Monday, 12 December 2016

Cause, I Love You..

Hari itu sabtu tanggal 10 Desember 2016, aku masih berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri akan pilihan yang sudah kuambil, tetapi aku tak menyangka cukup sulit. Kuhabiskan waktuku seharian di dalam kamarku, semua chat masuk kuabaikan, aku benar-benar ingin sendiri hari itu. Hingga akhirnya Arda temanku menelponku menanyakanku ada apa, dan dia berkata akan main ke kosku. Sore hari dia datang kami makan di mie ayam dekat kosku, namun karena terlalu ramai, kami memutuskan untuk berbincang di kosku saja.

Arda menanyakan ada apa, ya awalnya aku mengelak aku tidak apa-apa. Akhirnya aku ceritakan semua yang sudah kulakukan mulai dari kenapa aku ke kudus, karena cerita saat hari minggu Arda sudah tahu, bagaimana aku masih menunggu tanggapan dari Pandu, seperti yang dia janjikan. Dari obrolan kami, entah mengapa, aku seperti menemukan sesuatu yang sepertinya memang jawabannya. Dia berkata, mungkin kamu memang ada hal yang belum kamu sampaikan, kenapa kamu gak bertanya tentang perasaannya dia padamu. Dari situ aku sadar akan hal yang mungkin memang masih mengganjal di diriku. So I set my mind, If the universe allow us to be together again, I will said it. But  speak of the devil, saat kami membincarakannya, ada line masuk dari Maria. Aku benar-benar berharap dia mengajakku ke gereja, atau mengajakku ke mana untuk mengobrol. Namun dia hanya menanyakan aku berada di mana, dan akhirnya kami hanya berbincang sebentar melalui line, dia ternyata sedang menemani teman-teman dan adek-adeknya membahas follow up. Bahkan selama nongkrong dengan teman-temanku, aku masih saja kepikiran dia, akhirnya kututup hari dengan pikiran menggantung, sepertinya kita gak bisa bersama besok, aku pasang alarm agar aku gak telat gereja besok pagi.

Minggu pagi 11 Desember 2016, aku terbangun, aku lihat lineku, tak ada ajakan darinya, aku sendiri bingung apakah gereja atau ikut anak-anak ngamen di kerep. Aku putuskan untuk gereja, setelah selesai mandi, tiba-tiba Adi teman kosku juga pas mau ke gereja, akhirnya aku berangkat dengannya. Sesampainya di gereja, tiba-tiba saja ada line masuk darinya, dia menanyakan apakah aku ke kerep dan udah gereja, ya aku jawab aja jujur, karena aku sendiri masih bingung tapi aku lagi nunggu misa mulai. Dalam hatiku, aku berdoa, Tuhan, izinkan kami ke kerep bersama ada yang ingin aku sampaikan padanya. Setelah berbincang melalui line akhirnya kami akan ke kerep bersama. Sepanjang perjalanan, kami berbincang akan banyak hal, hari itu cuaca cukup sejuk, hanya saja jalanan memang agak padat, dalam hati aku berbisik lagi pada Tuhan, I wish the moment like this can stay more longer, if this is the last time our time to be together like this, let me cherish this moment, and made her happy.

Setibanya di sana, kami menemani teman-teman 2016 ngamen follow up. Setelah selesai, aku ditemani Surya temanku memutuskan untuk berdoa dan curhat di dalam area kerep. Setelah puas curhat dengan bunda, aku memohon, Let me say it all, give me the courage, let me brave enough to follow my heart. Aku pun menceritakan apa yang sebenarnya sedang kurasakan saat itu pada temanku Surya. Akhirnya kami pun sudah puas di kerep, kami memutuskan kembali ke Semarang.

Selama perjalanan pulang, aku bingung, apakah yang akan aku ucapkan dapat di dengarnya dengan baik, aku menunggu jalanan agak sepi, beruntunglah sore ini tidak banyak bus dan truk yang bising. Perlahan ku tanyakan padanya, Apakah semua yang dilakukannya pada cowok yang temannya sama seperti yang biasa dilakukan padaku, dia menjawab sama, dan bertanya kenapa, aku menjawab, ternyata selama ini aku yang baper ya, dia bertanya lagi kenapa aku bisa baper, karena selama ini aku punya teman-teman cewek, ada banyak hal yang beda yang mereka biasa lakukan dengan caranya terhadapku, dia bertanya di mana bedanya, kujawab semua yang berbeda dari dirinya, yang kenapa membuatku seolah emang itu cara dia memperlakukan seseorang yang spesial bagi dirinya. Keheningan sempat terjadi, aku berusaha untuk tetap tegar, aku tak tahu aku harus berbicara apa, hingga akhirnya dia memecah keheningan tersebut dengan membicarakan hal lain, aku pun mencoba mengikutinya, dan perlahan rasa sedih yang merundungku mulai menghilang.

Sampai beskem, Maria sebenarnya dijanjikan Surya buat gereja bareng, namun sepertinya Surya php, akhirnya Maria mencari orang lain untuk menemaninya gereja, hingga akhirnya dia mengajakku, dan aku mengiyakannya. Aku menakutinya klo aku bakal tertidur, tapi sepertinya dia tidak peduli. Di gereja aku berterima kasih pada-Nya karena sudah memberikanku kesempatan dan keberanian untuk menjalani hari ini, lalu Maria bertanya kenapa aku selalu mengiyakan, setiap hal yang dia mau lakukan, awalnya aku mengelak, hingga aku tersadar, kalau aku lagi di gereja, aku gak bisa berbohong, dan yang aku lakukan itu membohongi diri sendiri. Ku dekatkan diriku padanya, dan dengan perlahan namun pasti, ku panggil dirinya, dan kubisikan, "Hmm, mungkin karena aku memang suka kamu.". Than at that exact time every thing feel so slow, so easy, It feels like something that always stuck on my neck all get loose. Aku ingat perkataan Pandu, dia pingin aku jadi seperti Alva yang biasanya, dan aku rasa Alva yang biasanya ya yang seperti ini, aku juga ingat perkataan Arda dan Acan, klo cinta memang tulus, ya gak perlu mengharapkan balasan. Aku tipe orang yang memang klo udah bilang suka sama orang, aku bakal tetap mencintai orang tersebut sampai kapanpun. After all that what's mean to be an Alva. Minggu itu, menjadi saat paling bersejarah dalam hidupku, yeah I love Maria, and nothing will ever change that fact, thanks God for everything.


Wednesday, 7 December 2016

Pilihan

Selasa, 6 desember 2016, pagi itu kuucapkan selamat pagi padanya, dia yang baru saja terpilih jadi wakahim, aku masih bertanya-tanya apakah dia masih merasa sedih dan gelisah? Sebenarnya dalam hati kecilku aku ingin sekali berada di dekatnya, menemaninya saat ini, tetapi bayang-bayang akan sudahkah dia menjadi pacar sahabatku masih menghantuiku, aku bingung, aku harus berbuat apa, di satu sisi aku benar-benar menyayangi dia, dan melihat dia sedih benar-benar melukai batinku, meskipun aku sadar, aku hanya pelariannya, tapi apa hubungan mereka sampai saat ini masih belum jelas? Aku mencoba mengacuhkan semua rasa itu, dan pergi ke kampus untuk bimbingan, namun sayang dosenku tidak ada karena sedang menjaga ujian, akhirnya aku memutuskan untuk mampir ke beskem. 

Aku bertemu dengan Emon di beskem, aku mencoba menceritakan padanya kejadian hari minggu kemarin. Mendengar hal itu, Emon memperlihatkan padaku isi curhatan Maria padanya. Ternyata, dugaanku memang benar, aku hanya pelariannya, tapi yang membuatku lebih terkejut adalah selama ini Pandu tidak kunjung juga untuk menceritakannya padaku. Membaca itu semua, sejenak aku mencoba menguatkan diriku, memikirkan semuanya secara perlahan, aku mengingat kembali perkataan Arda kemarin, bagaimana dengan hatimu. Aku mencoba merenung, tapi tetap saja rasanya sakit. Aku berdoa sejadi-jadinya pada Tuhan, aku menanyakan pada-Nya, apa yang sebenar-Nya Dia mau dari diriku ini, aku sudah tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, hingga akhirnya aku merasa bertemu dengan Pandu saat ini juga adalah jalan yang harus aku ambil, aku tak tahu apakah jalan ini yang terbaik, aku hanya berdoa, semoga apa yang aku lakukan, aku ucapkan semuanya memang sudah sesuai kehendak-Nya, karena aku sadar aku ini hanya hamba-Nya.

Aku memutuskan saat itu juga aku ke Kudus. Bermodalkan cerita orang-orang tentang lokasi mataharinya, dan cerita Pandu sendiri mengenai lokasi konternya, aku berangkat ke kudus. Sepanjang perjalanan, aku terus merenung, apakah aku bodoh, apakah aku egois, bagaimana kalau aku salah, apa yang mau aku bicarakan, bagaimana kondisi Pandu, mengganggu pekerjaannya atau tidak, berbagai macam tanya hinggap di kepalaku.

Sampai akhirnya aku tiba di Matahari, seperti seolah semuanya sudah jalan-Nya, hujan yang sempat mengguyur Semarang, sebelum aku beranjak tiba-tiba menjadi mendung sendu, sepanjang perjalanan, cuaca tidak menggangguku. Membuatku sedikit mantap untuk masuk ke dalam Matahari. Ternyata aku berhasil menemukan konternya dengan mudah, dan mendapati Pandu tidak ada di sana. Beruntunglah ketika aku bertanya pada seorang pegawainya ternyata Pandu sedang dalam perjalanan ke Kudus. Ditemani secangkir teh mimikti aku menunggu Pandu dan berdoa, apapun pilihan yang ku ambil saat berbicara dengannya nanti adalah yang terbaik.

Pandu pun tiba, hingga akhirnya kami berbincang-bincang sejenak, lalu aku meminta untuk mencari tempat di mana kita bisa merokok. Kami pergi ke food court, disitu aku memberi tahu klo aku mau membicarakan PRMK itu bohong, ada hal lain yang ingin kubicarakan dengannya, yaitu seputar Maria. Aku menanyakan bagaimana hubungannya dengan Maria, saat ini, lalu aku menceritakan semua kejadian yang dari dulu ingin sekali ku katakan padanya. Hingga aku tersadar akan suatu hal, mendengar ucapanku sendiri, aku mengerti sesuatu, bagaimana setiap kali aku mencoba menatap matanya, aku tidak melihat sosokku di sana melainkan sosok orang lain, yang aku tahu itu Pandu, bagaimana setiap kami membahas suatu permasalahan kami selalu berdebat dan yang kami debatkan itu aku tahu, itu pemikiran Pandu, bahkan ketika dia sedih, ketika semua omonganku tidak dapat menolongnya, ketika kebaradaanku pun tidak cukup untuknya, hingga aku merasa aku ini cowok paling bodoh, membuat aku tersadar, cuma Pandu yang bisa menolongnya. Ya, aku menyayangi Maria, karena itu aku harus berani memilih untuk kebahagiannya, aku tak mau lagi memberi bimbang di hatinya. Aku memilih untuk meyakinkan Pandu, aku memberi tahunya bagaimana Maria benar-benar butuh dia saat ini, dan memohon untuk tidak lagi membuatnya ragu, karena aku yakin love will find a way, if both of them struggling hard enough. Pandu belum berani memberi kepastian apa-apa, hanya dia berjanji kamis dia akan memberi tahuku kabarnya.

Selepas perbincangan itu aku menemani Pandu menjaga konternya. Aku merenung sejenak, kayaknya aku udah jadi orang jahat banget hari ini, aku gak peduliin kondisi Pandu sama pekerjaannya, dan aku sudah memberinya bahan pemikiran lain. Selepas itu bahkan hingga perjalanan pulang kembali ke Semarang, aku merenung merefleksikan kembali semuanya. Aku sadar betul, pilihan yang aku ambil itu memang cukup berat untuk diriku sendiri, dan aku memohon pada Tuhan untuk menguatkanku sekali lagi, karena akupun sadar, menahan rasa sakit seperti ini, adalah hal terbaik yang selama ini aku lakukan, rasaku malam ini tidak ada bedanya, ketika aku ditolak Ilga, atau aku ditolak Ninin, tapi aku yakin, seiring berjalannya waktu aku pasti akan sembuh. Karena akupun tahu Pandu orang yang tepat yang bisa menyelamatkan Maria. Sepanjang perjalanan aku mencoba untuk tidak menangis, aku sudah lelah untuk itu, aku biarkan langit hujan malam itu yang menangis untukku.

Aku tahu, aku pernah memberi tahu Maria tentang blogku ini, entah dia pernah iseng baca apa gak, siapa tahu dia baca. Maaf mar, aku tidak sekuat yang aku kira, every where I go I'm bound to lose. Tapi kamu ingat apa yang pernah aku tuliskan padamu, Cinta itu tidak berkesudahan, dia tidak sombong, dia tidak mendendam, cinta itu abadi, aku sendiri sampai saat ini masih mencoba menghayati makna tulisan tersebut, dan aku sadar aku hanya manusia, karena itu maafkan jika sejenak ini aku keluar dari kehidupanmu, aku titip temanku itu, dia orang paling baik dan paling peka yang pernah aku temuin, biarkan aku menjalani pilihanku ya Mar, karena laki-laki ada memang untuk dipilih, melainkan memilih..

Sunday, 4 December 2016

Kebencian

"Tuhan anugerahi sebuah cintaKepada manusia untukDapat saling menyayangiBila kebencian meracunimuTakkan ada jalan keluarDamai hanya jadi impian
Kita takkan bisa berlariDari kenyataan bahwa kita manusiaTempatnya salah dan lupaJika masih ada cinta di hatimuMaka maafkanlah segala kesalahanCintailah cinta
Bila kamu bisa 'tuk memaafkanAtas kesalahan manusiaYang mungkin tak bisa dimaafkanTentu Tuhan pun akan memaafkanAtas dosa yang pernah terciptaYang mungkin tak bisa diampuni"