Monday, 10 December 2012

Give UP!

Sering berpegian keluar kota membuatku melihat banyak sekali wajah-wajah kehidupan, yang membuatku membuka mata dengan keadaan sekitarku. Jelas sekali tampak perbedaan antara kaya dan miskin di banyak tempat, hal ini terkadang terasa miris, setiap kali aku melintas jalanan yang dipenuhi oleh rumah-rumah megah, tapi tak lama berselang munculah gubuk-gubuk yang mereka bilang itu adalah rumah. Aku merasa tak berdaya, jika harus berpikir apa yang bisa kuperbuat untuk mereka, sementara hidupku sendiri pun masih seperti gubug reot yang perlu di tata ulang. Pasca era kegelapan dalam hidupku, aku masih berjalan tanpa arah, tak ada visi, misi, atau apapun yang bisa kujadikan pegangan. Cuman satu yang kupercaya dan kuyakini, kemanapun aku melangkah Dia selalu menyertaiku dan berusaha untuk menjauhkanku dari jalan yang pernah kulalui dulu. Mereka bilang dengan belajar, kita bisa membantu mereka yang kurang beruntung. Tapi apa yang kulihat saat ini adalah mereka yang sudah belajar dan menjadi pintar hanya mencari kesenangan bagi diri mereka sendiri. Setelah mereka mendapat apa yang mereka impikan mereka malah mencari hal yang lebih lagi. Apa yang dikatakan para motivator, tokoh masyarakat, semua terasa bullshit. Belajar saja tidak bisa menyelesaikan semuanya, manusia pada dasarnya tidak pernah lepas dari rasa rakus mereka, begitu juga diriku, tapi aku mencoba belajar untuk menguranginya. Mungkin aku yang dulu memang rakus, tapi aku sudah mempunyai kontrol diriku terhadap hal tersebut, cukup mengingat barang apa saja yang sudah kurusak, apa saja yang sudah kuhilangkan, apa yang sudah kucapai, dan seperti apa aku sekarang, sudah cukup membuatku untuk tetap menutup dompetku rapat-rapat. Lalu aku mengambil kesimpulan seperti ini, jika belajar saja tidak cukup lalu apa yang dibutuhkan? Tindakan nyata saja pun tidak akan pernah cukup, memberi sumbangan pun hanya seperti memberikan setetes air di tengah kehausan yang luar biasa, tapi aku tahu satu hal, semua yang sudah terjadi memang tak bisa kita hentikan, tapi kita bisa mencegah hal itu untuk terjadi lagi. Bagiku hal itu yang kurang dari semua orang yang udah ada sampai saat ini, mereka yang pintar selalu memberikan sumbangan dalam bentuk materi. Hal seperti itu tidak akan pernah cukup menghentikan laju kemiskinan, ilmu dan rohani, adalah 2 hal vital yang tak pernah diberikan oleh orang-orang pintar ini. Mungkin untuk mereka yang sudah tua yang sudah korup, materi adalah sesuatu yang mereka butuhkan karena mereka telah melihat segala kenikmatan orang lain yang mempunyai cukup materi. Tapi tidak dengan anak-anak, mereka tidak pernah peduli dengan hal itu, jika kita memberi mereka ilmu yang cukup, dan rohani yang baik mereka pasti dapat tumbuh dengan baik pula.
Bahkan dengan ilmu yang baik saja tidak akan cukup (berkaca pada diriku sendiri), sampai sekarang pun aku masih buta dengan agamaku sendiri. Memang aku dilahirkan dikeluarga Katolik yang kental, dan aku pun tahu Tuhan Yesus adalah sumber kekuatan dan penolongku yang setia. Tapi apa itu katolik sendiri aku masih belum tahu apa-apa. Makanya ketika aku pertama kali masuk Undip, dan aku melihat orang-orang muda berdiri dengan spanduk-spanduk dari kertas yang bertuliskan PRMK-FT dengan setengah rasa segan aku mencoba menghampiri mereka, awalnya aku agak canggung untuk menyapa mereka, tapi sambutan mereka ternyata sangat ramah, dengan senyuman spesial dari orang yang belakangan kutahu namanya mbak Gori, dan Mas Rio seolah menyambutku tanpa mempedulikan seperti apa aku kelihatannya waktu itu. Lalu aku juga dikenalkan dengan mereka yang ternyata menjadi sahabat-sahabat terbaikku saat ini Ladislaus Risangpajar dan Yulius Krisna, yah mereka adalah 2 sahabat terbaik pertamaku di sini. Satu hal yang kuingat ketika aku mengenal PRMK-FT, mereka bukanlah anak-anak seperti diriku, mereka adalah orang dewasa, yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan seputar katolik tadi. Aku diberi tahu jika PRMK-FT adalah sebuah biro pelayanan yang ada untuk melayani semua mahasiwa katolik yang ada di Undip ini. Aku belajar mengenai makna pelayanan yang sesungguh dari sini. Aku yang awalnya hanya tertarik untuk mencari nilai sebaik-baiknya karena terbawa arus untuk bisa membuat orang tuaku tersenyum karena selama ini aku sudah menyusahkan mereka, ternyata mulai memahami semua ini kulakukan untuk siapa? untuk diriku sendiri, untuk orang lain? Lalu aku tahu orang tuaku tak pernah menginginkanku untuk membuat mereka tersenyum, itu hanyalah sebuah ambisi pribadi yang kubuat karena traumaku akan masa lalu, yang mereka inginkan adalah aku bisa menjadi siapa diriku sebenarnya, bisa menjadi bagian dari lingkungan sosial yang keras dan tetap peduli dengan mereka yang kesusahan. Awalnya semangatku untuk menjadi berguna bagi orang lain sempat gugur karena musibah-musibah yang kualami selama di kota ini, aku pernah mengutuk tempat ini. Tapi seperti biasa Dia membuka mataku, melihatkan padaku apa yang kumiliki dan kubutuhkan, ternyata memang semua yang kubutuhkan ada di dekatku, logika dan perasaan, serta bantuan orang-orang yang ada disekitarku. Makanya kenapa aku harus menangisi sesuatu yang tidak kubutuhkan. Mungkin tangisku itu bukan karena aku sedih kehilangan hal tersebut, tapi karena aku sudah melalaikan tanggung jawab yang diberikan oleh orang tuaku padaku, aku tak peduli bahkan jika dengan kehilangan nyawaku aku bisa membahagiakan orang lain itu sudah cukup bagiku. Oleh karena itu, bagiku perasaan cinta dan hampa yang kurasakan selama ini menjadi motivasi bagiku, kalau dengan penderitaan dan sakit karena sendirian aku bisa berkembang, dan membantu mereka yang membutuhkan, berjalan dijalan berbatu yang tajam ini pun akan kulakukan, walau artinya sampai mati aku tetap sendirian, karena siapa pula yang mau diajak berjalan bersama dijalan seperti ini. Lalu belakangan ini aku selalu berpikir tentang pengakuan dosa, seperti yang sudah kubilang sebelumnya, selama ini untuk ke gereja itu seperti sebuah paksaan saja, tapi setelah tinggal sendirian di kota ini, aku merindukan saat ke gereja dengan keluargaku. Karena ke gereja saja sudah paksaan apalagi untuk melayani gereja, jadi misdinar aja gak pernah, ibadat dilingkungan juga gak pernah, pelayanan terakhir buat gereja (itu juga dipaksa) waktu koor kelas 5, aku bahkan ingat pernah dibilang kafir, tapi itu tak salah karena dulu aku memang seperti itu. Tapi sekarang ketika menjelang natal ke 2 di kota ini, aku diingatkan lagi oleh ibuku untuk mengaku dosa, aku bahkan sudah lupa apa rasanya mengaku dosa, apa tujuannya sementara terakhir kali aku mengaku dosa kelas 4 SD ketika penerimaan sakramen ekaristi. Apakah aku harus mengakui semua dosaku di depan pastur dari kelas 4 SD sampai sekarang, dan aku yakin jika itu kulakukan bisa makan waktu seharian. Aku mungkin punya seorang teman yang sifatnya bertolak belakang dari diriku, dia besar dalam lingkungan yang pelayanannya sangat kental sekali, ingin sekali saat ini aku bertanya padanya, tapi karena sebuah tindakan bodoh yang kulakukan, sepertinya kehadiranku malah menjadi pengganggu baginya. Aku memang bodoh, semua yang kulakukan selalu berakhir kesalahan, aku memang naif, tapi memang ada rasa yang berbeda jika bersamanya, tapi mengumbarnya memang sebuah kesalahan seharusnya rasa itu tetap kupendam saja. Apa bisa orang bodoh sepertiku menyelamatkan mereka yang membutuhkan. 

Saturday, 8 December 2012

Catch UP!!!!

Kuberjalan menyusuri setiap sudut kota semarang. Mencoba memahami makna kehadiranku di kota ini. Sering kali aku merasa aku berada di tempat yang salah. Selalu berpikir untuk kembali di awal ku membuat keputusan ini. Tapi itu percuma saja, semua yang sudah terjadi, tak bisa di ulang kembali. Lalu aku teringat akan satu hal. Mimpiku masa kecil, ketika ibuku bertanya padaku, nanti kalau kamu udah besar mau kuliah di mana? "Teknik Elektro Undip." jawabku mantap. Ibuku cuman tersenyum, dan bilang "Kamu emang dasar anaknya bapak, apa-apa maunya ngikutin bapakmu, tapi kalau udah jauh-jauh di purwakarta gini kenapa kamu gak mau ke ITB aja?". Aku yang belum tahu betapa bagusnya ITB, malah menjawab, "Lha emangnya Undip jelek?", mendengar jawabanku ibuku cuman tertawa. Beliau cuman bilang dimanapun kamu sekolah atau kuliah selama kamu menjalaninya dengan benar itu udah bisa buat ibu bahagia kok. Yah, kata-kata beliau yang terakhir seolah-olah terus terngiang terus di kepalaku hingga saat ini.

Memang kota ini sudah mengajariku banyak sekali makna penderitaan. Motor hilang, hampir masuk rumah sakit, kecelakaan, HP hilang, dan masih banyak lagi. Awalnya aku hanya menyalahkan kenapa aku harus berada di kota ini mungkin nasibku berbeda jika aku memilih kuliah di Telkom atau UKSW, lalu aku sadar semua hal diatas tadi pada dasarnya semua karena kecerobohanku sendiri, mungkin Tuhan ingin mengajariku untuk tidak ceroboh dan lebih bertanggung jawab dengan caranya. Seperti halnya ibuku yang sudah banyak berjasa mengembalikanku ke jalan yang benar, beliau tak pernah lelah memarahiku, menamparku, hanya agar aku bisa sadar. Yah, masa laluku memang aku sudah banyak mengecewakan ibuku, banyak sekali kejahatan yang sudah kulakukan di masa lalu. Disaat yang lain mulai meragukanku, mulai menjauhiku, cuman beliau yang masih percaya, yang masih mau mengeluarkan air matanya untukku. Game Online memang sempat membutakanku, tawuran sempat membuatku menjadi anak yang brutal tapi semua itu berubah semua berkat bimbingan beliau yang tak kenal lelah. Di akhir kelas 3 SMA aku sempat diragukan bisa lanjut kuliah oleh sebagian besar guruku, tapi berkat kepercayaan yang diberikan oleh orang tuaku aku tetap semangat untuk terus maju, dan hal itu tampak ketika aku keterima S1-Telekomunikasi Telkom. Karena aku merasa swasta itu biayanya besar dan selama ini aku sudah menjadi beban yang sangat besar bagi orang tuaku aku melepasnya, meskipun orang tuaku sempat menawarkanku untuk kuliah di sana, tapi keputusanku bulat. Namun sepertinya hal itu tidak disambut baik oleh guru-guruku, mereka merasa kalau aku membuang satu-satunya peluang ku untuk kuliah. Tapi kuacuhkan semua anggapan mereka, aku maju SNMPTN dengan modal Tekad dan Nekad, tanpa pegangan apapun, All or Nothing, itu pandanganku ketika mengikuti test SNMPTN. Dan ternyata aku berhasil membuktikan pada semuanya aku sudah berkembang dari diriku yang lama, dan akhirnya aku bisa membuat ibuku tersenyum lagi, yang kalau kuingat lagi selama ini aku hanya bisa membuatnya menangis.

Dan seperti biasa ayahku dengan bercanda, gimana mas mau di Undip atau UKSW? ya jelaslah aku ambil Undip, dan itu artinya aku berhutang maaf ke nenekku, soalnya aku gak jadi tinggal di salatiga, padahal dulu aku pernah janji kalau gak SMA ya kuliahnya aku di salatiga, tapi ternyata hal itu tidak pernah terjadi. Aku masih ingat aku datang semarang dengan semangat setinggi langit, soundtrack ku pun saat itu lagu Good Charlote feat M.Shadow+Synch Gate "The River", lagunya cocok banget sama kondisiku saat itu. Like A Prodigal Son Walking Out On My Own, Now I'm Trying to Find My Way Back Home. Yah anak hilang ini sekarang sudah tahu jalan pulang dan berjalan di jalan yang benar. Karenanya kota Semarang yang awalnya ku benci ini, perlahan-lahan aku mulai menyukainya, banyak hal baru tentang hidup yang kupelajari dari kota ini, tak ada lagi penyesalan. Aku bersyukur Tuhan telah menempatkanku di kota ini, aku juga berterima kasih karena sudah memberikanku seorang Ibu yang tangguh, yang selalu memberiku semangat di pagi aku membuka mata, mungkin beliau satu-satunya wanita yang peduli denganku seumur hidupku, soalnya sampai sekarang dari lahir masih jomblo, haha. Gak masalah sih, kalau aku belum sepenuhnya bisa mengenal diriku sendiri, yang ada aku cuman jadi beban kalau pacaran. Kenali diri sendiri, kembangkan potensi, dan mendewasakan diri, mungkin kalau saatnya sudah tiba, cinta gak akan ke mana, meskipun sekarang aku lagi suka sama seseorang dan sepertinya sudah jadi rahasia umum, haha. Dan dengan semua pengalamanku di sini, aku juga masih berhutang maaf buat teman-teman dekatku yang ada di semarang ini, maaf kalau aku udah berbohong dengan kalian, aku belum pernah pacaran sampai saat ini, semua yang ku ucapkan hanya bualan belaka, semua itu demi gengsiku ke kalian. Sekarang juga aku sudah berhenti dari bisnis game online soalnya semua hutangku ke orang tuaku juga sudah lunas, saatnya fokus kuliah lagi, mungkin akan sulit sih tapi gak ada yang mustahilkan. CATCH UP VA!!!!

Thursday, 6 December 2012

BERKEMBANG BUKAN BERUBAH!


Sekarang ini sering kali aku mendengar, kata "berubah". Apa yang mau dirubah? Hal apa yang lewat dibenak kita saat mendengar kata "berubah", mengganti semuanya dengan hal yang baru. Lalu apa yang kita dapat dari hal baru tersebut? Kesalahan yang sama? Mereka selalu bilang, ini saatnya kita berubah, ini waktunya bagiku untuk berubah, Negara ini butuh perubahan, dan bla-bla-bla perubahan dan berubah.

Akupun sering mengalami hal tersebut, dalam diriku setiap kali melihat berita, seputar korupsi, terorisme, pelecehan seksual, kejahatan, dan kriminal di mana-mana, aku selalu bilang dalam diriku negara ini harus berubah. Atau dilain kesempatan saat aku mengerjakan soal-soal ujian, dan sadar tidak ada 1 soal pun yang bisa kukerjakan, lagi-lagi aku bilang dalam diriku aku harus berubah, dan terakhir saat aku sedang jatuh cinta, aku yang selama ini belum pernah tahu seperti apa rasanya jatuh cinta, apalagi pacaran, merasa sepertinya ada yang berubah dalam diriku.

Yah jatuh cinta ku kali ini membuat pikiranku yang tertutup ini terbuka. Banyak hal aku lakukan untuk mendapatkan perhatian dari dirinya, tapi rasanya semua percuma, bahkan aku hanya diam seribu bahasa saat bersamanya berbeda dari dulu ketika semua rasa ini tak ada. Aku merasa diriku ini memang pendiam dan aku harus "berubah", untuk mendapatkan perubahan itu aku bertanya dengan mereka yang ahli dalam hal ini, sahabat baikku. Tapi dari situ aku jadi tahu satu hal, ternyata dia yang kusukai menyukai orang yang levelnya jauh di atasku. Lagi-lagi aku berpikir "aku harus berubah menjadi seperti dirinya." Tapi semuanya percuma, seolah ada bagian dari diriku yang menolak hal tersebut. Pergulatan batin kurasakan dalam diriku, apakah semua perubahan ini perlu? Apa yang aku dapatkan jika aku berubah menjadi seperti dirinya? Lalu aku ingat satu hal manusia berkembang dari anak-anak, remaja lalu dewasa. Benar yang kubutuhkan untuk menarik perhatiannya bukan aku harus berubah, tapi aku harus berkembang.

Berubah dan berkembang, mungkin secara kasat maknanya hampir sama, namun sesungguhnya berbeda. Berubah, artinya mengganti/menjadi lain dari yang ada sementara berkembang artinya memajukan/meluaskan yang ada (sumber KBBI). Dari situ kita bisa melihat dua perbedaan yang jelas. Dengan kata lain, jika kita berubah, kita harus mengganti segala sesuatunya secara total dari dasar hingga menjadi suatu bentuk yang benar-benar baru, sementara berkembang, kita cukup mengusahakan sesuatu yang sudah ada itu hingga menjadi sesuatu yang baru tapi tidak kehilangan dasarnya. Untuk lebih mudahnya kita ambil contoh dari hidupku. Seperti aku bilang tadi aku mau berubah menjadi dirinya, dan itu menghasilkan gejolak dalam diriku, Kenapa? karena mengganti sesuatu yang sudah menjadi dasarku itu sangat sulit, bahkan mustahil, kalau dari dasar sifatku memang seperti itu mau dibuat bagaimanapun juga aku tetap menjadi aku yang ada saat ini, dan itu sangat sulit bagi diriku sendiri untuk menggantinya. Lalu jika muncul pernyataan seseorang cewe terhadap kekasihnya "Kamu berubah, kamu bukan kamu yang dulu lagi." menurutku cowok itu tidak berubah hanya mungkin dia mengembangkan sifatnya ke arah yang salah. Lalu hal lain lagi, aku ingin merubah negara ini, karena negara ini sudah bobrok, hancur. Bagiku kata yang paling tepat adalah mengembangkannya ke arah yang lebih baik, masa iya negara ini mau dirubah, kalo negara ini berubah negara ini bukan Indonesia dong, kan negara kita punya Dasar UUD 1945 dan Pancasila. Kalau yang dirubah bagian bobroknya aja itu namanya tutup lubang gali lubang, yang ada yang dirubah itu bakalan rusak lagi, tapi kalu kita mengembangkannya maka kita berusaha agar dasarnya tetap dan bagian yang bobrok itu bisa kita kembangkan sehingga tidak lagi berlubang. Seperti halnya sebuah program jika ada bagian dari program tersebut yang sehingga mudah ditembus oleh malware/spyware, mengganti programnya tidak akan menyelesaikannya, tetapi mengembangkan keamanan program tersebut sehingga tidak mudah ditembus akan terlihat lebih bijaksana.

Aku tak menyangka dari perasaan jatuh cintaku kali ini bisa membuka wawasanku sejauh ini. Karena itu aku tak mau merubah diriku menjadi dirinya, karena kalau aku berubah, maka itu bukan Alva tetapi orang lain. Oleh karena itu aku mau mengembangkan diriku yang sudah ada ini ke arah yang lebih baik, tidak hanya supaya cewek itu menyukai diriku tetapi juga agar aku bisa lebih berguna bagi lingkunganku, aku harus berkembang menjadi lebih dewasa, dan mempunya visi yang jelas dalam menjalani hidup sehingga orang lain akan melihat diriku sebagai Alva yang berkembang dan bukan orang lain. 

Saatnya Berkembang bukan Berubah!!!

Tuesday, 31 July 2012

SD - First Learn About Life part 1



                Masa-masa TK adalah masa yang sangat sulit untuk dikenang kembali, meskipun begitu banyak juga kenangan yang masih ku ingat hingga saat ini. Kenangan pertama kali aku berkelahi, yang diakhiri dengan gigiku tanggal 1 setelah dihajar tepat di wajahku lalu aku menangis, saat aku mengerjai temanku dan berakhir dengan aku yang menangis karena di marahi, yah aku memang anak cengeng saat itu, tapi ibuku selalu ada disitu dan menenangkanku. Selain kenangan itu juga ada beberapa kenangan bahagia yang masih bisa ku ingat hingga saat ini, kenangan di mana aku mencari kostum untuk hari kartini dan parade keliling kota dengan pakaian daerah jawa yang kukenakan saat itu, saat-saat dimana aku bermain bola untuk pertama kalinya mengikuti lomba di alun-alun kota, dan saat terakhir ketika kami akan lulus ke SD kami diminta untuk menari dengan lagu Gol-Gol Ale-ale karya Ricky Martin. Kukira semuanya akan lebih menyenangkan daripada di TK.
                Hari itu senin awal masuk sekolah, aku pun sudah tidak tinggal di perumahan lamaku Usman dan pindah ke Dian Anyar. Seperti halnya anak kecil kebanyakan, aku di bangunkan pagi, disiapkan sarapan, dan di dandani sebelum sekolah. Pagi itu aku bersekolah di SD yang masih 1 komplek dengan TK ku, tapi sayang rumahku yang baru lebih jauh daripada rumahku sebelumnya. Pagi itu jalanan sangat macet, entah karena kami berangkat terlalu siang sehingga berbarengan dengan karyawan-karyawan berangkat kerja, yang kuingat pasti pagi itu aku datang terlambat, dan terlambat di hari senin itu berarti terlambat mengikuti Upacara. Untung saja itu hari pertama ku masuk sekolah jadi tak ada hukuman apapun, dan anak tinggi harus berdiri di belakang. Dan sahabatku dari TK yang mungkin akan jadi sahabatku sampai SMA berada di sebelahku, ya namanya Gatra, tipe seorang leader menurutku, jago olahraga, tinggi –meskipun tak setinggi diriku- tampan, dan pintar. Aku pernah pingin jadi seperti dirinya.
                Kelasku tidaklah besar, tapi mejanya jelas berbeda dari meja anak TK. Banyak hal yang terjadi ketika aku kelas 1. Di mulai dari aku yang ketahuan oleh sahabatku Christian –temanku dari kecil karena ayahnya dan ayahku dari jurusan yang sama dulu- sedang minum susu menggunakan botol bayi yang biasanya sudah ditinggalkan anak-anak lain sejak TK. Setelah kejadian itu aku pun jadi malu dan mulai belajar untuk meminumnya dengan gelas. Awalnya itu sulit sekali mencium baunya saja sudah membuatku mual. Dan ada lagi sebuah kenangan yang tak mungkin kulupakan. Test pertamaku di kelas 1, sebuah pertanyaan tentang siapakah nama pengarang lagi Maju Tak Gentar? Karena saat itu sedang musim kampanye partai, dan secara tidak sengaja aku mendengar salah seorang tokoh partai menyanyikannya, yang berbunyi “Maju tak gentar membela yang benar bersama P**”  Gusdur lah tokoh itu, maka kujawab saja dikertas tersebut Gusdur. Dan apa yang terjadi, aku yang seharusnya mendapat nilai sempurna itu menjadi kurang satu poin gara-gara soal tersebut. Yah tidak semua kelas 1 ku menarik, hanya ada beberapa kejadian yang mengesanku bagiku, hanya hubungan teman-teman sekelasku dengan senior yang berbeda 1 tingkat dengan kami kurang akrab, yah kami mulai berkelahi sejak kelas 1. Kelas 1 berakhir dengan aku menjadi ranking 3 di kelas.
                Kelas 2 aku tidak punya cukup banyak kenangan tentang itu, mungkin karena memang tidak ada yang istimewa. Aku memang terkenal banyak omong, gak bisa diam, tapi yah tetap saja aku rangking 2 di kelas, padahal aku bisa rangking 1 karena point ku dengan yang rangking 1 sama, hanya saja sikap dan tulisanku yang sama buruknya membuat wali kelasku menurunkanku ke rangking 2. Padahal itu mungkin 1-1nya kesempatan dalam hidupku untuk jadi rangking 1. Sepanjang SD pengalaman yang paling masih aku ingat hingga sekarang adalah pengalamanku kelas 5 yah mungkin pengalaman dihukum guru nulis di depan kelas gara-gara telat mencatatnya, aku menulis sambil terisak-isak, yah waktu itu aku masih kelas 3 dan aku terhitung cengeng, lalu kejadian aku memecahkan kaca kelas bersama Christian, Gatra, dan Wesley, dan pengalamanku pulang dengan angkot pertama kali ketika kelas 4, dan aku menangis lagi karena dapet nilai 4 untuk pertama kali, aku juga pertama kalinya berbohong dengan ibuku bahwa aku pulang telat karena mengerjakan tugas padahal sedang bermain di rental PS1. Teman-teman yang tadinya sekelas semenjak kelas 1 hingga 4 sama terus, sekarang di pecah. Tapi tetap saja aku sekelas dengan mereka yang pintar-pintar, sehingga memperkecil ruang untukku dalam memperebutkan rangking. Kelas 5 aku pertama kali menjadi petugas upacara, dan aku bertugas membacakan UUD1945, hal pertama yang aku ingat adalah aku sudah membaca dengan keras, tetapi guru-guruku malah mengejek katanya suara ku besar di kelas tapi kecil di lapangan, geez menurutku masalah ada pada microphonenya. Aku juga pertama kalinya berantem sama temen sekelasku yang jahil yang gak  bisa diem, namanya Readi, tapi kami jadi akrab setelah itu. Aku masih ingat ketika adikku pertama kali masuk SD, Gatra, Readi, dan Rudi selalu mendatangiku untuk memberi tahu kalo adikku jangan berbuat macam-macam. Entah apa yang sedang terjadi, adikku menjahili mereka, dan mereka menyalahkannya padaku, haha, dunia sudah terbalik rupanya. Di kelas 5 juga aku mulai menyadari adanya perasaan suka terhadap lawan jenis. Yah aku suka dengan 2 orang teman sekelasku dan 1 orang teman seberang kelasku. Nama mereka Puspa, Metya, dan Stella. Bisa di bilang mereka 3-3nya cewek populer diangkatanku. Dan aku cukup dekat dengan mereka. Mengingat aku dari kelas 1-4 lebih sering bergaul dengan anak perempuan dibanding anak cowok. Teman curhatku ketika itu adalah Rudi, Grendi, dan Ondihon/jeri. Kami sering memperdebatkan siapa diantara mereka ber 3 yang lebih cantik.
                Hari demi hari kulalui di kelas 5, hubunganku dengan teman-temanku mulai terasa, tapi sayang Cristian sahabat baikku sejak kecil harus pergi pindah keluar kota. Tapi perasaan kesepian itu tak bertahan lama, karena aku mendapatkan sahabat-sahabat baik yang baru, seperti Gatra, Rudi, Ondihon, Owen, Anggi, Kalvin, Readi dan Grendi. Entah sejak kapan kami  mulai sangat akrab, sudah serasa mempunyai keluarga baru. Main bareng, belajar bareng, ngerjain tugas bareng, bahkan dihukumpun bareng. Yah kami mungkin terkenal oleh guru-guru sekumpulan anak nakal, selalu saja ada alasan buat guru-guru nge hukum kami. Mulai dari mecahin jendela, pulang telat, ngotorin plataran kelas, dan lain-lain, tapi aku tak pernah menyesali itu semua, meskipun mereka semua mempunyai sifat-sifat jelek masing-masing tapi aku tetap senang bergaul dengan mereka, beruntung aku mempunyai teman-teman masa kecil seperti mereka. Di akhir-akhir kelas 5 diadakan lomba cerdas cermat dan olimpiade tingkat SD se-kabupaten. Meskipun begitu awalnya aku tidak terpilih jadi salah 1 pesertanya, awalnya aku agak sedih juga, mengingat setahun sebelumnya aku Juara 3 lomba matematika tingkat lokal. Tapi aku sadar levelnya berbeda, mereka yang tampil rata-rata genius, sementara aku hanya anak yang kebetulan rajin, yang setiap kali mau ulangan harus ditemani ibunya belajar, dan mungkin mempunyai daya ingat yang lumayan hebat (kuakui sampe sekarang). Akhirnya aku pulang ke rumah dengan perasaan sedikit kecewa, sampai waktu aku masuk ke rumah ibuku bertanya padaku, “Mas, kamu kok udah pulang?”,”Emang udah jadwalnya pulang.” Jawabku sedikit bingung. “Tapi ibu barusan dapet telepon dari sekolah, katanya ada persiapan buat Olimpiade?” lanjut ibuku. “Yahh, tapi itu cuman buat yang kepilih aja, tadi aku gak disebut kok.”jawabku dengan muka masam. “Tapi ini tadi Bu. Suharni yang ngomong katanya kamu disuruh datang ke sekolah buat persiapan, coba ibu tanya lagi.” Akhirnya ibuku menelpon kembali ke sekolah dan bertanya.
                Yak seperti yang kuduga sebelumnya, aku terpilih untuk ikut lomba cerdas cermat. Tim tersebut terdiri dari 3 orang, dan kami sudah dibagi tugas masing-masing, mulai dari Gatra ketua tim bagian berhitung, Aku bagian sosial, dan Stella-gadis yang kusukai-bagian Alam. Awalnya aku agak keberatan kebagian ilmu Sosial, karena pada dasarnya aku menyukai ilmu Alam, tapi apa boleh buat, mengalah demi cewek yang kau sukai, not bad at all huh, haha. Dan seperti yang kuduga, aku agak kesulitan dalam menghapal segala macam hal tentang ilmu Sosial, meskipun ketika di test tentang negara Asia Tenggara mulai dari bahasa, ibukota, lagu kebangsaan, dan mata uang aku hafal, tapi itu membutuhkan waktu setidaknya 2 hari 2 malam untukku menghafal. Yah lagi-lagi aku bertahan demi seseorang. Pada dasarnya aku juga memiliki kemampuan yang hampir merata di segala bidang ilmu, meskipun tidak ada yang terlalu mencolok, tapi kemampuan tersebut kadang berguna ketika dalam uji coba, aku bisa menjawab hampir semua pertanyaan, bahkan kemampuan menghitungku pun gak terlalu kalah cepat dengan gatra, yah dia lebih unggul di pertanyaan yang sulit. Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya lomba yang ditunggu-tunggu pun berlangsung. Lomba pertama tingkat gugus, kami dapat melaluinya dengan mudah, kami menang dengan telak di tingkat tersebut. Aku tak tahu apa yang terjadi ke esokan harinya, ketika aku tiba di sekolah, dan terdengar pengumuman kalau kami menang lomba, seolah aku menjadi pusat perhatian satu sekolah, semua murid dari senior sampe yunior menyoraki kami semua. Yeah jadi pusat perhatian 1 sekolah tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, dan tentu saja orang pertama yang memberikan ucapan selamat adalah temanku Rudi, yah dia sudah jadi sahabat terbaikku di kelas 5. Hari-hari kami lalui lagi dengan latihan-latihan setelah sekolah, karena tingkat kabupaten sangatlah sulit, kau tahu selain sekolahku, masih banyak sekolah-sekolah negeri unggulan di kabupaten purwakarta ini. Entah karena belakangan ini sering bersama aku merasa hubungan ku dengan You Know Who, serasa dekat, yah meskipun aku sudah kenal dan berteman sejak lama tapi tak pernah se akrab saat ini. Setelah 2 minggu lewat kurang lebih, akhirnya perlombaan tingkat kabupaten pun dimulai, aku sudah lupa seperti apa soalnya, tapi aku rasa bukan soal yang sulit. Tapi setelah dibacakan pengumuman nilainya, aku terkejut karena kami berada di peringkat 3, tapi untunglah, kami maju ke babak berikutnya yaitu cepat tanggap, lawan kami di sana cukup tangguh, persaingan nilai cukup ketat, bahkan aku sampai tidak bisa memalingkan wajahku memperhatikan papan skor. Setelah pergelutan yang cukup ketat, akhirnya kami memenangkan lomba tersebut dengan menjawab pertanyaan bonus, aku masih cukup ingat seperti apa pertanyaannya, dan sekaligus aku membayar kegagalanku dalam menjawab pertanyaan seputar globe. Pertanyaannya berbunyi “Jika ada sebuah lilin menyala, lalu ditutup oleh gelas apa yang akan terjadi?”; dengan cepat aku memencet bell dan menjawab “Karena sudah tidak ada oksigen di dalamnya.” Dan aku melirik ke arah guru ipa favoritku Pak Pandri, aku masih ingat perkataan beliau tentang api membutuhkan oksigen untuk menyala, bahkan aku masih ingat pertanyaanku padanya, “Kenapa, kita gak ngumpulin orang aja buat bernafas di deket kebakaran biar padam apinya.” Aku hanya setengah bercanda ketika itu. Tapi entah kenapa juri berbeda pendapat dan menganggap jawabanku salah. Akhirnya terjadi perundingan sengit diantara juri dan penonton, bahkan aku ingat ayahku ikut berdebat ketika itu. Dan akhirnya diputuskan bahwa jawabanku benar.

Sunday, 22 July 2012

TK - My First School

Yah, hidup itu berlalu dengan sangat cepat, saking cepatnya rasanya deras aliran waktu tak dapat ku bendung lagi. Serasa terombang-ambing di tengah aliran sungai yang sempit, sulit sekali rasanya mencari celah untuk sejenak bernafas, mencari ketenangan dan kebebasan. Meskipun begitu aku tak pernah bisa melupakan kenangan-kenangan masa lalu, saat-saat indah di mana aku tidak pernah memikirkan segalanya, waktu, uang, negara, wanita, dan hal-hal lain yang membuatku seperti saat ini. Hanya ketenangan dan kedamaian yang kurasakan.
Ya namaku Alva seorang remaja berusia 19 tahun, yang masih berkuliah di perguruan tinggi negeri di Semarang. Aku pernah berpikir dan membayangkan bahwa jika sudah besar nanti aku ingin sekali seperti ayahku, tapi bahkan belum ada separuh jalan, rasanya mimpi itu sulit sekali. Dan mimpi itu berawal dari diriku yang masih kecil, polos, dan lugu.
Umurku 4 tahun kira-kira ketika aku pertama kali masuk ke area yang bernama sekolah. Kejadian yang sangat sulit aku lupakan bahkan hingga sekarang. Semuanya bermula ketika aku sedang bermain dengan teman sebayaku.
"Kamu tahu, ibu-ibu yang tinggal di rumah itu." tunjuk temanku yang bernama rian, badannya gemuk dan pendek sehingga menyerupai bola dan rambutnya sedikit ikal.
"Tidak, tapi aku tahu." sahutku setengah bingung.
"Ibu-ibu itu benar-benar galak tahu." kata uung temanku yang badannya kurus dan kepalanya yang botak, sehingga aku merasa aku yang paling normal diantara mereka, tidak gemuk, tidak pendek, dan rambut lurus. "Kau tidak tahu ya, kalau ibu-ibu galak itu kemarin memarahi temanku , katanya dia itu guru TK, dan semua guru itu mengerikan."kata rian.
"Kalau begitu kenapa kita lewat daerah sini, lebih baik kita memutar melewati jalan lain." sahutku termakan oleh perkataan temanku. Akhirnya kami pun memutar balik sepeda kami dan berkeliling komplek melewati daerah lain.
Keesokan harinya, aku bersepeda lagi dengan teman-temanku, tapi karena mereka harus pulang untuk ke masjid, maka aku melanjutkan bersepeda sendirian. Tanpa ku sadar aku melewati gang tempat tinggal ibu-ibu jahat yang diberi tahukan oleh teman-temanku. Awalnya aku berniat untuk memutar balik, namun karena penasaran dengan cerita kedua temanku aku melewati gang tersebut secara perlahan, kulihatnya dari jauh pintu depan rumahnya tertutup rapat sekali, aman pikirku.
Klak..
Kulihat pintu rumah tersebut terbuka sesaat ketika aku mulai mendekati rumah tersebut dan munculah sesosok ibu-ibu terlihat tua, keluar dengan kacamatanya. Dan dengan sorot mata yang mengerikan dia melihat ke arahku dan berkata "Alva, Ini udah malam cepat pulang!" suaranya yang tegas membuatku terburu mengayuh sepadaku.
Bagaimana dia tahu namaku, belum lagi suaranya yang terdengar marah itu membuatku takut. Malam itu pertama kalinya aku menyaksikan ibu-ibu itu dari dekat. Dan aku berjanji tidak akan pernah lewat sana lagi.
Beberapa bulan berlalu, aku mulai menginjak usia 4 tahun, ibuku mengajakku untuk mendaftar ke sekolah Taman Kanak-kanak di kota, letaknya cukup jauh dari rumahku. Kami harus naik angkutan umum untuk sampai di sana.
Sepanjang perjalanan aku menangis dan meronta-ronta untuk tidak dibawa ke sekolah, mengingat semua ucapan temanku, dan pengalamanku akan bertemu guru-guru galak membuatku seolah ingin lari. Tapi aku tak kuasa, badanku kecil, dengan diseret-seret sepanjang gerbang menuju tempat pendaftaran.
Aku akhirnya mulai bisa sedikit meredakan tangisanku ketika menunggu di ruang pendaftaran. Hingga tiba-tiba sesosok makhluk yang sudah jelas tidak ingin ku lihat lagi, muncul dari balik pintu masuk, ya ternyata ibu-ibu galak tersebut merupakan kepala sekolah di TK ini.
Dia terus melihatku dan bertanya, "Alva kamu, kenapa, kok nangis?"
"Owh, dia tadi nggak mau diajak sekolah, katanya takut gurunya galak-galak." jawab ibuku sambil menahan tawa, dan masih berusaha menenangkanku
"Haha.., Di sini gurunya gak ada yang galak kok, asalkan kamu tidak nakal, lagi pula kamu bisa dapat banyak teman di sini, ada tempat bermainnya pula." jawab guru galak tersebut.
"Tuh makanya jangan nakal ya biar gak ada yang galak, dengerin nasihat Bu Tutik ya." sahut mamaku.
Aku akhirnya tahu nama ibu-ibu galak tersebut. Aku pun disuruh menunggu di luar oleh ibuku. Yah cukup ku akui tempat ini mempunyai banyak mainan yang asyik, bahkan sebelum sekolahpun aku kerap bermain di sini. Tepatnya setiap hari minggu ketika keluargaku ke gereja. Aku dan adikku sering bermain di tempat ini sepulangnya.
Dan aku pun belum mengetahui kalau sebenarnya tempat ini adalah bagian awal dari perjalananku yang panjang, sulit, dan terjal.