Tuesday, 16 May 2017

Mahkota Duri

Oh Tuhan.. Aku rasa, aku benar benar harus ke psikolog. Setiap kali ada waktu kosong aku masih kepikiran Maria. Arda dan Acan memang selalu mengecek kondisiku, menanyakan bagaimana perasaanku sekarang, masih kangen apa gak, kepikiran apa gak, aku selalu membohongi mereka. Shit, teman macam apa aku, di saat mereka benar-benar memikirkanku, aku malah berbohong ke mereka. Aku gak kepingin mereka ikut kepikiran gara-gara hal semacam ini.

Aku bahkan menghindari acara-acara liturgi, karena belakangan aku rasa emosiku mulai agak terganggu. Hal ini kusadari ketika menunggu dosen saat ngobrol dengan junior-juniorku yang dibimbing oleh dosen yang sama, aku pernah secara tidak sengaja kepikiran ucapannya saat di umbul, sakit sekali rasanya, dengan segera aku berusaha mengalihkan pikiranku, tapi sepertinya terlambat. Tanpa aku sadari air mataku sudah jatuh. Namun, cuma rasa sakit yang aku rasa, bukan sedih, apalagi marah.

Junior-juniorku mengira, aku terlalu lelah menunggu dosenku yang tak kunjung tiba. Mereka menyarankanku untuk istirahat dulu aja di kantin, mereka akan mengabariku jika dosennya sudah tiba. Aku mulai berjalan menuruni tangga, lalu keluar dari gedung A. Namun aku tidak pergi ke kantin, ku menuju motorku.

Aku pacu motorku sejadinya, selama perjalanan pikiranku bertanya-tanya, Oh Tuhan, kenapa aku tidak bisa mengendalikan pikiran serta emosiku. Aku sudah mebulatkan tekadku untuk melangkah, tetapi Kau selalu mengingatkanku akan hal hal tersebut. Akhirnya aku tiba di Katedral.

Sepi sekali saat itu. Aku mencoba duduk sejenak di depan patung bunda Maria. Menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan diri. Aku ambil rosario yang selalu kubawa dan aku mulai berdoa. Aku tahu kemarin senin itu adalah peristiwa gembira, tetapi aku memilih peristiwa sedih. Dari sana perlahan aku mulai tersadar, disetiap peristiwanya aku menangis sejadinya​.

Aku lupa, jadi orang Katolik itu tidak mudah. Tuhan kita Yesus, bahkan pernah sedih sekali saat Dia mengetahui, manusia yang disayangi-Nya akan dengan keji membunuh-Nya. Tapi Dia tidak lari dari ketakutan itu, setiap rasa sakit di badan dan hati-Nya justru membuat cinta-Nya pada manusia semakin besar. Hanya satu yang jadi pengharapan-Nya, hukum cinta kasih-Nya tetap abadi. Bapa, aku tak tahu apakah, mungkin hal ini adalah mahkota duriku, atau mungkin salibku? Jika iya Bapa, bantu aku untuk menghayati kisah hidupku ini Bapa, kuatkanlah hati dan imanku. Aku tak yakin Bapa, seberapa jauh aku sanggup menahannya seberapa lama aku sanggup menanggungnya, karena itu aku mohon Bapa, bantu aku berdiri lagi jika nanti aku terjatuh.

No comments:

Post a Comment