Belakangan ini, kondisi kehidupan masyarakat di Indonesia sedang tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh sebuah istilah yaitu Agama. Well, sebelum meranah ke pemahaman orang banyak, aku sendiri merasa agama itu memang penting. Why? karena kita sebagai manusia memiliki keterbatasan. Keterbatasan membuat kita menjadi takut. Takut untuk bertindak, berkata, bahkan hidup. Jadi, aku pribadi masih merasa agama itu sebagai kebutuhan yang utama, paling tidak sebagai tempatku untuk berpegang, sebagai sebuah keyakinan yang mendalam tentang adanya Tuhan.
Ada sebuah kicauan menarik di lini masa saat ini, yaitu seorang pemudi bernama Afi, yang salah satu tulisannya berbunyi Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan. Tentu saja, kicauan tersebut menuai pro-kontra. Klo bagi saya sendiri, well, not good but not half bad either. Sebagai orang Katolik, yang memang dapetnya warisan, tetapi sejauh ini saya masih berpegang teguh dengan iman saya, merupakan sebuah perjalan religi yang panjang. Memang tidak salah, hanya saja, penuturan yang dia tuliskan dalam tulisannya di facebook, saya pribadi tidak menemukan sangkut pautnya, pantas saja banyak yang kontra, namun sebagai sesama penulis saya yakin dek Afi ini sudah memikirkan matang-matang tentang tulisan tersebut, dan saya akan senang jika bisa duduk ngopi, ngudu, lalala, sambil membahas tentang agama warisan ini.
Well, hard to denied, agama di negara kita memang warisan. Mengapa? karena di negara kita ada agama yang diizinkan dan dilarang, serta semenjak lahir dan menjadi warga negara Indonesia kita diwajibkan beragama. So much for freedom, that's this country always proud of, ditambah lagi kebebasan untuk berpendapat juga semakin dikekang di negara ini. Well that aside, back to the main topic, kericuhan ini bermula dari terangkatnya kasus tentang permasalahan yang "katanya" penistaan agama oleh bapak Basuki Tjahya Purnama a.k.a bapak Ahok. Hal-hal berbau agama menjadi sesuatu yang sensitif di telinga masyarakat saat ini, kaum-kaum ekstrimis dari berbagai agama muncul kepermukaan, dan seperti halnya pedagang di pasar, mereka menggadang-gadangkan agama mereka masing-masing.
Melihat hal tersebut, saya mencoba merefleksikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Saya pribadi merasa, ini merupakan ujian kepada bangsa Indonesia, sebagai sebuah negara, yang menganggap bahwa Ketuhanan adalah hal yang utama. Kita sebagai orang-orang beragama, sebenarnya sedang diuji, sejauh apa iman kita sudah percaya pada-Nya. Aku menarik sebuah benang merah yaitu, sistem pendidikan agama di Indonesia ini masih kurang tepat sasaran. Hal ini sebenarnya sudah aku pikirkan sejak dulu zaman SMP, SMA, hingga kuliah. Ada kalanya dulu, saya pernah berpikir, mengapa saya dilahirkan sebagai orang Katolik, hingga setiap hari saat saya berangkat ke sekolah Negeri, saya harus mendapatkan berbagai macam penolakan dari mereka yang tidak seiman dengan saya. Mencoba untuk menemukan jawaban dari permasalahan itu, setiap hari saat itu, saya mencoba untuk membaca Alkitab. Perlahan basis iman agama saya mendapatkan penguatan. Tapi hal itu tidak menjawab semua keraguan saya, akhirnya saya mencoba membaca kitab-kitab versi bahasa Indonesia, agama-agama lain. Lalu apa yang saya temukan, semuanya kurang lebih sama.
Hal ini lantas menjadi pemikiran yang belakangan ini saya rasa mungkin bisa menjadi sebuah landasan, kalau sistem pendidikan agama di negara kita memang belum tepat. Jika kita sejak SD, pelajaran agama kita sudah dikotak-kotakan, bagaimana mungkin saat berada di masyarakat kita bisa membaur? Seperti hal yang disampaikan oleh Romo saat misa di Karangpanas kemarin minggu, Gereja itu hanya organisasi, hirarki hanya otoritas, dan liturgi hanya upacara, semuanya itu terjadi jika tidak adanya kehadiran Tuhan di dalamnya. Kitab-kitab suci mengajarkan tentang kita, sesosok Tokoh yang menjadi lambang kehidupan kita, lantas apakah kita akan selalu bisa menjadi cerminan dari mereka? jawabannya tentu tidak. Oleh karena itu kenapa kita harus memaksakan anak-anak kita menjadi sama seperti mereka, padahal siapa yang tahu jika ternyata idola mereka dan kita berbeda.
Menurutku tidak ada salahnya, jika setiap anak diajarkan mengenai berbagai agama yang ada di Negara ini. Menurutku selama masa sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, sudah cukup bagi mereka untuk memahami baik-baik tentang semua agama tersebut. Biarkan mereka memilih, mana yang menjadi panggilan mereka, sementara untuk proses keimanan yang lebih dalam, bukankah lebih baik diserahkan pada Agama yang bersangkutan, dengan mengadakan proses pembelajaran di luar jadwal sekolah, jika dirasa hal tersebut memang penting bagi mereka (anak-anak). Klo kata temanku, hal paling simpel adalah, biarkan anak-anak memilih, mereka mau berkomunikasi dengan Tuhan dengan cara apa. Sehingga mereka tahu, alasan mereka beragama itu seharusnya adalah untuk membangun komunikasi dan relasi yang baik dengan Tuhan, serta direfleksikan dengan komunikasi dan relasi yang baik terhadap sesamanya.
Aku sadari, hal tersebut tidaklah mudah. Terutama menyangkut masalah pengajarnya. Menciptakan seorang pengajar yang mampu mendidik secara objektif, dan mampu menyampaikan nilai-nilai rohani dengan baik masih cukup sulit. Lalu apakah pelajaran agama masih penting untuk dibawa dalam sistem pendidikan formal? Karena menurutku keyakinan seseorang terhadap Tuhan, tidak mampu diukur dengan nilai yang ada dalam sekolah formal. Tolak ukur ini yang menyebabkan masih banyaknya masyarakat kita yang buta dengan alasan mereka pribadi dalam beragama, sehingga kesannya masih gampang ikut sana-ikut sini.
Kalau basisnya kita adalah orang yang percaya dengan adanya Tuhan. Bukankah segala kejadian yang ada di dunia ini, semua sudah ada dalam rencana-Nya? Kalau Tuhan mau kita lahir sama, kita pasti sudah lahir sama, dengan keadaan yang sama, tetapi belum sadarkah kita, Tuhan memang menginginkan kita untuk hidup berbeda? Kita tidak perlu sibuk mempropagandakan agama kita masing-masing, apakah agama diciptakan untuk menjadi sebuah barang yang diperjual belikan dan disembah? Karena itu dalam hidup aku selalu berprinsip, aku hidup hanya untuk Tuhanku dan sesamaku manusia saja. Aku sendiri juga tidak senang dengan pemuka agamaku yang dalam ceramahnya seolah mendeskreditkan mereka yang tidak satu keyakinan denganku. Bahkan dalam alkitab sendiri tertulis dalam 1 Korintus 12: 5-7, yang berbunyi, "Dan ada rupa-rupa PELAYANAN, tetapi hanya ada satu Tuhan. Dan ada berbagai macam perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu; Dialah yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama." karenanya saya sendiri sebagai orang Katolik, jika memang yang dilakukan sesamaku manusia adalah hal yang dilakukan demi kepentingan bersama, sesungguhnya dia sudah melakukan pelayanan terhadap Tuhan yang sama denganku. Karenanya percuma jika engkau sebagai orang Katolik berteriak-teriak Yesus itu Tuhan, jika dalam teriakanmu tidak terdapat Roh kudus di dalamnya.
Mungkin ini sedikit pemikiranku, menanggapi maraknya perselisihan yang terjadi dalam hidup bermasyarakat di Indonesia, karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berpegangan pada agama dalam imagi mereka, bukan agama yang berasal dari keyakinan mereka terhadap Tuhan YME. Semoga saja bangsa Indonesia bisa melalui ujian ini dengan baik.
"Seperti halnya pensil, agama ditangan orang yang salah, dapat digunakan untuk membunuh"
No comments:
Post a Comment