Wednesday, 7 December 2016

Pilihan

Selasa, 6 desember 2016, pagi itu kuucapkan selamat pagi padanya, dia yang baru saja terpilih jadi wakahim, aku masih bertanya-tanya apakah dia masih merasa sedih dan gelisah? Sebenarnya dalam hati kecilku aku ingin sekali berada di dekatnya, menemaninya saat ini, tetapi bayang-bayang akan sudahkah dia menjadi pacar sahabatku masih menghantuiku, aku bingung, aku harus berbuat apa, di satu sisi aku benar-benar menyayangi dia, dan melihat dia sedih benar-benar melukai batinku, meskipun aku sadar, aku hanya pelariannya, tapi apa hubungan mereka sampai saat ini masih belum jelas? Aku mencoba mengacuhkan semua rasa itu, dan pergi ke kampus untuk bimbingan, namun sayang dosenku tidak ada karena sedang menjaga ujian, akhirnya aku memutuskan untuk mampir ke beskem. 

Aku bertemu dengan Emon di beskem, aku mencoba menceritakan padanya kejadian hari minggu kemarin. Mendengar hal itu, Emon memperlihatkan padaku isi curhatan Maria padanya. Ternyata, dugaanku memang benar, aku hanya pelariannya, tapi yang membuatku lebih terkejut adalah selama ini Pandu tidak kunjung juga untuk menceritakannya padaku. Membaca itu semua, sejenak aku mencoba menguatkan diriku, memikirkan semuanya secara perlahan, aku mengingat kembali perkataan Arda kemarin, bagaimana dengan hatimu. Aku mencoba merenung, tapi tetap saja rasanya sakit. Aku berdoa sejadi-jadinya pada Tuhan, aku menanyakan pada-Nya, apa yang sebenar-Nya Dia mau dari diriku ini, aku sudah tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, hingga akhirnya aku merasa bertemu dengan Pandu saat ini juga adalah jalan yang harus aku ambil, aku tak tahu apakah jalan ini yang terbaik, aku hanya berdoa, semoga apa yang aku lakukan, aku ucapkan semuanya memang sudah sesuai kehendak-Nya, karena aku sadar aku ini hanya hamba-Nya.

Aku memutuskan saat itu juga aku ke Kudus. Bermodalkan cerita orang-orang tentang lokasi mataharinya, dan cerita Pandu sendiri mengenai lokasi konternya, aku berangkat ke kudus. Sepanjang perjalanan, aku terus merenung, apakah aku bodoh, apakah aku egois, bagaimana kalau aku salah, apa yang mau aku bicarakan, bagaimana kondisi Pandu, mengganggu pekerjaannya atau tidak, berbagai macam tanya hinggap di kepalaku.

Sampai akhirnya aku tiba di Matahari, seperti seolah semuanya sudah jalan-Nya, hujan yang sempat mengguyur Semarang, sebelum aku beranjak tiba-tiba menjadi mendung sendu, sepanjang perjalanan, cuaca tidak menggangguku. Membuatku sedikit mantap untuk masuk ke dalam Matahari. Ternyata aku berhasil menemukan konternya dengan mudah, dan mendapati Pandu tidak ada di sana. Beruntunglah ketika aku bertanya pada seorang pegawainya ternyata Pandu sedang dalam perjalanan ke Kudus. Ditemani secangkir teh mimikti aku menunggu Pandu dan berdoa, apapun pilihan yang ku ambil saat berbicara dengannya nanti adalah yang terbaik.

Pandu pun tiba, hingga akhirnya kami berbincang-bincang sejenak, lalu aku meminta untuk mencari tempat di mana kita bisa merokok. Kami pergi ke food court, disitu aku memberi tahu klo aku mau membicarakan PRMK itu bohong, ada hal lain yang ingin kubicarakan dengannya, yaitu seputar Maria. Aku menanyakan bagaimana hubungannya dengan Maria, saat ini, lalu aku menceritakan semua kejadian yang dari dulu ingin sekali ku katakan padanya. Hingga aku tersadar akan suatu hal, mendengar ucapanku sendiri, aku mengerti sesuatu, bagaimana setiap kali aku mencoba menatap matanya, aku tidak melihat sosokku di sana melainkan sosok orang lain, yang aku tahu itu Pandu, bagaimana setiap kami membahas suatu permasalahan kami selalu berdebat dan yang kami debatkan itu aku tahu, itu pemikiran Pandu, bahkan ketika dia sedih, ketika semua omonganku tidak dapat menolongnya, ketika kebaradaanku pun tidak cukup untuknya, hingga aku merasa aku ini cowok paling bodoh, membuat aku tersadar, cuma Pandu yang bisa menolongnya. Ya, aku menyayangi Maria, karena itu aku harus berani memilih untuk kebahagiannya, aku tak mau lagi memberi bimbang di hatinya. Aku memilih untuk meyakinkan Pandu, aku memberi tahunya bagaimana Maria benar-benar butuh dia saat ini, dan memohon untuk tidak lagi membuatnya ragu, karena aku yakin love will find a way, if both of them struggling hard enough. Pandu belum berani memberi kepastian apa-apa, hanya dia berjanji kamis dia akan memberi tahuku kabarnya.

Selepas perbincangan itu aku menemani Pandu menjaga konternya. Aku merenung sejenak, kayaknya aku udah jadi orang jahat banget hari ini, aku gak peduliin kondisi Pandu sama pekerjaannya, dan aku sudah memberinya bahan pemikiran lain. Selepas itu bahkan hingga perjalanan pulang kembali ke Semarang, aku merenung merefleksikan kembali semuanya. Aku sadar betul, pilihan yang aku ambil itu memang cukup berat untuk diriku sendiri, dan aku memohon pada Tuhan untuk menguatkanku sekali lagi, karena akupun sadar, menahan rasa sakit seperti ini, adalah hal terbaik yang selama ini aku lakukan, rasaku malam ini tidak ada bedanya, ketika aku ditolak Ilga, atau aku ditolak Ninin, tapi aku yakin, seiring berjalannya waktu aku pasti akan sembuh. Karena akupun tahu Pandu orang yang tepat yang bisa menyelamatkan Maria. Sepanjang perjalanan aku mencoba untuk tidak menangis, aku sudah lelah untuk itu, aku biarkan langit hujan malam itu yang menangis untukku.

Aku tahu, aku pernah memberi tahu Maria tentang blogku ini, entah dia pernah iseng baca apa gak, siapa tahu dia baca. Maaf mar, aku tidak sekuat yang aku kira, every where I go I'm bound to lose. Tapi kamu ingat apa yang pernah aku tuliskan padamu, Cinta itu tidak berkesudahan, dia tidak sombong, dia tidak mendendam, cinta itu abadi, aku sendiri sampai saat ini masih mencoba menghayati makna tulisan tersebut, dan aku sadar aku hanya manusia, karena itu maafkan jika sejenak ini aku keluar dari kehidupanmu, aku titip temanku itu, dia orang paling baik dan paling peka yang pernah aku temuin, biarkan aku menjalani pilihanku ya Mar, karena laki-laki ada memang untuk dipilih, melainkan memilih..

No comments:

Post a Comment