Aku berteriak-teriak sepanjang lorong, memanggil Silvana, namun banyaknya orang tua yang berkunjung, membuat suaraku tertelan hiruk pikuk itu. Tak lama, seseorang menepuk punggungku dari belakang. Saat ku balikan kepalaku, Nampak seorang cewek dengan matanya yang biru berdiri di belakangku.
"Kau mencari Silvana?" tanya cewek tersebut.
"Ya, benar sekali, kau tahu di mana dia?" aku membalas
"Dia teman sekamarku, kami di kamar no 9." seraya menunjuk kamar yang ada di ujung lorong.
"Hoo, begitu, ku kira dia sedang di luar bersama orang tuanya."
"Tidak, sepertinya orang tuanya tidak hadir, dan dia dari tadi di kamar saja."
"Oh, begitu, baiklah, terima kasih sudah memberi tahuku, oh, ya, perkenalkan juga, aku Roi, salam kenal." Sambil tersenyum kuulurkan tanganku.
"Ya, kau bocah terkenal itu, aku Meyta, salam kenal." Meyta pun seraya mengundurkan diri, kalau kuamati dia cukup manis juga, badannya tinggi langsing, rambutnya yang panjang kecoklatan membuat aura elegan terpancar dari dirinya, memang bukan sekolah sembarangan.
Aku mulai menuju ke kamar nomer 9, namun langkahku terhenti sejenak. Aku berhenti cukup lama memikirkan apa yang harus kukatakan, karena ini kali pertama aku berkunjung ke kamar cewek selain sepupuku. Tanpa aku sadari, aku mondar mandir tidak jelas di depan pintu, bagaimana kalau dia sedang ganti baju, atau tidur, mengganggu tidak ya. Hingga tiba-tiba pintu kamar itu terbuka, dan pandanganku terpaku ke arah pintu tersebut. Munculah Silvana dari balik pintu tersebut.
"Ada apa Roi mondar-mandir begitu?" Silvana tampak kebingungan.
"Itu Sil, aku mau memberi tahu kalau orang tuaku sudah datang dan mereka gak keberatan bertemu denganmu."
"Kenapa kamu gak bilang dari tadi Roi.. kamu malah mondar mandir di sini.."
"Hahaha, maafkan Sil, klo begitu ayo kuhantar."
"Sebentar, aku ambil buku dan penaku." Silvana masuk ke dalam kamarnya, tak perlu lama, dia keluar lagi dengan pena dan bukunya. Dia pun menyeret tanganku seraya berlari kecil.
"Pelan-pelan saja Sil, orang tuaku gak akan ke mana, lagipula kita salah lorong, kamarku di lorong sebelah." Tanpa disadari Silvana menuntunku ke arah yang berlawanan.
"Kenapa kau tidak bilang.." Silvana mulai melambatkan langkahnya, dan melepaskan tanganku dari genggamannya.
"Aku sudah memintamu pelan-pelan dari tadi, tapi saking semangatnya kau sampai tak mendengarkan."
"Lagian, kamu malah mondar-mandir di depan kamarku, ohh... jangan bilang, ini pengalaman pertamamu datang ke kamar cewek ya Roi?" Pertanyaan Silvana itu terasa menggelitik perasaanku.
"Tentu saja tidak Sil, apaan coba.." Aku mencoba mengelak.
"Ahh.. yang bener.. wajahmu merah lho.." Silvana mendekatkan badannya dan melirik ke arah wajahku.
"Ahh, tidak biasa aja.. hahaha, lagi pula buat apa bawa buka dan pena?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Buat apa!? Buat tanda tanganlah Roi.." Silvana mengucapkan dengan penuh keyakinan.
"Segitunya ya,, baiklah, itu kedua orang tuaku sedang berdiri di Cafetaria."
"Ayo cepat ke sana Roi.." Silvana mulai berlari kecil dan aku mengikutinya dengan santai dari belakang. Tak kusangka ada anak yang mengidolakan kedua orang tuaku seperti itu.
(-cont)
=========================================================================
nb: Karena kemarin-kemarin banyak menulis lewat HP, jadi masih banyak yang berantakan, namun sekarang sudah diperbaiki, lalu dengan beberapa alasan, nama-nama tempat aku rubah total, untuk menambah imajinasi pembaca tanpa mengaitkan dengan hal nyata.
No comments:
Post a Comment