Thursday, 6 October 2016

Pemimpin

Tiba-tiba saya mendapatkan sedikit pemikiran tentang hal ini. Semua bermula di pagi hari ini 20 september 2016. Pikiranku akan sebuah organisasi bernama PRMK-FT membuatku sedikit tidak mood dalam menjalani hari ini. Kegelisahanku akan kepengurusan saat ini serta keterbatasanku akan kemampuanku untuk menurunkan nilai-nilai yang selama ini kupunya, membuatku merasa pasrah dan hanya bisa berdoa pada sore harinya. Hingga aku teringat akan sebuah ayat di Alkitab 1 Korintus 13:4 yang berbunyi, "Kasih itu sabar, Kasih itu tidak cemburu, Kasih itu tidak bermegah, Kasih itu tidak berkesudahan."

Tulisan tersebut serta permenunganku pada sore itu, menghasilkan sebuah kesimpulan di mana aku mencoba untuk bertahan di sini, mencoba mencari celah bagiku menanamkan nilai-nilai tersebut, meskipun aku tersadar itu bertolak belakang dengan prinsipku, karena aku tidak ingin mencederai idealisme mereka dalam menjalani masa-masa kepengurusan di PRMK-FT aku ingin mereka berkembang dengan pemikiran-pemikiran mereka sendiri, sementara jika memang mereka membutuhkan, aku selalu siap untuk memberikan pemikiran alternatif yang aku punya, bukannya memberikan langsung apa yang aku punya pada mereka. Malam haripun tiba, tanpa direncanakan tiba-tiba malam itu aku seolah diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk dapat berbicara langsung dengan Stephen (sekum saat ini). Mendengarkan berbagai macam pemikirannya serta curhatannya seputar kepengurusan, membuatku sedikit memahami Stephen itu sendiri. Dia tidak seperti selama ini yang aku bayangkan, ketika aku hanya mendengar pendapat dari orang-orang seputar dia. Dia memiliki pemikiran yang sangat bagus, bagaimana segala macam ide dan pemikirannya berlandaskan bukan hanya dari satu sumber saja, dia bahkan mengerti banyak hal, yang sepertinya jarang orang lain ketahui, dan dia senang membaca buku, namun sangat disayangkan pemikiran yang bagus tersebut tidak dilandasi dengan semangat yang jelas.
 
Pukul 3 pagi tanggal 21 November 2016, seperti biasa tiap pagi aku selalu nangkring di kamar mandi, karena jam biologisku sudah teratur jam segitu. Selama boker tersebut aku merenungkan kembali apa yang menjadi pembahasanku bersama Stephen tadi, dan aku teringat akan perkataan Tio di Whatsapp. Pak tua itu membahas tentang masalah yang mungkin ada saat ini yaitu, masalah krisis kepemimpinan. Aku jadi teringat akan perkataan para motivator yang selalu berkata jika setiap orang dilahirkan sebagai pemimpin. Menanggapi perkataan tersebut aku sendiri agak kurang setuju. Bagiku setiap orang memang ditakdirkan menjadi pemimpin tapi hanya bagi dirinya sendiri dan itu adalah sebuah keharusan bagi semua orang, dimana setiap orang harus dapat berkomitmen dalam hidupnya, mempunyai tujuan, idealisme dan ideologi hidup yang jelas, serta paham seperti apa perannya dalam kehidupan yang singkat ini, bahkan untuk dapat menjadi pemimpin yang baik bagi diri sendiri saja tidak mudah, apalagi jika harus menjadi pemimpin bagi orang lain. Bahkan Yesus sendiripun pernah mengatakan jika pemimpin adalah orang yang menjadi pelayan bagi yang lainnya.

Bapak pendidikan kita pun Ki Hajar Dewantara pernah berpepatah, "Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani." yang terkadang membuat bertanya-tanya, apa yang beliau pikirkan, mungkin beliau memang menyadari karakteristik manusia, di mana tidak semua manusia harus menjadi pemimpin bagi yang lainnya, melainkan cukup menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan memahami peran masing-masing, lalu lakukanlah tindakan yang terbaik menurut perananmu tersebut, sehingga kita dapat mencapai tujuan bersama. Jadi aku dapat menarik sebuah kesimpulan dengan melihat kondisi kepengurusan saat ini, masih banyak sekali mereka (pengurus) yang belum benar-benar memahami dirinya sendiri, sehingga yang berdampak pada kurang pemahaman akan peranan mereka seutuhnya di dalam biro ini, sehingga mereka terkesan hanya menjalankan organisasi seperti layaknya sebuah robot.

No comments:

Post a Comment