Mendengar teriakan tersebut, aku dan Icadpun hanya tertunduk lesu, aku sendiri mencoba menahan rasa malu karena harus dilihat orang-orang seruangan - kepala sekolah ini mempunyai telinga macam setan saja pikirku.
"Siapa lagi yang kaupikir mirip setan." tiba-tiba terdengar suara dalam pikiranku.
Kupalingkan pandanganku ke depan, kulihat beliau hanya berdiri saja di atas sana dengan tersenyum tanpa mengatakan sepatah katapun. Bagaimana mungkin, mungkinkah beliau punya telepati?
"Klo iya, memangnya kenapa?" suara itu terdengar lagi dalam pikiranku.
Aku tak dapat menahan rasa terkejutku. Jelas-jelas aku memandangnya, dan di tidak berkata sepatah katapun. Tak berapa lama dia mulai bersuara lagi, kali ini melalu pengeras suara di mimbar sana.
"Sepertinya, anak-anak baru tahun ini, bersemangat sekali, sudah tidak sabar untuk menikmati masa-masa SMA rupanya." nada bicara berubah menjadi lembut, kalau saja bukan karena teguran dan telepatinya yang aneh itu, mungkin dia kepala sekolah yang terlihat baik. "Kalau begitu, untuk 2 orang siswa baru ini, saya berikan kesempatan, untuk bisa bergabung dalam bagian upacara pembukaan ini." Mendengar hal itu aku sedikit kaget, apalagi pikirku?
"Kalian berdua, cepat maju kemari." perintahnya kepadaku dan Richard. Tanpa membantah kami berdua mulai berjalan ke depan. Langkah kami terasa tidak mantap, karena tercampur perasaan antara takut dan malu. Kami pun tiba di depan panggung di bawah mimbar kepala sekolah.
"Siapa nama kalian?" tanyanya kepada kami.
"Saya Roi bu." aku menjawab.
"Saya Richard bu." Richard menjawab.
"Baiklah Roi, Richard karena kalian tampaknya sangat berenergi dan semangat sekali pagi ini, ibu kasih kalian tugas, untuk menjadi pembaca pancasila dan UUD 1945."
"Monic, Tio, kalian kemari, tolong serahkan bacaan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 kalian kepada mereka." panggil beliau kepada 2 orang senior kami yang seharus bertugas. Entah mengapa mereka tampaknya senang sekali, dan menyerahkan bacaan tersebut kepada kami dengan tersenyum.
"Kalian pernah ikut upacara sebelumnya bukan?"
"Pernah bu." jawabku serempak dengan Richard
"Baiklah, klo begitu kalian yang akan menggantikan tugas mereka berdua." setelah mengumumkan hal tersebut, beliau pun meminta kami berdiri di barisan petugas upacara.
Upacarapun dimulai, saat itu aku merasa tidak nyaman sekali berdiri di atas panggung tersebut, melihat wajah-wajah siswa memandangiku dari bangku mereka. Akhirnya tiba saatku membacakan Pembukaan UUD 1945, aku mulai melangkah dari barisanku menuju mimbar yang berada di kiri panggung. Aku berdeham sekali, menarik nafas panjang, lalu aku mulai membacakannya, semua terasa singkat, dan baik-baik saja, aku membaca semuanya tanpa masalah. Aku berpikir ini tidak ada bedanya dengan membaca buku atau majalah, hanya saja di depan umum. Setelah selesai membaca, sontak terdengar tawa dari beberapa peserta upacara, dan guru-guru memandangiku dengan pandangan heran. Sontak sekujur tubuhku terasa dingin, aku mencoba berpikir apa yang salah? Aku rasa aku sudah membaca setiap kalimat dengan tepat.
"Tidak apa, silahkan balik kebarisanmu." Terdengar suara kepala sekolah itu dipikiranku, aku melirik kearahnya, kulihat dia tersenyum, dan aku mulai melangkah kembali ke barisan. Kulihat Richard seperti sedang menahan tawanya.
"Bagus sekali Roi, lu bintang hari ini."
"Tak usah pula kau ikut mentertawakanku, sana setelah ini giliranmu kan."
Aku masih memikirkan apa yang salah dengan aku tadi. Richard mulai berjalan ke mimbar setelah MC memintanya untuk maju. Richard mulai membacakan Pancasila, dan sepertinya aku tersadar, di mana letak salahku. Richard membacakannya dengan lantang dan tegas, berbeda denganku tadi.
Aku tak sabar ingin upacara ini segera selesai. Setelah melewati ceramah yang panjang dari kepala sekolah, upacarapun berakhir. Setelah semua guru meninggalkan aula, petugaspun iku meninggalkan setelahnya, dan karena aku beserta Richard menjadi petugas, kami ikut meninggalkan aula dari pintu belakang panggung. Sesampainya di belakang panggung, kulihat kepala sekolah mendatangi kami berdua.
"Tidak buruk untuk anak baru, dan sepertinya kau Roi, belum pernah melihat upacara sebelumnya?"
"Maaf bu, saya terakhir mengikuti upacara kelas 6 SD, itu pun belum pernah menjadi petugas."
"Tidak apa, setelah ini Roi, kamu ke ruangan saya dulu ya, ada beberapa hal yang ingin ibu tanyakan."
Apalagi ini pikirku, semoga bukan hal yang merepotkan.
"Roi, lu udah cek zodiac hari ini belom?"
"Tak pernah aku percaya begituan chad."
"Entahlah, sepertinya keberuntunganlu buruk banget hari ini." kata Richard setengah mengejek ku.
"Apalah itu, sudah, aku bergegas ke ruangannya dahulu, tak tau pula apa yang hendak dibicarakannya."
Aku pun berpisah dengan Richard, dan berjalan menuju ruangan kepala sekolah yang tak kuketahui berada di mana.
(-cont)
=========================================================================
nb: bagian ini mencoba tetap mengambil bagian dari Indonesia.
Karena hidup ini terlalu panjang untuk tidak kita abadikan, aku menulis untuk membuat semua kenangan hidup ini terukir jelas, semuanya kutulis berdasarkan hati yang tulus.
Thursday, 22 February 2018
Friday, 2 February 2018
Belum Ada Judul CH3
"Hahaha, hai.." aku menyapanya seraya melewatinya dan duduk di bangku A49, tak pernah kukira sebelumnya ternyata dia duduk di A50.
Keheningan tiba-tiba muncul diantara kami berdua. Tak butuh waktu lama untuk tiba-tiba terdengar suara yang meminta izin untuk lewat lagi. Kali ini seorang cowok, perawakannya tinggi, besar, dan tegap dengan rambut cepak ala-ala militer, wajahnya tidak begitu menarik, standar orang jawa pikirku. Lalu dia berjalan melalu gadis itu, melewatiku dan duduk di sebelahku.
"Hai, kenalin, nama gue Richard, temen-temen gue biasa manggil gue Icad." tiba-tiba saja dia mengajakku berkenalan.
"Hai, Icad, panggil saja aku Roi,," seraya menjabat tangannya.
"Berasal dari mana kau Roi?"
"Aku asli orang Saga, hanya saja ketika SMP, aku menghabiskan waktuku untuk bersekolah di rumah kakekku di Jard."
"Wow, Jard, ibu kota Negara kita yang penuh dengan bangunan megah, dan hiburan itu!!" jawabnya mengejutkanku, tak ada yang terlalu istimewa dari Jard pikirku, kecuali banjir dan polusinya.
"Tidak ada yang pantas dibanggakan dari Jard Icad, tak ada satupun, memang kau berasal dari mana Icad?"
"Gue berasal dari Jara Roi, tapi orang tua gue asli dari Jawa, tapi gue selalu menyaksikan hal-hal bagus ada di Jakarta dari film-film, seperti Taman Hiburan Fantasia, Menara Emas, dan pantai pasir putihnya."
"Ah, malah Jara menurutku sangat menarik Icad, dekat Kepulauan Ivory kah rumahmu itu?" Aku cukup terkejut mengetahui dia berasal dari Jara.
"Tidak, tidak Roi, Kepulauan Ivory masih sekitar 6 jam perjalanan dari tempat gue. Pertama kita harus ke Solk dahulu, lalu menyebrang ke sana." Icad lalu mengalihkan pandangannya ke arah gadis di bangku A50 itu. "Hai nona cantik, bolehkah kita berkenalan?" pertanyaannya membuatku terkejut, dan seperti yang kuduga, gadis itu hanya menatapnya tajam.
"Tak usah, kau hiraukan dia Icad, tak ada gunanya." kataku pada Icad.
"Jangan begitu Roi, kita ini akan jadi teman 1 asrama, tidak baik baru awal sudah bermusuhan, maafin gue klo gak sopan, tapi gue memang ingin berkenalan." Roi memaksanya dengan mengulurkan tangannya.
Sejenak gadis itu menatapnya lagi, lalu menatap tangannya. "Siva." Jawabnya singkat seraya membalas uluran tangan Icad.
Aku gak nyangka ada orang semacam Richard, bias langsung akrab dengan orang baru -klo aku lebih baik dima dan menjauhi masalah. Tak kusangka juga gadis aneh itu mau menjawabnya.
Tiba-tiba saja, seseorang pria naik ke atas panggung, sepertinya dia senior kami. Dia mengumumkan pada kami bahwa upacara penerimaan siswa baru akan segera di mulai, dan dia meminta kami untuk tenang. Sudah lama pula aku tidak mengikuti upacara, pikirku aku akan berbaris di tengah-tengah lapangan, seperti saat aku Sekolah Dasar dulu, tapi sepertinya di sini kami melakukan upacara di dalam sebuah Aula, unik memang.
Terdengarlah suara alunan music memenuhi ruangan, dan paduan suara mulai bernyanyi. Aku tak begitu paham, karena music itu baru bagiku, bukan lagu nasional atau daerah pula, mungkin mars sekolah ini. Perlahan, tampak orang-orang memasuki ruangan dari belakang panggung, menuruni tangga panggung dan mereka berdiri di depan bangku yang memang tampaknya khusus disediakan untuk mereka. Tampak banyak sekali yang keluar, jika kuhitung jumlahnya ada 60, dan mereka tampak masih sangat muda- sekitar 25 tahun sampai 30 pikirku.
Paling terakhir keluar seorang wanita, masih muda, anggun dan cantik sekali. Tidak seperti yang lain, dia langsung menuju ke atas mimbar yang terletak di tengah panggung.
"Lu tahu siapa dia Roi?" tiba-tiba Richard berbisik padaku.
Kualihkan pandanganku ke arahnya, "Tak tahu, dari tempatnya berdiri, sepertinya dia kepala sekolah."
"Betul sekali Roi, dia kepala sekolah ini."
"Hebat sekali ya, di usia semuda itu bias jadi kepala sekolah." gumamku pada Richard.
Richard pun menatapku tajam, dan mendekatkan wajahnya padaku. Lalu di berbisik lagi, "Lu jangan tertipu oleh penampilannya Roi, dia tidak muda, umurnya klo tidak salah sudah sekitar 40 tahunan."
Sejenak aku terkaget mendengar hal itu. "Yang benar saja Cad, kau jangan mengada.."
"HEI YANG DI SANA!!" Teriakan itu jelas datang dari microfon, dan memotong pembicaraanku dengan Richard.
Kami berdua pun secara seksama dan perlahan, memalingkan pandangan kami ke arah panggung.
"YA KALIAN, KALIAN 2 COWOK YANG TAMPAKNYA HENDAK BERCIUMAN!" teriaknya lagi.
Mati aku, pikirku dalam hati. Niatku untuk melalui hari dengan biasa saja, sudah hancur di hari pertama aku sekolah.
(Bersambung -)
Notice:
Karena beberapa kesibukan, jadi belom sempat update di bulan Januari kemarin, tapi tenang bulan Februari juga akan ada lanjutannya.
Keheningan tiba-tiba muncul diantara kami berdua. Tak butuh waktu lama untuk tiba-tiba terdengar suara yang meminta izin untuk lewat lagi. Kali ini seorang cowok, perawakannya tinggi, besar, dan tegap dengan rambut cepak ala-ala militer, wajahnya tidak begitu menarik, standar orang jawa pikirku. Lalu dia berjalan melalu gadis itu, melewatiku dan duduk di sebelahku.
"Hai, kenalin, nama gue Richard, temen-temen gue biasa manggil gue Icad." tiba-tiba saja dia mengajakku berkenalan.
"Hai, Icad, panggil saja aku Roi,," seraya menjabat tangannya.
"Berasal dari mana kau Roi?"
"Aku asli orang Saga, hanya saja ketika SMP, aku menghabiskan waktuku untuk bersekolah di rumah kakekku di Jard."
"Wow, Jard, ibu kota Negara kita yang penuh dengan bangunan megah, dan hiburan itu!!" jawabnya mengejutkanku, tak ada yang terlalu istimewa dari Jard pikirku, kecuali banjir dan polusinya.
"Tidak ada yang pantas dibanggakan dari Jard Icad, tak ada satupun, memang kau berasal dari mana Icad?"
"Gue berasal dari Jara Roi, tapi orang tua gue asli dari Jawa, tapi gue selalu menyaksikan hal-hal bagus ada di Jakarta dari film-film, seperti Taman Hiburan Fantasia, Menara Emas, dan pantai pasir putihnya."
"Ah, malah Jara menurutku sangat menarik Icad, dekat Kepulauan Ivory kah rumahmu itu?" Aku cukup terkejut mengetahui dia berasal dari Jara.
"Tidak, tidak Roi, Kepulauan Ivory masih sekitar 6 jam perjalanan dari tempat gue. Pertama kita harus ke Solk dahulu, lalu menyebrang ke sana." Icad lalu mengalihkan pandangannya ke arah gadis di bangku A50 itu. "Hai nona cantik, bolehkah kita berkenalan?" pertanyaannya membuatku terkejut, dan seperti yang kuduga, gadis itu hanya menatapnya tajam.
"Tak usah, kau hiraukan dia Icad, tak ada gunanya." kataku pada Icad.
"Jangan begitu Roi, kita ini akan jadi teman 1 asrama, tidak baik baru awal sudah bermusuhan, maafin gue klo gak sopan, tapi gue memang ingin berkenalan." Roi memaksanya dengan mengulurkan tangannya.
Sejenak gadis itu menatapnya lagi, lalu menatap tangannya. "Siva." Jawabnya singkat seraya membalas uluran tangan Icad.
Aku gak nyangka ada orang semacam Richard, bias langsung akrab dengan orang baru -klo aku lebih baik dima dan menjauhi masalah. Tak kusangka juga gadis aneh itu mau menjawabnya.
Tiba-tiba saja, seseorang pria naik ke atas panggung, sepertinya dia senior kami. Dia mengumumkan pada kami bahwa upacara penerimaan siswa baru akan segera di mulai, dan dia meminta kami untuk tenang. Sudah lama pula aku tidak mengikuti upacara, pikirku aku akan berbaris di tengah-tengah lapangan, seperti saat aku Sekolah Dasar dulu, tapi sepertinya di sini kami melakukan upacara di dalam sebuah Aula, unik memang.
Terdengarlah suara alunan music memenuhi ruangan, dan paduan suara mulai bernyanyi. Aku tak begitu paham, karena music itu baru bagiku, bukan lagu nasional atau daerah pula, mungkin mars sekolah ini. Perlahan, tampak orang-orang memasuki ruangan dari belakang panggung, menuruni tangga panggung dan mereka berdiri di depan bangku yang memang tampaknya khusus disediakan untuk mereka. Tampak banyak sekali yang keluar, jika kuhitung jumlahnya ada 60, dan mereka tampak masih sangat muda- sekitar 25 tahun sampai 30 pikirku.
Paling terakhir keluar seorang wanita, masih muda, anggun dan cantik sekali. Tidak seperti yang lain, dia langsung menuju ke atas mimbar yang terletak di tengah panggung.
"Lu tahu siapa dia Roi?" tiba-tiba Richard berbisik padaku.
Kualihkan pandanganku ke arahnya, "Tak tahu, dari tempatnya berdiri, sepertinya dia kepala sekolah."
"Betul sekali Roi, dia kepala sekolah ini."
"Hebat sekali ya, di usia semuda itu bias jadi kepala sekolah." gumamku pada Richard.
Richard pun menatapku tajam, dan mendekatkan wajahnya padaku. Lalu di berbisik lagi, "Lu jangan tertipu oleh penampilannya Roi, dia tidak muda, umurnya klo tidak salah sudah sekitar 40 tahunan."
Sejenak aku terkaget mendengar hal itu. "Yang benar saja Cad, kau jangan mengada.."
"HEI YANG DI SANA!!" Teriakan itu jelas datang dari microfon, dan memotong pembicaraanku dengan Richard.
Kami berdua pun secara seksama dan perlahan, memalingkan pandangan kami ke arah panggung.
"YA KALIAN, KALIAN 2 COWOK YANG TAMPAKNYA HENDAK BERCIUMAN!" teriaknya lagi.
Mati aku, pikirku dalam hati. Niatku untuk melalui hari dengan biasa saja, sudah hancur di hari pertama aku sekolah.
(Bersambung -)
Notice:
Karena beberapa kesibukan, jadi belom sempat update di bulan Januari kemarin, tapi tenang bulan Februari juga akan ada lanjutannya.
Subscribe to:
Posts (Atom)