku yang sekarang baru mulai kerja saja, sudah bisa membayangkan betapa capeknya bapak dulu."

"Jadi kamu ingin seperti dia?"

"Iya, ingin sekali, karena itu, aku belajar untuk tidak pernah mengeluh di depan teman-temanku, tapi itu sulit sekali, dan rasanya itu membuatku jadi semakin jauh dengan mereka. Tidak lagi ada obrolan yang intens dan mendalam seperti zaman kuliah, karena aku tidak bisa bercerita banyak lagi, mungkin aku sudah menjadi orang yang membosankan dan menyebalkan kali ya."

"Sepertinya kita hanya kesepian."

"Mungkin. Temanku di sini banyak, tetapi sepertinya yang benar-benar memahami dan menyayangi diriku sangatlah sedikit, atau bahkan mungkin tidak ada. Aku semakin merasa mungkin aku ada di sini karena aku masih dibutuhkan mereka, jika mereka tidak pernah membutuhkanku, aku mungkin tidak akan pernah di sini. Aku yang salah sih. Aku mungkin berharap tinggi pada mereka, sampai lupa kalau aku tidak bisa mengandalkan orang lain untuk mencintaiku kecuali diriku sendiri. Orang-orang yang benar mencintai dan memahamiku ada di rumah sana, dan bodohnya aku tidak pulang, hanya karena berharap bisa menghabiskan waktu dengan seseorang yang bahkan tidak pernah mengingatku. Aku sepertinya tidak pernah belajar ya."

"Aku tahu, kita sepertinya lagi kesepian, rindu dan kecewa, 3 perasaan yang memang tidak menyenangkan. Teman-teman kita itu sudah mengerti seperti apa mencintai diri sendiri itu tapi bukan berarti kita tidak baik. Kita selalu berbuat baik bukan karena kita berharap sesuatu dari mereka bukan? Jadi itu alasannya kamu tampak murung seminggu ini. Kalau kamu butuh waktu untuk menyendiri dari semuanya, aku rasa itu bukan hal yang buruk. Jika mereka memang benar-benar sahabatmu, saat kamu kembali mereka akan tetap di sini. Sudah waktunya bagi kita untuk fokus pada diri sendiri terlebih dahulu, karena itu sesuatu yang bisa kita kontrol, sementara relasi dan perasaan orang lain, bukan kita yang atur, jadi buat apa dipikirkan."

"Iya, tapi rasanya sedih juga jika harus seperti itu."

"Well, tumbuh tidaklah pernah mudah bukan?"

Dear My Future Wife

True love worth the wait
That what I always believed
I know the world so demanding, darl
but I believe we could see it through

I know you will wait for me
behind that closed door
We tried to find each other
While trying not to lose ourselves

Please don't make me your priority
Making yourself priority is a must
Find yourself first before me
As I tried to find myself too

We might not be perfect
But we understand each other
Respected each other companion
And learned to grow together

I would do anything to be better
So you won't find it a waste
To wait for someone like me
All I need is your faith upon me

I know it won't be easy
But you won't see me giving up
Your heart to precious to be hurt
Please let me tried to keep it

Friday, 3 May 2019

Hai Alva, udah lama ya kamu gak ngobrol sama aku lagi. Kamu hutang cerita banyak sama aku. Kau tahu, aku membiarkanmu mengontrol diriku, karena aku rasa kamu sudah siap, lalu kenapa kau kembali lagi kemari? Kan kamu sendiri yang bilang, bahkan jika harus melangkah seorang diri, kamu akan tetap hidup. Ya aku tahu, tidak banyak orang di luar sana yang akan menerima jalan pikiranmu, kan aku sering bilang, apa kamu ingin aku lagi yang kendalikan tubuh ini? Kamu yakin, hahaha. Aku depresimu, aku gelapmu, aku bagian dari dirimu yang orang lain gak tahu, tapi saat kamu akhirnya mau menerimaku, disitu aku yakin, di luar sanapun akan ada yang nerima kita sebagai manusia. Kamu gak sendiri va, ada aku, dirimu sendiri di sini, aku akan selalu mendukungmu, bukan kah kamu sendiri juga yang bilang, kamu bangga dengan pencapaianmu saat ini. Sekarang anggap aja sebagai tantangan baru yang harus kamu hadapin. Ya perasaan memang makhluk buas yang sulit kita taklukin bersama, jadi kenapa harus dilawan, ride with it, think with it, feel with it, kamu adalah tuan dari perasaanmu sendiri, ke arah mana dia berjalan, harusnya kamu sudah paham. Ayo kamu lebih baik dari ini, di luar sana temen-temenmu butuh bantuanmu, klo kamu gak kuat, gimana kamu mau nolong mereka, stand and rise. I always be here to listen all your whine, even when no one listening you, here I am.

Sunday, 28 April 2019

I don't know what I really feel today. I don't wanna even get up from my bed, somehow it's so tiresome, I think I gonna come late to work. I am still wondering about her words last Saturday night.

The way she told me, how she can't shake off the feeling that there's something wrong about her. Listening to that make me sad. I do know how it felt, to be so down in the dump, that it so hard to not get lose of self confidence, but didn't she ever know, how she just fine as she is.

I looked up to her so much, her thoughts, her harsh word, always make the stupid me can think straight. Someday in the past, I even used to think that I am useless, that I don't think I have any good points either, but then, you and everyone kinda push me around everything. Told me to do this and that, I do mourning about it every single times, yet I'm truly grateful. I never thought you and everyone would accept someone like me. That's why, it's kinda sad for me, to hear how you burdened by someone who doesn't know your worth.

I am also wanted to say sorry, for how I responded to your story. I know I shouldn't push my opinion upon you, but I honestly care about you. Yeah it's not easy to forgive our own foolishness, yet we could grow up from it, that what I believe. So, just be yourself and make the best out of it, I knew you can, because I have see you did it in the past, and that's what I like about you.

Saturday, 6 April 2019

(Flash Fiction)

Cuaca sore itu sangat gelap, mendung menutupi wajah ibu kota. Aku bergegas berlari menuju halte terdekat. Aku tengok sebentar jam tanganku. Waktu menunjukan pukul setengah lima sore. Di mana ini busnya, batinku terus bertanya-tanya, karena bus yang tak kunjung datang. 

Apa aku naik ojek saja ya, pikirku yang semakin cemas akan langit yang semakin hitam. Pukul enam sore aku berjanji bertemu dengannya. Jarak sesungguhnya bukanlah masalah, namun kemacetan yang menjadi hambatan terbesar diriku.

Kuputuskan menggunakan ojek, kuminta sang supir memacu motornya dengan cepat. Aku tak ingin terlambat. Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Setelah kami dipisahkan jarak, hari ini adalah kali pertama aku bisa membuat janji untuk bertemu dengannya.

Ojekku melacu dengan cepat. Bergerak lincah di antara rapatnya antrian kendaraan. Hingga sampai di sebuah perempatan, lewat mobil melintas dengan cepatnya. Aku teringat pandanganku menatap langit, dan tiba-tiba sekejap semua gelap. Aku paksakan membuka ke dua mataku. Aku melihat sang supir sudah dibawa oleh warga kepinggir jalan. Tak kurasa ada sakit pada diriku. Aku langsung teringat kembali akan janjiku. Bergegas aku naik ke bus yang berhenti di halte tak jauh dari perempatan itu.

Tibalah aku di tempat yang kami janjikan. Sebuah gereja dengan desain belanda kuno yang menjadi ciri khas kota ini. Aku lihat dia berdiri tak jauh dari pintu masuk. Aku berlari seraya memanggil-manggil namanya. Tak urung juga dia menolehkan pandangannya. Aneh, pikirku.

"Dia lama ya, tumben sekali dia terlambat." 

Aku terheran-heran mendengar ucapannya. Tak lama, lonceng tanda ibadah di mulai berbunyi, dan dia mulai melangkah masuk. Aku masih terdiam tak mengerti, kenapa dia begitu. Tak lama aku melihat sebuah mobil sedan di derek dan di belakangnya diikuti oleh sirine ambulan. Aku jadi teringat akan kecelakaan yang aku alami tadi.

"Itu kecelakaan di perempatan tadi, kasihan ya, katanya supir ojek sama penumpangnya tewas di tempat."

Friday, 22 March 2019

Hidup di Jakarta Modal 2 Juta?

Hidup di Jakarta itu tidak sulit, menurutku tingkah laku kita sendiri yang mempersulit hidup itu sendiri. Banyak yang mengeluh gaji kurang, tapi aku dengan gaji yang belum utuh dan masih di bawah UMR sekalipun selama probation, masih bisa kok menabung. Banyak mungkin yang tidak percaya, temen-temenku aja banyak yang gak percaya, tapi saat aku beri tahu breakdown caranya mereka baru percaya.

Jadi, ini adalah rule of survival ku selama di Jakarta, tenang hidupnya gak ngenes kok, atau maksa abis, hidup kita masih sehat, aku saja masih bahagia. Hal paling penting di Jakarta adalah pemilihan lokasi nge kos. Pemilihan lokasi ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan budget kosan. Kalau aku, karena pekerjaanku membutuhkan mobilitas yang tinggi maka, akses ke transportasi umum menjadi syarat yang gak bisa diganggu gugat. Aku sendiri punya target pengeluaran untuk kosan ini sebesar 1 juta, tapi karena aku ingin menabung lebih, aku memilih tempat di Pancoran. Aku masih bisa dapat kosan seharga 700 ribu per bulan, itu artinya aku sudah menabung 300 ribu tambahan. Kosku saat ini berjarak kurang lebih 7 km dari kantorku di Sudirman, tapi karena flexy work hour berlaku di kantorku, aku bisa sedikit santai dan tak perlu khawatir akan macet, ditambah pula akses Transjakarta juga banyak pilihan.

Untuk saat ini tarif Transjakarta yang masih 3500 rupiah, dan untuk perjalanan pulang pergi berarti aku harus mempersiapkan kurang lebih 210 ribu perbulan. Aku jarang sekali menggunakan transportasi umum lain, terutama Ojek Online, kecuali terpaksa, karena menurutku pribadi juga, ojek online ini bukan cara yang baik untuk mengatasi kemacetan di ibu kota. Penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta ini memang gila sekali sih, jalanan sampai penuh, karena itu klo aku ingin suatu saat warga ibukota terbiasa di transportasi umum massal, aku harus memulai dari diriku sendiri. Mengajak teman sekantor untuk pulang bareng naik Transjakarta pun menjadi hiburan tersendiri bagiku.

Tips berhemat berikutnya adalah dari makanan. Makanan itu gak harus mahal yang penting gizinya cukup. Aku selama bekerja di Jakarta ini berusaha untuk menurunkan kembali berat badanku. Maklum hampir dua tahun menganggur membuat berat badan mengalami bullish. Memulai hari dengan sarapan Energen sereal atau Quaker oatmeal, ternyata cukup membantu menurunkan berat badanku. Belum lagi varian rasa yang ditawarkan mereka juga beragam, membuatku tidak bosan, kandungan gizinya juga cukup bagus, dan yang paling wow lagi adalah kamu bisa tetap kenyang hanya dengan 4 ribu rupiah saja. Untuk makan siang, aku mencari sayur-sayuran sih, karena itu opsi utamaku adalah warteg. Warteg ini memang terkenal murah sih dari zaman kuliah. Modal 10 ribu udah dapat nasi, sayur sama lauk. Untuk makan malam aku agak fleksibel sih, karena ya bisa dibilang opsinya gak begitu banyak, klo aku pribadi, karena yang dekat kosan itu tukang nasi goreng, yaudah, menunya diputer-puter aja, nasi goreng, mie goreng, kwetiau, sama cap cay, harganya juga cuma 14 ribu. Jadi klo ditotal sehari aku udah makan kenyang enak sekitar 30 ribu, klo ditotal sebulan sekitar 900 ribu.

Menurutku hal-hal yang aku ceritakan di atas tadi adalah hal yang paling vital untuk bisa hidup dan bekerja di sini. Jika ditotal kurang lebih aku cuma butuh 1,8 juta buat hidup di Ibukota, kalo ditambah kuota data anggap saja 50 ribu, owh iya minumnya aqua aja udah cukup, sehat murah 18 ribu bisa untuk 2 minggu, sebulan berarti 36 ribu. Klo digenapin jadi 2 juta, berarti ada sisa kurang lebih 100 ribu bisa deh buat hiburan, nonton bioskop atau pacaran juga masih oke atau malah sedekah. Jadi, masih mau bilang hidup di Jakarta sulit? Coba cek lagi gaya hidupmu. Cintai pekerjaanmu juga jadi kunci penting di sini sih, karena ngontrol suasana hati itu sulit, kontrol aja hal lain yang masih bisa kita kendalikan.

Aku gak tahu apakah ini akan membantu yang lain. Aku hanya berbagi pengalamanku yang dua bulan sudah terbiasa dengan pola hidup seperti itu. Intinya tetap kembali ke kontrol diri, kita adalah tuan dari diri kita masing-masing bukan sebaliknya.

Friday, 15 March 2019

Beauty In Life

I am always dreaming so much about what my future would be. And most of it I kinda find it to absurd. But I don't stop dreaming. I don't stop learning. I am not quit. Even life always tried to brought me down on my knees. I always keep backing up.

I know, life could be so cruel, could be so heartless, but it also beautiful. You know, if you tried to look it from different perspectives, you would able to find something that can spark your heart. I know everyone have the battle that they fighting for everyday. So, why would we put them on more pressure.

I used to fight a lot with myself. But now I know. Everything about myself is me. I stopped fighting it, and make a peace with every flaw I had. I don't need to be someone that wasn't me, because it's me. I don't hate my flaws, I learn from it. Embracing the pains, so I could withstand its and move forward.

I never thought I could move this far in here. Meeting up with new faces, making relation with them. After all, what I really could the best is listening to their stories. For me, every stories they told to me always had something that I could learn, no matter how small it is. I am really grateful what life have give to me. Hope someday I could share what I have learn to the world, and hopefully able to help them keep on living without being so hard to themselves. After all everyone are beautiful.

Tuesday, 12 March 2019

Dear Dad

Hai pak, terima kasih karena bapak telah percaya kepadaku, maafkan jika aku selama ini selalu merepotkan bapak. Sekarang aku sudah menemukan pekerjaan yang aku benar benar cintai, karena aku benar benar tertarik dengan dunia Teknologi dan Informasi ini. Bapak tidak pernah melarangku dalam memilih jalan hidupku, bapak selalu tersenyum melihat setiap pencapaian kecilku, yang kadang menurutku biasa saja.

Pernah ada masanya aku tak begitu paham, setiap tindakanmu. Kerasnya cinta dan disiplin yang kau ajarkan padaku membawaku menemukan jalan hidupku sendiri. Setiap kali aku bekerja, aku selalu teringat akan wajahmu, membayangkanmu yang selama ini sudah bekerja keras, demi membahagiakanku, adikku, ibu, dan keluarga kita. Tak pernah sekalipun aku mendengarmu mengeluh tentang pekerjaanmu, berdiri paling depan demi keluarga kita. Aku ingin sepertimu, aku ingin menjadi lelaki yang kuat sepertimu. Bapak tak peduli apa yang terjadi terhadap dirimu asalkan kami bisa terus tertawa. Ah, rindu sekali aku padamu.

Pak, sekarang bapak sudah tak muda lagi, beristirahatlah, biarkan anakmu ini yang sekarang membahagiakanmu, ibu, adik, dan keluarga kecil kita. Aku tahu, pendapatanku saat ini tak seberapalah banyak, tapi aku bahagia dengan pekerjaanku, karena itu aku yakin akan ada saatnya semua akan terbayar. Pak, lihatlah anakmu ini berjalan dengan mantap menatap masa depannya sendiri. Suatu saat akan ku kenalkan wanita pilihanku yang akan menjadi ibu dari cucu cucumu, dan aku yakin dia tak kalah hebat dari ibu.

Pak, ingin sekali engkau membaca tulisanku ini, namun malu rasanya aku untuk memberi tahumu, betapa aku mencintaimu. Sehatlah terus pak, temani anakmu ini nanti saat dia naik ke atas pelaminannya, temanilah cucu cucumu untuk belajar naik sepeda, saksikanlah mereka tumbuh menjadi anak berbakti pada keluarga dan negaranya. Terima kasih atas semua pengajaranmu padaku selama ini, I love you Dad.

Friday, 8 March 2019

Untuk Kamu Yang Mengajariku Apa Itu Rindu

Hai, akhirnya aku bisa mengejarmu, ke kota besar nan megah ini. Sebuah kota yang tak benar-benar asing, namun terasa baru bagiku. Sebuah kota yang selama ini hanya kudengar kisah seramnya, dengan lika-liku jalanan yang padat, dan makian orang di tiap sudut jalannya. Namun, ternyata semua berbeda, masih banyak orang ramah di sini, masih ada pojok sepi dan sujuk di tiap sisi kota. Sekalipun kota ini selalu ramai, tetap sepi yang kurasa. Aku tak pernah menyangka kepergianmu ke kota ini tiga tahun lalu, membuatku benar-benar mengenal apa itu rindu.

Kamu mungkin tak pernah tahu, berapa kali kamu pernah menyelamatkanku. Dari setiap ucapan yang kamu utarakan padaku, semua perkataan itu, memberikan kedamaian dalam batinku. Kamu lah motivasiku untuk terus maju, berkembang, untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Aku belajar banyak darimu, melihat setiap sifat dan perkataanmu terhadap berbagai macam situasi yang ada dihadapanmu. Kamu tak pernah menunjukan sisi lemahmu, dan tak menutupi kekuranganmu, aku selalu bertanya sebesar apa kekuatan yang dimiliki gadis sekecil ini, kamu mungkin kecil, tapi kehadiranmu terasa sangat besar bagiku.

Tiga tahun sudah aku berjuang, dan semesta memberiku jalan untuk mengejarmu lagi. Mendapatkan pekerjaan sesuai dengan passion yang sudah lama kutinggalkan karena egoku yang besar saat kuliah, membuatku lupa akan passion tersebut, semesta benar-benar jahil rasanya, dilemparnya aku kembali ke dunia IT ini. Sejujurnya aku benar-benar bingung apa yang harus kulakukan dengan perasaanku ini, aku takut kamu akan pergi lagi ke tempat yang semakin jauh untuk kukejar, namun saat bertemu lagi denganmu, aku merasa yakin, kamulah wanita yang selama ini kunanti. Aku tidak ingin memberikanmu janji manis yang kosong belaka, aku akan tunjukan padamu, aku bisa berjalan beriringan denganmu, aku akan selesaikan masa probationku dengan baik, akan kubuktikan aku bisa menjadi sosok pria yang bisa kau andalkan. Akupun tahu, aku yang sekarang mungkin belum benar-benar mengenalmu, karena itu jikalah waktu masih ada, dan kesempatan masih terbuka, ijinkan aku mengenalmu lebih baik lagi, agar aku bisa menjaga baikmu, memahami kurangmu, dan melengkapi harimu hingga tua nanti.

Thursday, 31 January 2019

Surat untuk masa depan

Hey nak, bagaimana kehidupanmu sekarang? Aku tahu hidup tidak pernah menyenangkan seperti di negeri dongeng, tidak ada kejaiban, dan yang baik tidak selalu menang, benar-benar menyakitkan. Aku tahu kau pasti akan banyak menangis, orang banyak akan menganggapmu cengeng dan lemah, tapi kau tahu, menurutku itulah kekuatan yang sejati, selama kau tahu alasanmu untuk menangis, kau tidak perlu merasa malu, darisitu kamu akan belajar apa kekuranganmu, kamu akan semakin mengenal dirimu sendiri. Sangat sedikit sekali orang yang benar-benar mengenal dirinya sendiri di dunia, mereka terlalu takut untuk melihat dan memahami kelemahan mereka sendiri, hingga mereka harus terus hidup dibalik topeng yang mereka buat. Aku tidak akan menilai mereka sebagai sesuatu yang buruk, karena itu memanglah cara termudah untuk tetap terus menjalani hidup.

Aku pun pernah hidup dengan topeng tersebut, hingga hidupku benar-benar terasa kosong. Tak ada satu orang pun yang benar-benar mengenal diriku. Aku merasa sendirian meskipun temanku banyak. Hingga aku merasa kalau keberadaanku tidak ada artinya, seolah-olah aku memang sudah mati. Tapi, semakin aku berfikir untuk mati, semakin aku ingin tetap hidup. Aku beranikan diriku untuk membuka topeng tersebut, tidak mudah untuk jujur terhadap orang lain, terlebih lagi pada diri sendiri, dan aku temukan mereka yang benar-benar mengenalku, yang peduli padaku apapun kondisiku, membuatku semakin ingin hidup, hidup 1000 tahun lagi. Ya manusia memang tidak ada yang kuat, semua lemah, namun kelemahan itu yang akan membuatmu semakin bijaksana dan baik hati, kau akan sadar kau tak akan bisa menyelesaikannya sendiri, karena itu manusia jumlahnya banyak bukan? 😁😁

Friday, 25 January 2019

Kusentuh dan Kudengar ( -1- )

Siang ini langit mendung sekali, seperti biasa, aku dan Leo pulang sekolah bersama, biasanya kami akan pulang bertiga dengan Diana, tapi sepertinya dia ada latih tanding. Kami bertiga sudah berteman lama, sejak kami masih SMP. Leo cowok berbadan tinggi dan besar, dengan pandangannya yang selalu tampak tajam kepada orang asing, serta rambutnya yang urakan, kerap kali membuatnya dikira sebagai berandalan.

"Ayo Rei, jangan kau melamun terus, cepat kita bisa kehujanan di jalan." Leo memanggilku untuk bergegas naik ke bangku belakang sepedanya.

"Ya, sebentar, aku buka payungku terlebih dahulu."
Setelah aku naik, Leo segera memacu sepedanya dengan cepat. Ambarawa saat ini sedang sering sekali hujan dan nampaknya kami akan kehujanan di jalan.

"Rei, kita ambil jalan pintas lewat Kerep bagaimana?"

"Boleh saja, jika hujannya terlampau deras kita bisa mampir sejenak."
Jalanan menurun di Kerep membuat payungku terasa percuma. Aku meminta Leo untuk melambatkan laju sepedanya tapi dia tak merisaukanku. Hujan nampak semakin deras, dan kami pun berbelok sejenak ke dalam gua Maria Kerep.

Teringatlah aku akan kenangan kami bertiga saat masih kecil. Kami sangat senang bermain di tamannya. Sekarang kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk berdoa jika kemari.
Saat aku mengalihkan pandanganku ke arah patung Bunda Maria, aku melihat seorang perempuan sedang duduk di depannya. Penampilannya sangat aneh, dengan kaca mata besar, masker, dan rok panjang, namun aku melihat sepertinya dia hanya mengenakan jaket saja. Aku menghampirinya, benar saja, dia hanya menggunakan jaket kain, dia nampak terkejut saat melihatku menepuk pundaknya.

"Sudah kuduga, kau tidak memakai jaket hujan, ini kuberikan payungku, kau nampak sedang bersungguh-sungguh berdoa, mereka bilang, kalau kau berdoa dengan sungguh di sini, semua permohonaanmu akan terkabul." Aku tidak tega melihatnya yang sedang berdoa itu basah kuyup. Kuperhatikan dia hanya mengangguk saja, aku tak mampu melihat wajahnya dengan jelas yang tersembunyi dibalik masker. Badannya yang kecil, mungkin dia anak SMP, aku tak tahu apa yang diharapkannya, namun aku tak mau mengganggunya, akupun berpamitan padanya. "Aku tak tahu apa yang kau doakan, tapi percayalah, semua akan baik-baik saja, karena aku juga sering berdoa di sini." Aku segera kembali pada Leo yang sedari tadi memperhatikanku dengan penuh tanya.

"Apa yang kau lakukan Rei?"

"Tidak apa, aku hanya kasihan melihatnya, sepertinya dia sedang ada masalah, berdoa dengan sungguh di tengah hujan begini."

"Kau selalu saja begitu, Rei, lalu kita bagaimana, tidak ada payung lagi?"

"Kau idiot? Kau pikir payung tadi berguna jika kau bersepeda secepat itu. Sudahlah ayo kita trabas saja.

Kami segera kembali ke rumah dengan menerjang hujan. Sesampai di rumah seperti biasa ibuku, mengomeliku yang basah kuyup, dan beliau menanyakan ke mana payung yang dia berikan. Aku ceritakan padanya apa yang kualami tadi, meskipun sepertinya agak kesal, tetapi beliau memakluminya.

Keesokan harinya, aku berangkat sekolah pagi benar. Aku ingin latihan pagi bersama tim basketku. Akhir pekan ini, kami akan bertanding melawan sekolah lain di Semarang.

Hari ini sangat cerah, membuatku semakin semangat untuk memulai hari. Sesampainya di gerbang sekolah, aku melihat Leo dan Diana sudah tiba, mereka melambaikan tangannya ke arahku, aku bergegas menghampiri mereka. Kami sudah sangat akrab sejak dulu, aku tidak ingin berpisah dari mereka, namun begitu ada satu hal yang selalu menggangguku. Rasa sukaku pada Diana. Hal ini hanya menjadi rahasiaku dan Leo saja, karena Leo mampu membaca pikiranku tanpa aku harus bercerita, dia selalu berkata, aku mudah ditebak dari raut wajahku saja. Tidak ada hal yang bisa kututupi darinya, mungkin karena kita telah lama bersama.

Pagi itu, latihan berjalan lancar, kerja sama tim kami semakin baik, kami yang masih junior pun mulai bisa menyatu dengan permainan dan strategi para senior. Aku sendiri merasa lay-up dan shooting ku semakin baik. Masih teringat jelas bagaimana pahitnya kekalahan di semifinal regional jawa tengah, saat aku kelas 3 SMP dahulu. Kala itu aku dan Leo benar-benar terpukul akan hal itu, karena masuk final adalah impian kita saat itu, namun Leo tetap tabah, dan berusaha menyemangatiku.

Selesai latihan pagi, kami kembali ke kelas, lalu tiba-tiba Leo menghampiri mejaku.

"Kau tahu Rei, aku dengar kabar, katanya ada anak baru." Kuperhatikan wajah Leo dengan seksama, sepertinya dia sendiri tidak yakin.

"Anak baru itu, laki-laki, atau perempuan?"

"Aku juga tidak tahu Rei, kalau laki-laki bagaimana kalau kita ajak dia ke tim basket?"

"Boleh juga, Leo, semakin banyak orang semakin baik."

"Ehem.. apa yang kalian bicarakan itu, seenaknya saja menentukan dia akan bergabung dengan kalian, jelas jelas dia pasti perempuan, akan kuajak dia bergabung dengan timku."

Diana tiba-tiba nimbrung dalam obrolan kami, sikapnya yang tidak mau kalah itu memang tidak pernah berubah dari dulu.

"Tidak tidak, aku tahu kalau ini pasti cowok.."

"Tidak Leo, dia pasti cewek.."
Terjadilah perang argumen antara dua orang ini.

"Kalian, sudahlah permasalahan seperti ini saja kalian ributkan pagi-pagi, tapi ucapan Diana ada benarnya juga, kita belum tahu pasti siapa murid baru ini." Perilaku mereka selalu saja mengundang rasa geli, aku tak tahan untuk tertawa melihat mereka.

"Kalau dengan Diana, kau pasti akan selalu berpihak padanya Rei, huh.." Aku terkejut mendengar ucapan Leo tersebut, aku berusaha menyembunyikan rasa maluku.

"Iyalah pasti, Rei dari dulu orangnya pengertian, gak kayak kamu Leo.." ucapan Diana tersebut seolah-olah memantik rasa yang ada dalam diriku.

"Tapi, apa kalian tidak merasa ada yang aneh, pindah di tengah-tengah semester begini?" Aku berusaha untuk mengubah arah pembicaraan.

"Entahlah, mungkin urusan keluarganya.." Leo nampak kebingungan.

"Kita tunggu saja, nanti juga kita tahu sendiri." Diana memberikan pendapatnya.
Bel tanda masukpun berbunyi. Kami mulai kembali ke tempat duduk kami masing-masing. Wali kelas kami ibu Fani masuk ke dalam kelas. Beliau mulai mengabsen nama kami satu per satu.

"Bagus, sepertinya semuanya hadir hari ini. Mungkin ini jadi awal yang bagus untuk perkenalan." 

Beliau berkata sambil tersenyum. Namun perkenalan yang dimaksud, jangan-jangan murid baru itu. Ibu Fani berjalan keluar kelas, beliau mempersilahkan seseorang untuk masuk. Seisi ruangan tampak terpaku ke arah pintu kelas. Nampaklah seorang cewek dengan rok panjang, baju berlengan panjang, sarung tangan dan masker yang menutupi wajahnya, tak lupa juga kacamata besar, badannya yang kecil, rambut sebahu yang urakan, membuatnya nampak seperti cewek yang kemarin kutemui di Kerep.

Aku tak mampu menahan rasa terkejutku, "Kamu, cewek patung itu.." tanpa sadar aku berteriak, dan hal itu disambut tawa oleh teman sekelasku. Mereka mengira aku memberikan julukan padanya, padahal bukan itu maksudku. Aku melihat dia hanya tersenyum saja.

"Rei tolong berikan waktu untuk dia memperkenalkan diri." Bu Fani mengingatkanku. Aku meminta maaf dan mulai duduk kembali.

"Terima kasih atas waktunya, perkenalkan aku Malena Candra, kalian bisa memanggilku Lena, ayahku bernama Malena Tri, dan Ibuku Elisa Ayu. Aku seperti anak lainnya, jalan waktu umur 1 tahun berbicara umur 2 tahun. Waktu umur 3 tahun, tanganku pernah patah karena jatuh dari tangga, dan meskipun aku pernah kena bermacam-macam penyakit, aku bisa melewati semuanya hingga SMA. Moto hidupku, jangan kenal siapapun, jangan mencolok, dan tetap menyendiri. Aku tidak pernah ikut kegiatan apapun dan aku berharap semuanya itu tetap berjalan di SMA ini. Terima kasih." Dia memperkenalkan dirinya dengan unik sekali, aku sampai tidak percaya dengan apa yang kudengar.

Jam istirahat siang tiba, kami bertiga sembunyi-sembunyi pergi ke gor basket sekolah kami. Seperti biasa setelah makan siang kami menghabiskan waktu bermain basket.

"Lihat, murid barunya cewekkan, itu artinya, aku menang taruhan, dan kalian harus mentraktirku." Aku tidak pernah tahu tentang taruhan itu, dan saat melihat Leo, dia hanya tersenyum senyum saja. Sepertinya ini memang ulahnya.

"Tapi diakan bilang, dia tidak pernah ikut kegiatan klub apapun, jadi tidak bisa dijadikan taruhan." Aku mencoba mengelak.

"Kau jahat Rei, kukira kamu ini cowok baik-baik lho, janji gak ditepati, sampai-sampai ngejekin anak baru pula." Diana nampak mengolok olokku.

"Sudah, biarkan saja, nanti kamu makan sama Diana saja, kan asik tuh makan berdua.." Leo menggodaku, dan aku membalasnya dengan melempar bola agak keras ke arahnya, namun bola tersebut lepas dari tangannya dan berbelok keluar arena. Aku bergegas mengejar bola tersebut, karena jika sampai ketahuan guru, kita bisa dihukum. Bola itu meluncur sangat cepat, saat aku melompat hendak menangkapnya, tiba-tiba Lena lewat di depanku, kami bertabrakan, dia terjatuh dan tak bergerak.

"Ada apa Rei, apa kau baik-baik saja?" Leo datang berlari dari dalam arena.

"Iya, aku baik baik saja, tapi Lena sepertinya pingsan."

"Lena? Owh anak baru itu ya, bagaimana, apa kita bawa ke UKS?"

"Sepertinya dia hanya kepanasan.." Diana lalu menggulung lengan baju Lena, membuka masker dan kacamatanya. "Cepat kalian angkat dia ke dalam gor, aku akan mencari handuk basah dan air minum." Diana bergegas berlari ke kelas. Aku dan Leo memindahkan Lena ke dalam ruangan.

"Jika ada orang lain yang melihat kita, mereka bisa berpikir yang tidak-tidak."

"Untunglah tidak ada siapa-siapa Rei, tapi tak kusangka, kita bertemu dia lagi secepat ini, kukira dia masih SMP kemarin ternyata seumuran kita. Hahaha.."

"Aku juga berpikiran seperti itu, namun entah kenapa dari kemarin nampaknya dia selalu berpakaian seperti ini, apa dia tidak kepanasan?"

Tak lama Diana tiba. Setelah kami mengkompres kepalanya, perlahan matanya terbuka. Aku bergegas mengangkat kepalanya dan mulai memanggil manggil namanya. Tiba-tiba dia menjadi panik, lalu mencari cari sarung tangan, masker dan kacamatanya.

"Maaf dan terima kasih.." Lena lalu berlari dari gor.

"Apa yang barusan terjadi.." Diana nampak kebingungan.

"Aku tak tahu kenapa, tapi aku harus minta maaf ke dia, kalian berdua kembali saja duluan ke kelas." Akupun bergegas mengejar Lena.

Nampak sekilas Lena memang seperti orang yang tidak pernah berolahraga, namun siapa yang kira dia cukup cepat dan gesit, hal ini membuatku berpikiran sepertinya dia selalu berusaha menghindar dari orang lain. Setelah cukup lama berkeliling sekolah mengejarnya, aku berhasil meraih tangannya. 

"Lenaa!!" Aku berteriak padanya, dan dia menghentikan larinya, aku mencoba mengatur nafasku kembali, "Apakah permohonanmu kemarin terkabul?" Dia nampak kesulitan untuk berbicara. "Kenapa tidak lebih baik kau lepas saja masker tersebut?" Aku masih terheran dengan cara berpakaiannya.

"Haah.. nampaknya aku sudah mengingkari janjiku dengan Bunda Maria.."

"Kau tidak mengingatku? Aku yang kemarin di Kerep saat kamu sedang berdoa. Apa kau baik-baik saja? Aku mau minta maaf karena tadi sudah memanggilmu dengan sebutan yang aneh di kelas tadi." Aku mencoba meminta maaf kepadanya.

"Haah, tidak apa, panggilanmu tadi itu tidak lebih buruk dari panggilanku sebelumnya, bahkan kehadiranku tak pernah dianggap, ya, aku berterima kasih karena kau memanggilku terlebih dahulu, tapi, sepertinya permohonanku sudah gagal."

"Hah?" Aku masih mencoba menangkap apa yang dia maksudkan.

"Ya setiap kali aku pindah, aku selalu mengunjungi gereja terdekat untuk berdoa dan memohon dengan sungguh-sungguh dari hatiku yang terdalam, tetapi tak pernah permohonanku sekalipun terkabul, ya, mungkin ini memang kutukan, karena aku sendiri tak pernah percaya kalau hal itu akan terwujud."

Tak aku duga sebelumnya, ternyata dia sudah sering berpindah sekolah. Apa hal itu yang selalu menjadi beban pikirannya? Kalau begitu, mungkin permohonannya tersebut adalah mempunyai teman bukan? "Kau tahu Lena, aku mungkin tidak pernah berpindah sekolah sepertimu, namun aku juga selalu berdoa di Kerep seperti kamu kemarin setiap kali aku mendapat masalah, dan aku sudah bilang bukan, Kerep itu tempat yang ajaib, sebagai orang yang berdoa di tempat yang sama, aku percaya, doamu pasti terwujud." Kataku padanya dengan penuh senyum dan kesungguhan hati. Lena hanya terdiam, dan tiba-tiba ia berlari. Bel tanda istirahat selesai berbunyi, aku kembali ke dalam kelas.

Sebuah tangan besar merangkul dan menariku dari belakang. "Jadi bagaimana Rei, apakah Lena baik-baik saja?"

"Sepertinya begitu.."

"Kau ini, sukanya kepo mulu sih.."

"Apaan dah?"

"Bercanda-bercanda, perhatian memang salah satu kelebihanmu." *Aku tak pernah menyangka, Rei tertarik dengan cewek seperti Lena.*

"Gembel, jangan bicara yang aneh-aneh."

"Hah? Aku barusan memujimu lho."

"Leo, kamu belajar ventriloquism?"

"Apa pula itu??"

Aneh sekali, aku seperti mendengar ucapan Leo di kepalaku. Apa mungkin aku yang salah dengar? Ah sudahlah, pelajaran sudah akan di mulai.

Hari ini aku langsung pulang ke rumah, Leo sedang ada kerjaan di rumahnya, dan Diana ingin nongkrong dulu dengan temannya. Lagipula besok ada kuis, aku mau langsung pulang dan belajar.
Malam itu, aku belajar sembari mendengarkan musik favoritku, hingga akhirnya seseorang menutup mataku dengan kedua tangannya.

"Tumben serius belajarnya mas?"

Ternyata adikku Shelia datang masuk ke dalam kamarku. "Sudah kubilang berapa kali Shel, ketuk pintu sebelum masuk."

"Aku sudah ketuk pintu berkali-kali tapi mas gak nyahut, yaudah aku masuk aja."
Mungkin aku terlalu berkonsentrasi dan musik yang kuputar terlalu keras, "Ya udah kamu mau apa?"

"Besok temen-temenku mau main ke rumah, aku pinjem kamar kakak buat main game ya?"

"Hah? Kenapa harus ke kamarku, kau tahu besok aku ada latihan, dan pulangnya aku ingin langsung tidur." Aku menolaknya.

Shelia langsung menggenggam kedua tanganku, kebiasaannya dari dulu jika ingin meminta sesuatu. "Ayolah mas, sekali sekali buat adekmu seneng, kamar mas kan lebih besar dari kamarku." *Aku bisa sekalian pamer, kalau aku punya mas yang ganteng dan jago main basket.*

"Hah? Terima kasih Shel, aku tak pernah menyangka, kamu menganggap mas seperti itu, tapi mas gak yakin kalau teman-temanmu nge fans sama aku."

Shela terdiam membisu, raut wajahnya berubah menjadi panik seketika. Dia lalu keluar kamarku. "Hah, mas bilang apa?"

"Bukannya kamu sendiri yang barusan bilang, kamu mau pamer ke temenmu kalau punya mas yang jago basket?"

"Ibuu.. anak cowokmu jadi aneh.." Shelia berlari keluar kamarku seraya menutupi wajahnya dengan bantalku. Aku masih terheran dengan kejadian barusan, ternyata tidak hanya saat dengan Leo, tapi Shelia juga. Aku seperti mendengar dua  buah suara. Semuanya terjadi saat tanganku bersentuhan dengan mereka.

Sunday, 20 January 2019

Fireflies

And after dinner we take a little walk to enjoying all the lantern that were hanging out in the street. Where then she start sighing again. "I wonder why he didn't noticed me after all the things that I've done."

I flicked her head with my finger, and pointed her out to an upper ceiling. "Do you see that?"

"Wah, a fireflies.."

"Do you know why you realize it so fast, despite it is so small and all of that lantern in the food stall?" She look confused. "Because it's different, and it's flying higher, that's why you could notice it faster. The thing is, it just like you, you think he is different, that he is stand above other and that make you belittle yourself. How can you hoping him to see you, if you're belittling yourself? You need to be there, up there, and be yourself and spark your light, it's doesn't matter if you're big or small, as long as you put yourself up there, everyone will notice, and I believe there will someone who notice you just being you." I don't realise I talked that long, when I saw her face, I can she smiling again, the biggest one that I ever saw.

"There you go, so being a writer does make you a wise man."

"What, you made me sound like an old man."

"Hahaha, anyway, thank for accompanying me today."

"No worries, just remember even though you're small and annoying, I will always found you sparkling." I look her face start turning red, and it's look cute, I didn't realise I blurted it out. I hope she doesn't hate me, even if she did, I just wanted to savour this moment while it last.

Saturday, 19 January 2019

Unravel

Oh, ceritakanlah
Ceritakan padaku bagaimana semua berakhir?
Iblis dalam hatiku
Membuatku rapuh
Rasa sakit yang tersembunyi
Dibalik dunia ini

Kau melihatku tersenyum dan tertawa
Tapi kau tak akan mengerti
Betapa lemah dan rapuhnya aku
Bernafaspun rasanya sulit
Semua terurai dan mengurai
Semua kenyataan yang kutemui
Dapat kutemukan dalam dirimu

Dan sekarang aku perlahan
Mencoba menghilang dari dunia semu ini
Jangan kau cari, biarkanku hilang
Tutuplah matamu, alihkan pandanganmu
Aku tak ingin melukaimu
Hanya satu pintaku,
Ingatlah bagaimana aku pernah bersinar

Terkurung dalam kesepian
Kenangan akan asa
Perlahan menyiksaku
Sakitnya tak dapat kutahan
Mencoba melangkah, kucoba bernafas
Hingga kusadar
Kutak sanggup, kutak sanggup
Duniaku telah mati

Aku bukanlah aku yang dulu
Jangan kau sentuh luka ini
Kau sentuh dan kau kan terluka
Menjauhlah dan hiduplah
Biarkanku menghilang, sendiri
Dan kau tak terluka
Hanya satu pintaku,
Ingatlah bagaimana aku pernah bersinar