Karena hidup ini terlalu panjang untuk tidak kita abadikan, aku menulis untuk membuat semua kenangan hidup ini terukir jelas, semuanya kutulis berdasarkan hati yang tulus.
Tuesday, 26 November 2019
Sunday, 24 November 2019
Peka
Langit sore itu tampak mendung, aku berjalan berdua dengannya melintas komplek pertokoan yang nampaknya sedang bersiap-siap untuk buka. Hingga tibalah kami di taman, lalu dia mengajakku duduk di bangku tersebut. Kulihat dia perlahan mulai menguap.
"Capeknya.." dia mulai menggerutu.
"Gimana gak capek, tiga hari kamu tidak tidur." Jawabku sedikit ketus.
Kulihat, dia memalingkan wajahnya ke arahku. Seperti orang yang sedang mengerjakan sebuah soal yang sulit, dia memperhatikan wajahku dengan seksama. Aku agak risih dengan pandangannya tersebut. Tak lama dia pun tersenyum.
"Ada apa, kamu sepertinya tampak kesal?"
"Bodo.."
Dia diam sejenak, lalu melanjutkan pembicaraannya. "Maaf ya, karena aku minta kamu buat ketemuan sama teman-temanku."
Mendegar perkataannya itu, aku malah semakin kesal. "Kamu tahu, aku tidak kesal karena sudah kamu ajak untuk ketemuan dengan teman-temanmu."
"Tempatnya atau makanannya kamu gak suka?" Dia seperti masih mencoba untuk menebak.
"Kamu, emang dasar gak peka ya." emosiku semakin menjadi.
Namun dia tetap tenang, dan mulai mengusap kepalaku dengan lembut.
"Maaf ya klo aku gak peka, coba ceritakan ke aku, dibagian mana aku tidak peka?"
Emosiku perlahan mulai mereda. Begitulah dia pikirku, sedari dulu tidak pernah berubah.
"Kamu itu, kenapa sih, gak pernah peka sama dirimu sendiri, apa coba maksudmu tadi bersikap seperti itu, kayak orang bego, pura-pura gak tahu hal sekecil itu, cuma buat apa? Jadi bahan tertawaan teman-temanmu, kayak gak ada bahan obrolan lain yang lebih berat apa?"
Mendengar ucapanku dia tampak terkejut, dia menunduk sejenak, lalu tersenyum kepadaku.
"Terima kasih ya, kamu memang yang paling mengerti aku." Dia mulai mengalihkan pandangannya ke arah taman. Lalu dia mulai bercerita, "Kau benar, orang jenius seperti aku, tidak mungkin tidak tahu hal sepele seperti itu, tapi kamu tahu kan aku orangnya seperti apa, aku hanya ingin mereka tersenyum, itu saja. Lelah? Jelas lelah, aku pun sering merasakannya, kadang aku benar-benar berharap, ada temanku yang menyadari sikap konyolku tersebut yang jelas-jelas tidak masuk akal itu, tapi rasanya memang tidak mungkin."
"Lalu kenapa kau masih bersama mereka?" Dia mulai mengembalikan pandangannya kepadaku, lalu dia tersenyum kembali.
"Kamu tahu, dulu, sebelum aku mengenalmu, mereka adalah orang-orang yang sudah menyelamatkanku dari kesepian. Aku tahu sekarang mereka mulai sibuk dengan dunianya masing-masing, dengan permasalahan yang mungkin aku sendiri tidak tahu itu apa, karena itu, jika aku bersikap seperti itu bisa membuat mereka tersenyum, aku tidak masalah."
"Apa memang tidak ada cara yang lain? Kau mungkin tidak merasa, tapi hal yang kamu lakukan itu sudah membuatku sedih, karena aku tidak ingin kamu diperlakukan seperti itu, mereka tidak pernah tahu apa yang sudah kamu hadapi, seberat apa hidupmu.." belum selesai aku berbicara, tiba-tiba saja dia memulukku.
"Terima kasih, sudah memperhatikanku sebaik itu, sudah menangis untuk aku yang tidak peka ini, kamu tahu, aku tidak masalah seluruh dunia tidak mengenal apalagi memahamiku, selama satu orang saja bisa memahamiku, bagiku sudah cukup, terima kasih sudah menjadi orang itu."
Gerimis perlahan mulai turun, menyamarkan air mata yang tiba-tiba mengalir dengan derasnya. Beruntungnya aku, memiliki dia yang tangguh dan baik hati ini.
"Capeknya.." dia mulai menggerutu.
"Gimana gak capek, tiga hari kamu tidak tidur." Jawabku sedikit ketus.
Kulihat, dia memalingkan wajahnya ke arahku. Seperti orang yang sedang mengerjakan sebuah soal yang sulit, dia memperhatikan wajahku dengan seksama. Aku agak risih dengan pandangannya tersebut. Tak lama dia pun tersenyum.
"Ada apa, kamu sepertinya tampak kesal?"
"Bodo.."
Dia diam sejenak, lalu melanjutkan pembicaraannya. "Maaf ya, karena aku minta kamu buat ketemuan sama teman-temanku."
Mendegar perkataannya itu, aku malah semakin kesal. "Kamu tahu, aku tidak kesal karena sudah kamu ajak untuk ketemuan dengan teman-temanmu."
"Tempatnya atau makanannya kamu gak suka?" Dia seperti masih mencoba untuk menebak.
"Kamu, emang dasar gak peka ya." emosiku semakin menjadi.
Namun dia tetap tenang, dan mulai mengusap kepalaku dengan lembut.
"Maaf ya klo aku gak peka, coba ceritakan ke aku, dibagian mana aku tidak peka?"
Emosiku perlahan mulai mereda. Begitulah dia pikirku, sedari dulu tidak pernah berubah.
"Kamu itu, kenapa sih, gak pernah peka sama dirimu sendiri, apa coba maksudmu tadi bersikap seperti itu, kayak orang bego, pura-pura gak tahu hal sekecil itu, cuma buat apa? Jadi bahan tertawaan teman-temanmu, kayak gak ada bahan obrolan lain yang lebih berat apa?"
Mendengar ucapanku dia tampak terkejut, dia menunduk sejenak, lalu tersenyum kepadaku.
"Terima kasih ya, kamu memang yang paling mengerti aku." Dia mulai mengalihkan pandangannya ke arah taman. Lalu dia mulai bercerita, "Kau benar, orang jenius seperti aku, tidak mungkin tidak tahu hal sepele seperti itu, tapi kamu tahu kan aku orangnya seperti apa, aku hanya ingin mereka tersenyum, itu saja. Lelah? Jelas lelah, aku pun sering merasakannya, kadang aku benar-benar berharap, ada temanku yang menyadari sikap konyolku tersebut yang jelas-jelas tidak masuk akal itu, tapi rasanya memang tidak mungkin."
"Lalu kenapa kau masih bersama mereka?" Dia mulai mengembalikan pandangannya kepadaku, lalu dia tersenyum kembali.
"Kamu tahu, dulu, sebelum aku mengenalmu, mereka adalah orang-orang yang sudah menyelamatkanku dari kesepian. Aku tahu sekarang mereka mulai sibuk dengan dunianya masing-masing, dengan permasalahan yang mungkin aku sendiri tidak tahu itu apa, karena itu, jika aku bersikap seperti itu bisa membuat mereka tersenyum, aku tidak masalah."
"Apa memang tidak ada cara yang lain? Kau mungkin tidak merasa, tapi hal yang kamu lakukan itu sudah membuatku sedih, karena aku tidak ingin kamu diperlakukan seperti itu, mereka tidak pernah tahu apa yang sudah kamu hadapi, seberat apa hidupmu.." belum selesai aku berbicara, tiba-tiba saja dia memulukku.
"Terima kasih, sudah memperhatikanku sebaik itu, sudah menangis untuk aku yang tidak peka ini, kamu tahu, aku tidak masalah seluruh dunia tidak mengenal apalagi memahamiku, selama satu orang saja bisa memahamiku, bagiku sudah cukup, terima kasih sudah menjadi orang itu."
Gerimis perlahan mulai turun, menyamarkan air mata yang tiba-tiba mengalir dengan derasnya. Beruntungnya aku, memiliki dia yang tangguh dan baik hati ini.
Saturday, 23 November 2019
Monday, 11 November 2019
Cintaku Egois
Aku menginginkan cinta yang egois
Aku dengan egoku kamu dengan egomu
Tiada yang menang ataupun kalah
Hanya dua individu yang cinta akan dirinya
Aku berjuang demi hidupku
Kamu berjuang untuk hidupmu
Tak perlu ada yang berkorban
Karena kita mampu bertahan
Kita dua individu yang disatukan rasa
Cinta yang hanya kenal memberi
Tanpa pernah harus meminta
Karena kita pribadi yang mandiri
Aku tak perlu selalu ada untukmu
Kau tak perlu selalu menemaniku
Namun disaat kita sama sama lelah
Bahu kita akan saling bersandar
Bertukar cerita tentang apa yang kita lalui
Saling bertumbuh dalam asa yang sama
Untuk dapat menjadi pribadi yang baik
Untuk tetap terus belajar
Menyenangkan bukan
Tanpa banyak drama
Kita saling percaya
Akan semua mimpi kita
Friday, 8 November 2019
Pagi ini aku terbangun dengan badan meriang di sekujur tubuh. Padahal baru saja kemarin aku berobat ke dokter, tapi tidak juga kunjung membaik. Aku jadi terpaksa tidak dapat masuk kerja semalam. Ini kali pertama aku dibuat tidak berdaya oleh penyakit selama di Jakarta.
Ternyata aku masih cukup lemah. Aku kesal sekali, karena tidak dapat berangkat kerja. Aku mulai menyadari, sepertinya aku ini workaholic, pikiranku tidak tenang, jika aku tidak bekerja. Aku mencoba untuk beristirahat, namun rasa tidak nyaman pada badanku, membuat memejamkan mata saja terasa sulit. Terkadang badan terasa dingin hingga menggigil, kadang terasa panas hingga kesemutan. Tidak biasanya aku mengalami infeksi lambung seperti ini, aku jadi teringat pada penyakitku dahulu saat awal kuliah, yang memaksaku absen hingga sebulan.
Aku membiarkan pikiranku melayang-layang dalam benakku. Perlahan, kenangan akan masa lalu kembali menghampiriku. Banyak juga yang sudah kulewati, begitu pikirku. Aku sadar, dalam menghadapi permasalahan selama ini di hidupku, aku tak pernah sendiri. Selalu saja ada sahabat-sahabatku yang mendukungku. Mungkin ini, alasan mengapa, selama di Jakarta pikiranku tidak tenang. Aku merindukan mereka, sangat, kadang aku bertanya, dapatkah aku bertahan di kota ini dengan diriku seorang, tanpa mereka?
Sepertinya sakit ini, membuatku untuk berpikir lebih tenang. Mencoba melihat apa saja yang sudah kuperbuat selama ini. Aku sadar, masih banyak hal, yang seharusnya tidak perlu kulakukan. Salah satunya, menceritakan pada sahabatku, bagaimana, selama ini aku menyimpan rasa pada seseorang. Apakah rasaku ini salah selama ini? Tidak. Tidak ada yang salah dalam cinta, aku sudah tahu jawaban ini sejak lama. Hanya saja, kadang aku lupa, cinta tidak haruslah memiliki, mendoakannya saja agar dia bahagia dalam diam, adalah kenikmatan tertinggi dalam mencintai seseorang, tanpa berharap, tanpa meminta.
Sakit ini sepertinya memberikanku penenang dalam pikiranku yang belakangan dipenuhi energi negatif. Aku bisa merefleksikan hal yang masih bisa aku benahi, hal-hal yang seharusnya aku perbuat sejak kemarin, dan berhenti memikirkan kematian. Aku kesepian, iya, aku kesepian, namun bersikap seperti diriku belakangan ini, sepertinya memang tidak laik. Aku akan berusaha menjadi pribadi yang lebih tangguh lagi. Mencoba tenang dalam setiap permasalahan. Menjaga kesehatan diriku lebih baik lagi, dan juga menjaga kesehatan pikiran serta jiwaku. Hah, aku ingin lekas sehat, aku tidak cocok terkapar di atas kasurku seperti ini.
Thursday, 7 November 2019
Lately, I break so many promises with my friends. Don't you know, it hurt me so much not able to keep it, but I knew this is what the best for everyone. I don't want everyone think about me so much, I hope they will soon start hate me and forget about me. It best when the time I am finally gone, they'll be fine and continuing their life without even thinking of me.
Sorry if I lately become annoying. This diseases I have been infected for so long, I don't when will it becomes a lot more worse. Yeah, I once tried to never thought about it and just trying enjoyed my life, but unaware of the situations, I met a lot of importance person in my life. I knew I shouldn't done it.
Talking about dreams, yeah it's all true, I do want someday made my own school, but with my sickness getting more worse, I am afraid it would just be a mere dream. It's not like I try to give up, but no matter how much medicine I take, or the doctor I visited, my condition never even better. The cost it take alse getting higher as time passing by. I tried to get a high paying job so I could heal myself, but I starting to think it useless.
So please, dear my lovely friend, thank you for being with me so far, but I think you should start to forget about me, because I think you guys would meet someone who a lot better than me anyway, if one of this day I'm gone, please don't bother to cry.
Subscribe to:
Posts (Atom)