Malam ini sepulang dari kos Chris, aku mengantarkan Rani kembali ke kosnya karena hari sudah sangat larut. Karena ada sedikit lapar aku mengajak untuk mampir ke burjo. Aku pun memesan Indomie rebus.
Sambil menunggu pesanan mie ku datang, aku baru teringat kalau kemarin, aku sudah makan dua bungkus Indomie. Mules nih nanti malem pikirku. Akhirnya mie pesananku tiba, perlahan ku kecupi kuah mie tersebut, hmm, memang kenikmatan mana lagi yang Kau dustakan. Tidak ada yang mampu mengalahkan nikmatnya Indomie rebus di tengah udara yang dingin.
Perlahan namun pasti kumasukan suap demi suap mie tersebut ke dalam mulutku. Seiring dengan bertambahnya kadar micin yang masuk dalam tubuhku, pikiranku semakin tumpul, larut dalam perasaanku yang semakin kuat karena micin adalah penguat rasa aditif. Namun, hal itu membuatku tersadar akan satu hal, yaitu kesamaan antara Indomie dengan cinta.
Kalian mungkin bertanya-tanya di mana letak kesamaannya, mungkin beberapa diantara kalian juga ada yang menyadarinya tapi menolak mengakuinya. Well, itu kembali pada keyakinan kalian masing-masing sih, kalau kalian yakin akan analisis yang akan saya sampaikan, selamat anda termasuk ke dalam golongan penikmat micin. Semua analisis yang akan sampaikan murni berdasarkan pengalaman saya selaku penulis, pelaku, dan analis.
Baiklah, sebenarnya ada banyak sekali merk mie instan di luar sana, namun karena yang paling enak itu menurut saya itu Indomie maka saya akan menunjukan ke samaannya. Pertama seperti yang kita ketahui, Indomie itu rasanya sangat nikmat sekali saat pertama kali kita mencicipinya. Bahkan hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, bahkan hingga dunia. Hal itu juga terjadi saat kita pertama kali jatuh cinta, kita akan merasa itu adalah hal ternikmat yang pernah kita rasakan, karena rasanya yang beda dari yang lain. Kita mungkin pernah makan mie merk lain namun tetap tidak ada yang mengalahkan Indomie tentunya, begitu pula rasanya cinta, kita mungkin pernah menerima cinta dari banyak orang, namun saat orang spesial tersebut memberikan rasa yang istimewa dalam hidup kita, kita jadi tertarik padanya.
Karena dari rasa yang beda tersebut, yang kedua adalah kita jadi ketagihan nih, baik itu mie maupun jatuh cinta mampu membuat kita ketagihan, seolah rasanya tiap hari ada yang kurang klo kita belum merasakan hal tersebut. Ketagihan membuat jumlah micin yang masuk dalam tubuh kita perlahan meningkat yang membuat kita jadi bego, sama ketika kita jatuh cinta terkadang tanpa kita sadari kita jadi bego, kita jadi lupa akan tujuan hidup kita, melupakan prioritas prioritas penting dalam hidup kita. Memang sih rasanya nikmat sekali karena micin memang menguatkan rasa namun membuat logika kita menjadi tumpul.
Yang ke empat adalah klo langsung makan indomie banyak, bakalan enek, dan bikin penyakit. Begitu juga cinta, klo kebanyakan bikin enek, dan sakitnya yang terasa karena ketika kita enek, rasanya kita ingin mengeluarkan semua yang kita makan. Bahkan bisa jadi bikin kapok untuk makan indomie lagi, begitu juga jatuh cinta, saat rasa cinta yang berlebihan itu tidak dapat ditampung yang ada bikin enek dan bikin males untuk mikirinnya lagi.
Mungkin itu kesamaan yang saya temukan dari dua hal tersebut. Kok isinya negatif semua? Sebenarnya baik Indomie maupun jatuh cinta itu tidak ada yang negatif selama kita tahu bagaimana caranya mengontrol diri sendiri. Klo kita makan Indomie dalam kadar dan jangka waktu yang secukupnya tentu tidak akan mengganggu kesehatan kita. Begitu juga cinta, klo kita memberikan cinta dalam kadar yang sewajarnya makan tidak akan ada pihak yang merasa sakit ataupun enek.
Namun karena saya termasuk golongan pencinta micin, saya masuk dalam tipe orang yang menurut saya sendiri, rasa sakit yang saya dapat karena ketagihan Indomie itu adalah harga yang pantas hanya demi menikmati kenikmatan tersebut setiap waktu. Meskipun dulu pernah kebanyakan makan Indomie sama telat makan bikin gak masuk kuliah sebulan, atau makan Indomie 4 bungkus langsung. Keduanya sama-sama bikin sakit sama enek tapi karena kenikmatan tersebut belum ada yang mengalahkan, aku rela untuk merasakan hal yang sama lagi, berulang kali. Begitu juga dengan cinta, rasanya pingin ketemu terus dengan orang yang spesial tersebut, sebisa mungkin cari cara agar bisa bersama, meskipun ujung-ujungnya tetap sakit juga, namun kenikmatan dalam hal tersebut yang jarang sekali aku rasakan, kenikmatan tersebut yang selalu aku cari. Bagiku semua kenikmatan itu adalah kekuatan dan semua rasa sakit itu adalah motivasi. Aku tidak akan pernah enek untuk jatuh cinta atau untuk makan indomie yang sama tiap hari, because for me, if someday I must die, then I want to die in happiness.