Sunday, 7 February 2021

Monoton

 Pesta yang meriah, gelak tawa, sapa, dan haru larut semua dalam ruang tersebut. Ku ambil secangkir cocktail dari salah satu meja saji, mencoba mencari sedikit ruang dari gegap gempitanya dunia sekitarku. Pandanganku tak pernah beralih dari panggung indah berhiaskan bunga-bunga mawar dan melati. Sempurna pikirku, wajah mereka berdua tampak anggun dan menawan, senyum gembira mereka seolah mengalahkan keindahan riasan mereka. Tak henti, satu per satu tamu mengucapkan selamat kepada mereka.

"Mojok aja nih." Suara setengah parau tapi lucu membuatku menoleh sejenak dari panggung tersebut.

"Oh kamu, kupikir siapa? Batuk? tanyaku.

"Iya, belakangan ini aku sibuk dengan kerjaanku dan membantu persiapan pernikahannya." Jawabnya.

Dia juga begitu, selalu membantu temannya bahkan ketika dirinya sendiri kerepotan. 

"Cantik ya?" Tanyanya padaku, dengan pandangan yang sudah tak asing, bagai anak kecil yang selalu mencoba menggodaku.

"Iya, cantik, puas?" Kupalingkan badanku menghadap padanya. Sungguh heran aku, bagaimana dulu aku bisa jatuh cinta pada wanita seperti ini.

"Hahaha, jangan sedih gitu dong nadanya.." terlihat dia tertawa puas.

"Kau ya, kadang aku gak tahu, kamu itu beneran berniat menghibur atau hanya senang melihatku kebingungan?"

"Kok bingung, memang ada yang masih kamu bingungkan sekarang?"

"Gak, gak ada, aku kayaknya salah ngomong."

"Hoo, jangan-jangan kamu bingung mau sedih atau bahagia ya?"

"Terserah kamu deh, aku lapar, mau cari makanan." aku bergerak menjauhinya dan bergegas menyicipi dari setiap hidangan yang ada di atas meja saji. Malam semakin larut, pengunjung semakin berkurang, kupikir ini saatnya aku dan teman-temanku naik ke atas panggung untuk memberikan ucapan selamat kami.

Selepas bersalaman aku bergegas jalan keluar menuju taman dari gedung resepsi itu. Kunyalakan rokok menthol yang sedari tadi sudah menggodaku.

hah.. leganya nafasku disetiap hisapan rokokku malam itu. Kucoba menengadah ke atas, mengamati bintang-bintang yang amat jelas, tidak seperti di ibu kota yang langitnya sangat muram, jarang sekali terlihat bintang, tapi tidak di sini. Kuhitung jumlah bintang yang dapat kutangkap dalam pandanganku.

Kalau bintang-bintang itu adalah masa depan yang bisa kuraih, apakah bahagiaku ada dalam salah satunya?

"Tuh kan, galau lagi sendirian." Suaranya lagi-lagi mengganggu kesendirianku.

"Please, aku gak galau ya."

"Percuma kamu mau bilang apa, dari dulu kamu tuh bisa kelihatan dari raut mukamu."

"Ya, kalau pun aku galau, yang aku cemaskan dengan apa yang kau pikir sedang aku cemaskan sepertinya berbeda."

"Kamu sih, gak pernah peka, peka dikit kenapa sih, orang klo udah cuek, udah ilfeel, masih aja kamu kejar." 

Kuhisap rokokku dalam-dalam. Ada beberapa bagian yang aku sedikit kurang mengerti dari kata-katanya,  "Orang-orang memintaku untuk mengerti akan apa yang terjadi di sekitarku, tapi aku bukan peramal bagaimana aku bisa mengerti yang orang lain rasakan, bagaimana aku bisa mengerti yang orang lain pikirkan, jika mereka semua hanya diam, atau mungkin memang ada yang salah dalam diriku."

"Ya masa kamu selama ini gak pernah belajar gitu, mana yang tertarik, mana yang gak?" lanjutnya.

"Aku rasa, kamu salah akan satu hal, aku orangnya egois, aku gak pernah peduli dengan apa yang orang lain rasakan, karena itu hanya akan membuang-buang waktu saja, karena aku percaya hanya diri kita masing-masing saja yang sanggup mengendali rasa tersebut, karena itu ketika aku merasa tertarik akan seseorang apakah itu menjadi salahku? Menurutku tidak."

"Lalu kenapa dulu ketika kesempatan itu masih ada kenapa kamu tidak bertanya padanya untuk tahu jawaban akan rasa itu?"

Kali ini nadanya terdengar ketus, "Kaupun salah akan hal itu, karena ada hal dalam hidupku yang perlu aku jaga, aku ingin melihat kita semua tertawa bahagia di hari tua nanti, dan aku tak yakin aku bisa membuat dirinya bahagia, karena sampai saat ini pun, aku belum menemukan bahagiaku."

"Kalau kau bicara seperti itu, bukankah kesannya jadi tak adil bagiku, saat kau mengungkapkan rasa padaku, kau tak takut merusak semua hubungan kita?"

"Kamu lupa, saat itu, aku belum benar-benar mengenal kalian, kalian belum menjadi bagian dalam hidupku yang sudah kuanggap lebih berharga bahkan dari nyawaku sendiri, tapi aku sebenarnya berterima kasih akan kesempatan kala itu, karena semenjak itu aku semakin mengenal kalian, dan hidupku yang menyebalkan ini bisa sedikit berwarna. Lagipula saat aku bilang ke kalian aku menyukainya, aku hanya tak ingin dia hilang dari lingkaran pertemanan dekatku, aku tak mau dia hilang dari linkaran tersebut. Aku tak bisa membayangkannya kalian semua hilang dari lingkaran tersebut. Tapi sekarang aku paham, cepat atau lambat semuanya akan berpisah." Aku mulai berdiri.

"Yah, semuanya tak akan sama, ada yang hilang, ada yang berubah, ada yang berganti, semua hal itu sudah tidak lagi mengejutkanku. Hatiku sudah kehilangan gegap gempitanya, hanya sepi dan monoton dalam hidup ini yang kurasa. Jadi kalau aku galau, ya aku galau akan apakah masih ada hal-hal yang bisa memberikan gemerlap warna dan nada dalam hidupku." Lanjutku seraya tersenyum.

Wednesday, 3 February 2021

Kata orang, sedih itu butuh tenaga, oleh karena itu malam ini aku tidak makan, supaya aku tidak sedih. Tetapi aku malah jadi tidak bisa tidur, padahal hati dan pikiranku susah lelah. Aku akhirnya memutuskan beli makan, karena percuma sedih juga, besok aku harus kerja, biarpun alasanku bekerja di Jakarta sudah hilang. Aku masih bisa mencari alasan baru, aku juga belum mau mati, biar hatiku saja yang mati, ragaku jangan dulu. 

Jujur saja, aku tak tahu harus sedih atau bahagia. Aku benar-benar kehilangan arah. Mungkin akan tersesat, tapi tak apa, kalau itu tidak menyakiti hatiku lagi. Aku sudah lelah. Lelah dengan semuanya. Lelah dengan kebohongan, lelah dengan kepura-puraan. Biarlah semua cerita, angan dan kenangan terkubur dalam-dalam. 

Dear God

Dear God, 
Sometimes I wonder why you ever created me? 
Why you made me so easy to be falling in love? 
Is that so I could fall so hard and kiss the pain? 
Did true love does exist? 
If it does, why it had to be so cruel? 
Maybe I just don't deserve to be loved. 
Maybe you never created someone from my lung. 
Maybe it's all just a fairy tale. 
If it so, why You always made my heart broke? 
Why don't You just crushed all the love within me? 
Please, if I ever break my heart again, please break it enough so I never love again.