"Ehem, tidak usah kau ceritakan yang tidak tidak padanya Eli." Suara dari arah pintu tersebut terdengar tidak asing lagi bagiku. Saat aku membalikan badanku ke arah pintu, benar saja, kedua orang tuaku berdiri di sana.
"Hoo, ada apa Peter, bukan kah sudah kewajibanku mengajarkan muridku apa yang tidak diketahuinya." Ibu Eli melirik kepadaku. "Bukankah itu alasan kalian menyekolahkannya kemari?"
"Sebenarnya, bukan keinginanku menyekolahkannya kemari, hanya saja, ini permintaan dari ayahku."
"Baiklah, jika itu keinginanmu Peter, tapi kau tahu benar sekolah ini kan?"
"Ya tentu saja, hanya tolong, biarkan dia bertindak seperti anak biasanya."
"Seperti anak biasanya Peter?? Tidakkah kau sadar, menitipkannya pada Ayahmu dan melakukan homeschooling sungguh bukan hal yang biasa."
"Kami melakukan yang terbaik untuk anak kami Eli." Ibuku yang semenjak tadi diam tiba tiba menyuarakan pendapatnya. "Roi, bukankah kau seharusnya menyiapkan ruanganmu?" Ibuku sepertinya memintaku untuk meninggalkan ruangan ini.
"Baiklah bu, klo begitu aku pamit dulu Bu Eli."
"Silahkan Roi, masih banyak hal yang ingin kubicarakan dengan kedua orang tuamu ini."
Aku berjalan meninggalkan ruangan, sebelum aku melangkah keluar, aku merasa ada benda yang dilempar ke arahku. Aku mengalihkan pandanganku dan menangkap benda tersebut.
"Tangkapan yang bagus Roi, jangan lupa ambil barang-barangmu di bagasi mobil. Mobilnya kuparkir di parkir Timur."
"Kau tahu itu tadi berbahaya Yah, gimana klo kunci ini mengenai wajahku!"
"Tidak mungkin itu terjadi, aku percaya kau pasti mampu menangkapnya."
"Baiklah aku pergi dulu Yah."
Mana ada orang tua melempar kunci dengan niat membunuh seperti itu, jika bukan karena hasil latihanku bersama kakek, aku pasti tak akan mampu menangkapnya. Mengingat apa yang dikatakan Bu Eli tadi, dia sepertinya mengetahui banyak hal tentang diriku, tinggal bersama kakekku memanglah tidak biasa. Setiap hari aku harus belajar, latihan fisik, dan berlatih bela diri. Menurut beliau seorang pria harus kuat sehingga mampu melindungi apa yang berharga bagi dirinya.
Tibalah, aku di area parkir, aku menyusuri area parkir yang luas itu. Kutemukan mobilku van ku di sana, kuambil semua tas-tas ku. Aku tak perlu membawa perlengkapan lainnya, karena saat pendaftaran ulang, aku diberi tahu bahwa semuanya sudah ada di asrama, dari komputer, alat tulis, dan lain lain. Aku melihat kartu siswa ku, di sana tertulis asramaku, Spadona, nama macam apa itu pikirku.
Aku mendekat pada papan penunjuk arah, untuk mencari letak asramaku. Ternyata letaknya sekitar 1 km dari posisiku saat ini. Aku berjalan menyusuri lingkungan sekolah tersebut, kulewati beberapa gedung besar, lapangan basket, tenis, serta terdapat beberapa taman. Aku pun tiba di sebuah gerbang, tertulis "SPADONA" di atasnya. Ku lihat ada sebuah Rumah yang cukup besar dan megah, apakah itu asramaku? Aku masuk melalui gerbang tersebut.
"Hai, siapa di sana?" Terdengar suara orang datang dari kananku. Aku melihat ke arah suara orang tersebut. Kudapati seorang pria paruh baya sedang menyapu taman di rumah tersebut.
"Maaf pak, saya murid baru di sini, di kartu siswa ini tertulis, saya bagian dari asrama Spadona, apa benar ini tempatnya?"
Pria tersebut berjalan mendekatiku, sekarang dapat dengan jelas wajahnya, mukanya sangat kusam, matanya yang tajam seolah ingin membunuhku, rambutnya yang berantakan serta kulihat ada beberapa bekas luka di lehernya. Apakah dia bekas penjahat pikirku.
"Sepertinya kau memang penghuni asrama ini. Kuucapkan selamat datang, dan semoga kau menyukai upacara penyambutannya."
"Upacara sambutan seperti apa?"
"Aku tak ingin menghilangkan efek kejutannya."
Kulihat dia tersenyum, dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku mulai melangkah menuju ke depan pintu rumah tersebut. Aku masih penasaran dengan ucapan bapak tadi, tapi yasudah, aku mulai mengetuk pintu tersebut, dan seketika pintu terbuka, kulihat seorang wanita membuka pintu tersebut.
(-cont)