Sore ini entah
mengapa saya merasakan sesuatu yang janggal dalam diri saya, banyak
pertanyaan-pertanyaan aneh bermunculan dipikiran saya. Siapakah saya, Apakah
saya ini, Mengapa saya hidup, Bagaimana caranya menjalani hidup, dan masih
banyak lagi pertanyaan aneh yang melintas. Lalu saya mencoba merenung sejenak,
menapak tilas kejadian-kejadian masa lampau. Akhirnya saya mendapat satu
kesimpulan yang pas, yaitu saya ini hanya sebuah sampah yang tidak berguna yang
seharusnya dibuang jauh-jauh. Mengingat kembali masa kecil ku, aku ini anak
yang nakal, tidak pernah nurut orang tua, selalu menjahili teman, dan suka
BERBOHONG. Kenapa kata BERBOHONG ini saya perbesar? Karena disitulah awal titik
saya menjadi seorang sampah. Aku dari kecil memang terlahir orang yang tidak
pernah mau kalah dalam hal apapun, dan aku ingat awal aku mulai BERBOHONG
adalah ketika bermain ke rumah teman baikku Christian. Di rumahnya kami bermain
komputer, di sana aku memulai keBOHONGanku dengan bercerita kalau aku juga
punya komputer. Tetapi namanya anak kecil ketika pulang, aku dijemput orang
tuaku, lalu aku merengek pada orang tuaku untuk dibelikan komputer, tetapi
orang tuaku menolaknya dan aku menangis sejadinya, tapi hal itu tak merubah
apapun dan orang tuaku tetap pada pendiriannya. Sejak saat itu juga aku mungkin
menganggap ke 2 orang tuaku merupakan orang tua terpelit yang pernah ada. Namun
karena waktu aku menangis itu Christian tahu alasanku menangis ke esokan
harinya ketika di sekolah(waktu itu kelas 2) dia mengejekku di depan
teman-temanku bahwa aku tukang BOHONG.
Dalam hatiku
aku menyalahkan ke dua orang tuaku karena hal itu. Lalu singkat cerita ketika
itu sedang booming rental Play Station One, aku yang sudah men-cap orang tuaku
sebagai orang tua paling pelit sedunia pun, sembunyi-sembunyi pulang sekolah
bermain di rentalan yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari sekolah. Namun
lambat laun orang tuaku sadar, dan mulai bertanya kenapa selalu pulang telat,
ku keluarkan ucapan-ucapan DUSTA yang seadanya, tapi sepertinya orang tuaku
tidak percaya dan bertanya pada guruku, yang berujung aku dimarahi dan disiksa
habis-habisan. Semenjak itu pula aku mulai mengetahui yang namanya rasa takut,
takut akan dimarahi, di pukul sapu dan lain-lain. Tapi seperti biasa aku ke sekolah
selalu tersenyum, entah sejak kapan kemampuan ku untuk tersenyum dalam berbagai
suasana itu bisa terjadi, yang jelas aku merupakan badut kelas ketika SD karena
lebih mudah bagiku merelakan diriku di-konyolkan yang lain dan membuat yang
lain tertawa karena saat itu senyum palsuku tak kan pernah diketahui yang lain.
Aku berjuang mati-matian di SD belajar sampai masuk ranking terus, tapi tidak
hanya akademik yang kulatih kemampuanku dalam BERBOHONG pun semakin cantik, tak
pernah ketahuan, tidak hanya berhenti disitu aku juga mulai mengenal yang
namanya MENCURI, hasratku untuk bermain game sangat tinggi sampai terkadang
uang bekalku terasa kurang, hal itu memancingku untuk MENCURI uang ibuku yang
biasanya tergeletak di atas kulkas, lemari dan sebagainya. Hingga suatu saat
aku mulai berani MENCURI uang yang ada di dompet ibuku dan uang yang kuambil
waktu itu hanya yang kecil-kecil saja. Lalu ada satu kejadian yang tak pernah
bisa kulupakan hingga saat ini yaitu aku mengajari adikku hal terburuk yang
pernah diajarkan seorang kakak yaitu MENCURI. Aku menyuruh adikku untuk
mengambil uang dari dompet ibuku, kami bersekongkol dalam mengambil uang, aku
bertugas mengawasi dan adikku yang mengambil. Sore harinya ketika hendak pergi
ke rental, aku terkejut karena yang diambil adikku bukan uang yang sedikit,
50rb besarnya, aku memarahinya dan menyuruhnya mengembalikannya ke dompet
ibuku, karena aku tak tahu harus dikemanakan kembaliannya. Tapi skenario
terburuk terjadi, adikku ketahuan oleh ibuku, dan aku yang menunggu di luar
rumah tak berani pulang. Aku menunggu sampai cukup malam jam 7 kurang lebih aku
pulang. Kulihat ibuku masih menangis begitu pula dengan adikku, aku khawatir
apakah adikku akan bercerita tentangku yang mengajaknya. Ternyata tidak ibukku
hanya berkata adikku bandel, aku menghela nafas dalam hati. Malamnya kutanyakan
adikku, dia menyalahkanku meskipun
begitu dia tetap tidak mengadukanku, semenjak itu aku merasa berhutang padanya,
dan berpikir ternyata masih ada anggota keluarga yang melindungiku. Meskipun
telah terjadi hal itu aku tetap tak berhenti BERBOHONG, namun untuk sementara
aku tidak mencuri lagi, aku memenangkan lomba-lomba tapi rasanya setiap usahaku
tidak dihargai oleh orang tuaku, jarang sekali aku mendapat hadiah, memang aku
tak pernah meminta, tapi apakah mereka tidak sadar bahwa seorang anak juga
butuh penghargaan. Alhasil menjelang UN yang lain sibuk belajar aku malah
setiap selesai UN bermain ke rental PS atau komputer. Tapi entah kenapa nasibku
sangat beruntung nilaiku paling kecil ketika masuk sekolah menengah pertama
favorit di kotaku. Awal-awal masa SMP aku masih biasa saja, anak pintar dan
rajin yang keliatannya baik-baik. Tapi karena nilaiku di SMP ini mengalami
penurunan orang tuaku terus mengeluh saja, sampai kadang-kadang aku berpikir
kalau dulu aku anak biasa-biasa aja, apakah orang tuaku akan terus menuntut
seperti ini, setiap kali melihat teman-temanku yang biasa saja bisa mendapatkan
kebahagian luar biasa dari keluarganya, aku merasa tidak adil, apalagi ketika
cewek pertama yang aku sukai ternyata lebih memilih temanku yang biasa saja,
rasanya sakit sekali. Aku sempat berpikir kalau aku jadi orang biasa aja
mungkin hidupku bisa berubah. Awal SMP kelas 2 aku mulai BERBOHONG lagi, aku
pergi main ke rentalan bersama teman-temanku sepulang sekolah, bolos sekolah,
dan lain-lain. Hingga kelas 3 SMP akhirnya aku benar-benar hancur, pergaulan
yang salah, gengsi gede-gedean.
SMA, aku masuk SMA favorit, kalo orang bilang
hokiku emang gede, tapi sifatku memang tidak bisa dirubah, tersenyum dalam
keadaan apapun, dan menyebarkan KEBOHONGAN ke yang lain. SMA aku mulai
meninggalkan agama, sering aku pura-pura kegereja bareng teman padahal pergi ke
Rentalan atau main gak jelas. Di SMA mulai kambuh lagi satu kebiasaan burukku,
namun dengan otak lebih canggih dan mental yang terlatih semua kebusukanku
tersembunyi dengan rapi. Tapi kejatuhan nilai masih saja terjadi, bahkan bisa
masuk ke jurusan IPA pun karena nilaiku nge pas se pas-pasnya. Kelas 2 SMA
tidak ada bedanya semua berlangsung seperti biasa, rental komputer, game
online, MenCURI dan Menipu sudah seperti makanan sehari-hari. Apalagi ketika
SMA LKS dan buku pelajaran harus beli sendiri aku jadi dapet lahan untuk
UNIKO(Usaha Nipu Kolot/Berusaha Menipu Orang Tua) dengan me-Mark Up harga buku
setinggi-tingginya. Di kelas 2 aku juga ikut less, meskipun aku sering bolos
dan beberapa pernah ketahuan. Di kelas 3 bisa dibilang titik paling radikal
dalam hidupku, tak tahu lagi berapa jumlah uang yang kuCURI dan kuhabiskan
untuk ke senangan dan kecanduanku terhadap game online, sudah berapa kali
kubohongi ke dua orang tuaku. Aku juga pernah bertengkar dan memarahi orang
tuaku, karena aku tidak meminjamkan adikku motor. Ketika itu orang tuaku
memihak adikku dan memojokkanku, aku membela diri dengan berkata, “Kenapa ibu
sama bapak dari dulu selalu memihak adek, apa-apa dibeli buat adek, Komputer di
beliin pas hari ulang tahun adek, adek minta apa di kasih, adek minta laptop
dibeliin, HP adek udah gonta-ganti, padahal adek menang lomba aja gak pernah, masuk
rangking aja gak pernah, dulu aja aku less jalan kaki naik umum gak masalah,
sekarang gantian aku yang mau make motor juga buat less malah di marahin, klo
ibu sama bapak gak senang sama aku juga kenapa masih melihara aku terus.” Aku
selalu ingin menangis jika aku mengingat pernah mengucapkan hal itu, betapa
bodohnya aku dulu. Tapi semua tak berhenti disitu, aku di cap guru-guruku kalo
masuk universitas negeri sudah susah bagiku. Hingga akhirnya diakhir-akhir
semester 1 aku mencuri dalam jumlah yang cukup banyak, 700 ribu kalau aku tidak
salah ingat, ibuku sadar dan membongkar tasku, lalu dia menemukannya dan
memarahiku habis-habisan. Sambil menangis dan memarahiku dia berkata “Mas, kamu
itu anak paling gede, kamu itu yang jadi contoh buat adik-adikmu, kalau kamu
begini kasihan adik-adikmu, adikmu aja yang kayak gitu bisa bepikir dewasa kamu
malah yang kakaknya berpikir masih kayak anak kecil, kamu tahu bapakmu itu
kerja banting tulang buat siapa? Bukan buat ibu tapi buat kalian kamu sama
adek, apa kamu gak sadar badan bapakmu dulu kayak apa sekarang kayak apa,
bapakmu sampe sakit-sakit sampe pulang malem cuman buat cari uang lebih buat
kamu sama adek. Coba kamu bayangin gimana perasaan bapak kalau tahu uang yang
dia kumpulin susah payah buat kamu sama adek malah kamu habisin buat hal yang
gak berguna. Selain itu ibu juga kecewa sama kamu semua kepercayaan yang ibu
kasih ke kamu kayak percuma, capek ibu marahin kamu terus.” Saat itu aku hanya
bisa termenung, lalu aku masuk ke kamarku dan kata-kata ibuku terus berdengung di
kepalaku, aku mulai memikirkan baik-baik kataku, aku tersadar kalau selama ini
aku salah, aku harus berubah, gak salah banyak orang men-capku sebagai
pemBOHONG karena memang itulah aku selama ini. Malamnya aku masuk ke kamar
ibuku dan menceritakan semua kejadian dari awal sampai akhir sampai gak ada
lagi ganjalan-ganjalan yang kurasakan dalam hati dan beliau hanya tersenyum,
kalau kamu memang sepenuhnya sadar buktikanlah itu dengan masa depanmu.
Semenjak
kejadian itu aku berubah, aku jadi pendiam dan berusaha mencapai segala
sesuatunya sendiri, rasanya lebih baik diam daripada menceritakan keBOHONGan
karena aku tak pernah tahu kapan hal tersebut datang lagi. Aku menjadi orang
yang rendah diri, karena aku merasa diriku ini tak ada baiknya. Tapi ada satu
hal yang selalu ku gunakan sebagai pegangan waktu itu, Janjiku pada Ibuku kalau
aku bisa berubah. Akhirnya ada ujian STT Telkom, sebuah Univ Swasta terpandang
dan favorit, aku pun mencoba mendaftar melalu lesan tempatku belajar. Aku
mendaftar 5 prodi terbaik di sana. Semalam sebelum tes, aku berdoa pada Tuhan
kalau hasil telkom nanti akan kujadikan hadiah untuk ayahku yang sedang bekerja
di China. Dan diluar dugaan baik diriku dan teman-temanku Alva yang bodoh ini
bisa di terima di S1 Teknik Telekomunikasi. Ayahku yang mendengar kabar itu pun
awalnya agak meragukan kalau itu yang terbaik, tapi aku sempat melihat senyum
diwajahnya begitu juga ibuku, namun karena aku merasa selama ini sudah menjadi
beban bagi ke 2 orang tuaku dan mengetahui kalau swasta itu mahal serta biaya
hidup di bandung juga tinggi aku memutuskan untuk melepasnya. Walaupun
sepertinya hal itu bertolak belakang dengan keinginan guru-guruku tapi aku
tetap maju, sekalipun ada guru yang mencela aku habis-habisan gara-gara hal itu
aku tetap yakin dan percaya. Akhirnya SNMPTN yang dinantikan pun tiba, aku yang
sudah jenuh belajar ketika di camp aku hanya sedikit sekali berlatih soal-soal,
yang kulakukan sisanya hanya tidur dan berdoa. SNMPTN pun lewat, aku
menghabiskan hari-hariku dengan kegiatan rumah biasa, meskipun aku pernah jatuh gara-gara game online, tapi niatku
untuk tetap bermain permainan tersebut tak kunjung surut, meskipun begitu aku
memainkannya sebatas hanya untuk mengisi waktu saja, dan tidak se radikal dulu,
karena aku sudah berjanji akan berubah. Akhirnya malam pengumuman SNMPTN pun
datang, ketika itu aku sedang di bus, dan tak bisa mengakses internet, dengan
panik aku bertanya ke teman-temanku yang lain, aku kaget ketika banyak juga
dari mereka yang pintar tidak diterima di manapun. Aku sempat putus asa
karenanya, lalu sepanjang perjalanan aku berdoa pada Tuhan, dan hanya beberapa
kata yang ku ulang-ulang setiap waktu, “Tuhan selama ini aku sudah banyak
berdosa dan menjadi beban bagi orang tuaku, setidaknya berikanlah mukjizatmu
padaku tunjukan kalau beban seperti ku ini bisa menjadi sumber bahagia bagi
orang tuaku.” Kalimat itu ku ulang-ulang sampai tibanya di rumah. Dengan
tergesa-gesa aku membuka komputerku lalu di sana terpampang dengan jelas
“SELAMAT RAINERUS ALVA JATI P ANDA LOLOS MASUK TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS
DIPONEGORO”, sontak layaknya menonton sebuah final piala dunia, se-isi rumahku
yang kebetulan sedang berkumpul karena hendak merayakan natal bersorak penuh
suka cita. Semenjak itu aku berubah, aku mulai rajin kembali pada Tuhan, mulai
banyak mempelajari apa makna hidup.
Sekarang aku
berjuang bukan hanya untuk orang tuaku, tapi juga untuk mimpi dan cita-citaku.
Awal-awal kuliah juga tidaklah mudah banyak penyesuaian diri yang perlu
kulakukan. Kaderisasi yang sepertinya hanya sampah belaka, hingga praktikum
yang sangat menyita waktu dan biaya. Tapi di sini aku mulai mengerti makna
hidup, bertemu dengan anak-anak PRMK FT Undip sangat berperan besar pada
perubahanku. Berbeda dengan omongan-omongan mahasiswa di jurusanku yang gak
jelas di sini aku mendapat banyak sekali masukan, dari sini aku mulai mengerti
apa itu makna dari pengorbanan dan pelayanan yang sesungguhnya. Aku mulai
mendekati dunia ke-Tuhanan yang sudah lama sekali kutinggalkan. Apalagi saat
mengenal dirinya, dia merupakan panutan dalam hidupku, dia bukan berasal dari
keluarga sederhana, tapi sikapnya yang rendah hati, dan semangatnya dalam
melayani yang lain sangat aku saluti. Tapi memang banyak kejadian yang sering
membuatku down di tengah semangat sedang naik-naiknya, motorku baru 1 tahun dan
baru 1 bulan di semarang harus raib di tangan orang berdosa. Mungkin ini adalah
hukuman Tuhan bagiku, aku sempat khawatir kalau aku telah merusak kepercayaan
orang tuaku. Tapi ternyata mereka tetap mensupportku dan mendorongku untuk
bangkit lagi. Saat nilai semester 1 keluar aku agak sedikit kaget dan kecewa
karena ada nilai D di KRS ku. Semester 2 pun dimulai praktikum agak berat
pertama dimulai waktu habis sepertinya hanya untuk praktikum saja apalagi ada 2
praktikum saat itu aku hampir kehabisan nafas dalam menjalaninya syukurlah aku
masih bisa mengimbanginya, di semester ini aku juga makin aktif dalam kegiatan
di PRMK FT Undip, acara demi acara aku lalui, dan begitu juga perasaanku
padanya yang awalnya hanya mengagumi sekarang mulai tertarik padanya, kenapa
dia harus satu bidang denganku pikirku, mungkin bisa dibilang aku dekat
dengannya saat eksposure dan live in Ansos dulu. Yah itu hanya sedikit motivasi,
di tengah memuncaknya semangat tiba-tiba nilai semester 2 keluar, aku terkejut
dengan nilainya, bisa dibilang aku sangat kecewa dan depresi, jadi yang selama
ini kulakukan percuma, begitu pikirku. Sempat down beberapa minggu aku bangkit
lagi di awal-awal semester 3.
Retret,
merupakan acara besar pertama yang pernah aku alami seumur hidup sebagai
panitia. Aku tak mau mengecewakan yang lain begitu pikirku, aku yang sempat
vakum selama liburan gara-gara down melihat nilai semester 2 sekarang maju dan
bangkit dengan pola pikir yang baru. Untuk menutupi kekurang tahuan saya dalam
acara tersebut, saya mencoba mengikuti rapat beberapa bidang terutama acara.
Saya belajar banyak hal dari situ, saya mulai mengenal rekan kerja saya, saya
mulai bisa berkomunikasi dengan yang lain setelah sekian lama saya menjadi
orang pendiam. Aku mulai mengetahui banyak hal yang salah, baik dari diriku dan
orang lain. Aku mulai mendalami dan memahami karakteristik setiap orang. Dan
ternyata benar saja, acara retret itu
pun terkesan gagal, meskipun gak total banget, tapi masih banyak yang harus
dibenahi. Hal itu menumbuhkan semangat tersendiri dalam diri ini, bagaimana
kalau aku membuat retret yang lebih baik dari retret-retret sebelumnya untuk
menebus kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya. Bersamaan dengan
jalannya proses dari pra hingga pasca retret sepertinya mulai menumbuhkan rasa
cinta dalam hatiku yang sudah lama hilang dalam diri ini. Aku semakin gak bisa
melepaskan perasaan sukaku padanya. Tapi belakangan ini aku merasa aku ini
siapa? Dia itu sempurna luar dalam, dia cerdas, dia pemberani, dia bisa
bernyanyi dengan merdu, dia mau melayani dan berkorban dengan yang lain,
sementara aku ini, cuman sampah, beban, pembohong dan orang paling gak berguna,
aku merasa salah tempat jika harus menyukai dan mencintainya. Mengetahuinya
menyukai temanku yang memang juga sempurna aku merasa hal itu wajar. Mungkin
memang benar manusia hanya bisa bermimpi dan berusaha keputusan tetap di tangan
Tuhan. Tapi aku tak menyerah begitu saja, seperti orang tuaku yang tak pernah
menyerah akan harapan dan kepercayaannya
padaku, aku juga tak menyerah begitu saja untuk mencintaimu. Semangat dan Tekad
adalah 2 hal yang aku dapat di semarang ini, biar Motor hilang, HP hilang,
Laptop Pecah, kerabat meninggal dan kejadian buruk lainnya menimpaku semangat
dan tekadku tak pernah padam. Dan aku juga tahu mimpi bukanlah sesuatu yang
hampa, kalau PAHLAWAN itu memang ada. Secara tidak langsung kedua orang tuaku dan
kawan-kawan PRMK FT Undip sudah menjadi PAHLAWAN dalam hidupku, berkali-kali
kubuat kecewa mereka, kubuat mereka menangis tetapi mereka tidak pernah
melepaskan harapan dan kepercayaannya padaku.
3 Praktikum menantiku secara berantai di depanku, UTS yang sudah lewat
juga cukup mengkhawatirkanku, aku bermimpi ingin merubah negara ini, aku tidak
akan menyerah pada harapan dan kepercayaan bahwa bangsa ini bisa maju seperti
orang tuaku yang percaya aku bisa berubah. Bahwa dengan kemampuanku yang
terbatas saat ini aku bisa menularkan sifat ke PAHLAWANAN kepada yang lain.
Semoga melalui ceritaku ini banyak anak muda yang sedang salah jalan untuk
segera menyadari bahwa negara ini membutuhkan kalian. Tanpa kita sadari bahwa
PAHLAWAN sesungguhnya ada disekitar kita bukan mereka yang berdasi dan berjaz
saja tapi juga mereka yang mengerti apa arti hidup sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment