Wednesday, 30 August 2017

Cinta dan Gunung

Well, kalo disuruh mendeskripsikan cinta dan gunung, hmm. Orang-orang selalu berkata, menaklukan hati wanita itu seperti berusaha mendaki gunung. Mereka selalu bilang jika kita menyerah di tengah jalan, kita tidak akan pernah sadar betapa dekatnya kita dengan puncak. Honestly, I couldn't agree with that point of view.

Ya cinta itu seperti kita mendaki gunung. Aku mendaki gunung karena aku menyenangi keasrian alamnya dan berusaha untuk ikut menjaga keasrian tersebut dengan mengumpulkan sampah. Tapi apa yang dilakukan orang orang saat ini? Mereka yang membuang sampah di gunung adalah mereka yang tidak punya nurani.

Bagiku tidak semua gunung harus aku daki hingga ke puncak. Kadang aku berpikir, kenapa harus ngotot sampai ke puncak, apa yang kau cari, kepuasan, ego, kesombongan, pembuktian karakter? Well, semua itu bullshit, karena pada kenyataannya kau yang naik dan turun tidaklah ada bedanya. Mendaki gunung bagiku sebuah perjalan retret, akan kehidupanku, mencari tempat yang sunyi untuk berbicara denganNya. Membuatku menyadari realita dunia yang ada disekitarku. Ketika aku harus berhenti sebelum sampai puncak dan harus kembali turun, bagiku itu bukanlah sebuah kegagalan, itu adalah jawaban terhadap realita yang ada, bahwa persiapanku tidak matang.

Begitu juga cinta, ketika kau sudah berjuang dari awal, dan gagal di tengah jalan, kau tak perlu berkecil hati, kau bisa mencoba mendakinya lain hari. Namun untuk apa kau berjalan sampai atas? Bagiku menghabiskan waktu di bukit bukit kecil seperti Andong, Telomoyo, dan Sikunir lebih berharga dibandingkan aku harus naik Mahameru, karena bukit bukit kecil itulah yang membuatku nyaman untuk menikmati matahari terbit, teman menulis, atau sekedar menenangkan pikiran. Ingatlah menyerah disaat yang tepat bukanlah sebuah kegagalan, menyerah membuatmu menjadi pribadi yang lebih siap dan menunjukan padamu hal lain yang kamu lewatkan.

Cinta dan Bunga

Aku bingung kenapa orang selalu merelasikan perasaan cinta dengan bunga. Parahnya lagi, mereka mengorbankan sekuntum bunga demi menunjukan pembuktian rasa cintanya terhadap seseorang yang dia cintai. Hello, are you crazy guys? Di mana letak cinta dalam membunuh? Ya, tanpa kau sadari kau membunuh sebuah bunga hanya demi kesenangan sesaat. Jika kau memang memiliki rasa cinta dalam dirimu kau tak akan pernah tega untuk memetiknya. Sepertinya pemikiranku yang seperti ini, membuatku menjadi orang yang kalau suka dengan seseorang, lebih memilih menikmatinya dari kejauhan, karena aku percaya cinta itu ibarat bunga di halaman, yang harus dirawat secara teratur. Jika kau sudah merawatnya dengan baik namun dia tetap layu, itu bukanlah salahmu, memang bunga tersebut yang tidak cocok tumbuh di halamanmu. Kau tidak akan bisa memaksakan bunga beriklim salju tumbuh di daerah tropis.

Friday, 11 August 2017

Sarjana

Selesai sudah perjalananku menggapai gelar sarjanaku. Bukan perjalanan singkat dan mudah. Masih hangat di memoriku, seperti apa rasanya, pertama kali menjejakan kaki di Undip. Kaderisasi yang keras, yang kadang membuatku berpikir untuk menyerah. Kepala botak disiram mentari panas, dibentak dari sore sampe subuh oleh senior, disiram air dingin saat tengah malam, diminta kumpul saat sedang enak enaknya menikmati mimpi malam, tugas yang banyak dan kadang gak masuk akal. Itu semua kucoba kulakukan dengan ikhlas, karena aku percaya, senior kami tidak berencana membunuh kami. Melalui hal hal semacam itulah, aku semakin mudah mengenal angkatanku. Orang awam bilang itu kejam, maba sekarang bilang itu ketinggalan zaman, buat gw itu namanya perjuangan!! Berkat teman satu angkatanku lah, aku berusaha untuk tetap bertahan, bersama melewati proses kaderisasi tersebut, membentuk mental yang tak takut untuk mencoba hal baru, berani karena benar, takut karena salah. Setiap bentakan yang dilontarkan senior, melatih telingaku mendengar lebih baik, setiap hukuman fisik yang kujalani menempa fisikku menjadi lebih tangguh, dan setiap kali suaraku ditenggelamkan oleh mereka, membuatku mampu bersuara lebih lantang. Semua pencapaianku hingga saat ini, tidak terlepas dari proses tersebut, dan aku berterima kasih sekali, masih merasakan proses tersebut.

Kaderisasi yang kudapatkan tidak hanya berasal dari jurusan saja. PRMK FT juga sudah membantuku melihat, seperti apa Katholik yang sejati. Mengajarkanku melihat sudut pandang rohani yang lebih luas. Sebuah pendalaman iman yang tak akan pernah aku dapatkan dari kehidupan menggereja. Tinggal di beskem, membuatku semakin mendalami makna dari kata pelayanan. Bertukar pikiran akan segala aspek sosial, debat kusir yang kadang menyita waktu seharian, bahkan berbulan bulan. Mulai dari aspek sosial dan politik, bahkan sampai budaya dan kenakalan remaja, tidak pernah bosan dulu aku, kami dan mereka mengahabiskan waktu hanya untuk berbicara. Terima kasih PRMK FT, banyak sekali yang aku dapatkan darimu, namun hanya sedikit yang bisa kuberikan, meskipun aku terkadang sedih melihat kondisimu saat ini, tapi aku tahu, semua roda ada titik rendah dan tingginya, aku berharap semangat pelayananmu akan tetap hidup dan militan, seperti santa pelindung kita Jeanne D'Arc.

Tentu saja kehidupan di kampusku tak melulu seputar aktivitas sosial dan organisasi saja. Perjuangan dibidang akademis pun tidak terbilang mudah. Mood yang kadang naik turun, perasaan sedih karena kehilangan, atau ditolak sang pujaan, cukup menjadi tantangan yang berat untuk dilampaui. Dosen yang kadang datang seenaknya, atau menginap di kampus karena harus asistensi tengah malam, bahkan turun Sigar Bencah di pagi buta demi mengejar ACC laporan praktikum. Semua kejadian itu memang menyebalkan, namun semua itu menjadi bumbu penyedap perjalananku, membuatku tersenyum dan berkata, Aku sudah melewati itu semua, dan masih tetap bisa tersenyum. Well, tidak ada pengalaman yang sia sia, setiap pengalaman akan mengajarimu sesuatu, tinggal bagaimana kamu menggunakan setiap pengalamanmu itu untuk berkembang ke arah yang lebih baik lagi.

Terakhir adalah keluargaku yang kuakui selama perjalananku ini sedikit terabaikan. Bisa bertemu mereka setahun sekali saja sudah ajaib sekali rasanya, maafkan aku yang kerap melupakan kalian, karena kesibukanku. Ibu yang selalu mau mendengar keluh kesahku, yang tak pernah bosan membuatku tersenyum saat hatiku sedang patah. Ayah yang dibalik tangan dinginnya, selalu menyelipkan cinta dan dukungan akan semua hal yang kukerjakan. Adekku yang selalu ada disaatku membutuhkannya. Terima kasih Tuhan atas keluarga yang telah Engkau berikan padaku, terima kasih sudah menjaga mereka saat tanganku tak mampu menggenggam mereka. Semua pencapaianku saat ini merupakan bagian dari setiap doa mereka yang Kau dengar. Semoga dengan semua ilmu dan pengalaman yang telah kudapatkan, aku mampu mengembangkannya ke arah yang lebih baik lagi, sehingga aku mampu menggapai asa ku, dan menjadi terang serta garam dunia.

Sunday, 6 August 2017

24th

Genap sudah usiaku 24 tahun. Usia tersebut bukan hanya sekedar angka bagiku, melainkan sebuah perjalanan yang gak mudah. Sebuah perjalanan hidup yang membentuk banyak sekali karakter diriku hingga saat ini. Entah sudah berapa banyak keringat, darah dan air mata yang mengiringi hidupku hingga saat ini.

Seperti ulang tahunku yang biasanya aku menyempatkan diri untuk merefleksikan semua yang sudah kulakukan dari tahun ke tahun. Lama sekali kupandangi cermin di kamarku, tampak sudah bekas bekas luka, wajah yang menua, dan badan yang membesar. Aku bertanya, sudah puaskah? Seberapa dekatkah aku dengan mimpiku? Bahkan waktu yang berada dari umur 23 hingga 24 50% nya habis hanya untuk galau masalah hati. Fuck..!!!

I never realized how stupid I was, or it was always like this. It was always this late for me, to saw, to understand what I'm really lacking off. Namun, aku percaya, semua ini ada maksudnya, mungkin mereka yang telah melukai hatiku, dikirim-Nya untuk menguji seberapa tangguhnya hatiku, apakah hatiku sudah siap untuk menghadapi ujian yang lebih berat lagi di esok hari? Ya aku berterima kasih atas semua permasalahan tersebut. Aku bahkan sempat berpikir, jika lulusku tepat waktu, apa yang akan aku dapatkan? banyak sekali pengalaman berharga yang aku dapatkan karena lulus terlambat.

Ya, belakangan aku merasa lebih baik aku mulai mementingkan diriku sendiri lebih dulu. Egois atau tidak, aku mempunyai maksud tersendiri dalam setiap tindakanku. Aku juga mulai bisa memikirkan matang-matang setiap kata dan tindakan yang akan aku lakukan, seperti apa dampaknya bagi orang lain, semuanya sudah aku pikirkan baik baik.

Semoga di tahun tahun yang akan datang, aku masih bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik lagi.