Tuesday, 31 July 2012

SD - First Learn About Life part 1



                Masa-masa TK adalah masa yang sangat sulit untuk dikenang kembali, meskipun begitu banyak juga kenangan yang masih ku ingat hingga saat ini. Kenangan pertama kali aku berkelahi, yang diakhiri dengan gigiku tanggal 1 setelah dihajar tepat di wajahku lalu aku menangis, saat aku mengerjai temanku dan berakhir dengan aku yang menangis karena di marahi, yah aku memang anak cengeng saat itu, tapi ibuku selalu ada disitu dan menenangkanku. Selain kenangan itu juga ada beberapa kenangan bahagia yang masih bisa ku ingat hingga saat ini, kenangan di mana aku mencari kostum untuk hari kartini dan parade keliling kota dengan pakaian daerah jawa yang kukenakan saat itu, saat-saat dimana aku bermain bola untuk pertama kalinya mengikuti lomba di alun-alun kota, dan saat terakhir ketika kami akan lulus ke SD kami diminta untuk menari dengan lagu Gol-Gol Ale-ale karya Ricky Martin. Kukira semuanya akan lebih menyenangkan daripada di TK.
                Hari itu senin awal masuk sekolah, aku pun sudah tidak tinggal di perumahan lamaku Usman dan pindah ke Dian Anyar. Seperti halnya anak kecil kebanyakan, aku di bangunkan pagi, disiapkan sarapan, dan di dandani sebelum sekolah. Pagi itu aku bersekolah di SD yang masih 1 komplek dengan TK ku, tapi sayang rumahku yang baru lebih jauh daripada rumahku sebelumnya. Pagi itu jalanan sangat macet, entah karena kami berangkat terlalu siang sehingga berbarengan dengan karyawan-karyawan berangkat kerja, yang kuingat pasti pagi itu aku datang terlambat, dan terlambat di hari senin itu berarti terlambat mengikuti Upacara. Untung saja itu hari pertama ku masuk sekolah jadi tak ada hukuman apapun, dan anak tinggi harus berdiri di belakang. Dan sahabatku dari TK yang mungkin akan jadi sahabatku sampai SMA berada di sebelahku, ya namanya Gatra, tipe seorang leader menurutku, jago olahraga, tinggi –meskipun tak setinggi diriku- tampan, dan pintar. Aku pernah pingin jadi seperti dirinya.
                Kelasku tidaklah besar, tapi mejanya jelas berbeda dari meja anak TK. Banyak hal yang terjadi ketika aku kelas 1. Di mulai dari aku yang ketahuan oleh sahabatku Christian –temanku dari kecil karena ayahnya dan ayahku dari jurusan yang sama dulu- sedang minum susu menggunakan botol bayi yang biasanya sudah ditinggalkan anak-anak lain sejak TK. Setelah kejadian itu aku pun jadi malu dan mulai belajar untuk meminumnya dengan gelas. Awalnya itu sulit sekali mencium baunya saja sudah membuatku mual. Dan ada lagi sebuah kenangan yang tak mungkin kulupakan. Test pertamaku di kelas 1, sebuah pertanyaan tentang siapakah nama pengarang lagi Maju Tak Gentar? Karena saat itu sedang musim kampanye partai, dan secara tidak sengaja aku mendengar salah seorang tokoh partai menyanyikannya, yang berbunyi “Maju tak gentar membela yang benar bersama P**”  Gusdur lah tokoh itu, maka kujawab saja dikertas tersebut Gusdur. Dan apa yang terjadi, aku yang seharusnya mendapat nilai sempurna itu menjadi kurang satu poin gara-gara soal tersebut. Yah tidak semua kelas 1 ku menarik, hanya ada beberapa kejadian yang mengesanku bagiku, hanya hubungan teman-teman sekelasku dengan senior yang berbeda 1 tingkat dengan kami kurang akrab, yah kami mulai berkelahi sejak kelas 1. Kelas 1 berakhir dengan aku menjadi ranking 3 di kelas.
                Kelas 2 aku tidak punya cukup banyak kenangan tentang itu, mungkin karena memang tidak ada yang istimewa. Aku memang terkenal banyak omong, gak bisa diam, tapi yah tetap saja aku rangking 2 di kelas, padahal aku bisa rangking 1 karena point ku dengan yang rangking 1 sama, hanya saja sikap dan tulisanku yang sama buruknya membuat wali kelasku menurunkanku ke rangking 2. Padahal itu mungkin 1-1nya kesempatan dalam hidupku untuk jadi rangking 1. Sepanjang SD pengalaman yang paling masih aku ingat hingga sekarang adalah pengalamanku kelas 5 yah mungkin pengalaman dihukum guru nulis di depan kelas gara-gara telat mencatatnya, aku menulis sambil terisak-isak, yah waktu itu aku masih kelas 3 dan aku terhitung cengeng, lalu kejadian aku memecahkan kaca kelas bersama Christian, Gatra, dan Wesley, dan pengalamanku pulang dengan angkot pertama kali ketika kelas 4, dan aku menangis lagi karena dapet nilai 4 untuk pertama kali, aku juga pertama kalinya berbohong dengan ibuku bahwa aku pulang telat karena mengerjakan tugas padahal sedang bermain di rental PS1. Teman-teman yang tadinya sekelas semenjak kelas 1 hingga 4 sama terus, sekarang di pecah. Tapi tetap saja aku sekelas dengan mereka yang pintar-pintar, sehingga memperkecil ruang untukku dalam memperebutkan rangking. Kelas 5 aku pertama kali menjadi petugas upacara, dan aku bertugas membacakan UUD1945, hal pertama yang aku ingat adalah aku sudah membaca dengan keras, tetapi guru-guruku malah mengejek katanya suara ku besar di kelas tapi kecil di lapangan, geez menurutku masalah ada pada microphonenya. Aku juga pertama kalinya berantem sama temen sekelasku yang jahil yang gak  bisa diem, namanya Readi, tapi kami jadi akrab setelah itu. Aku masih ingat ketika adikku pertama kali masuk SD, Gatra, Readi, dan Rudi selalu mendatangiku untuk memberi tahu kalo adikku jangan berbuat macam-macam. Entah apa yang sedang terjadi, adikku menjahili mereka, dan mereka menyalahkannya padaku, haha, dunia sudah terbalik rupanya. Di kelas 5 juga aku mulai menyadari adanya perasaan suka terhadap lawan jenis. Yah aku suka dengan 2 orang teman sekelasku dan 1 orang teman seberang kelasku. Nama mereka Puspa, Metya, dan Stella. Bisa di bilang mereka 3-3nya cewek populer diangkatanku. Dan aku cukup dekat dengan mereka. Mengingat aku dari kelas 1-4 lebih sering bergaul dengan anak perempuan dibanding anak cowok. Teman curhatku ketika itu adalah Rudi, Grendi, dan Ondihon/jeri. Kami sering memperdebatkan siapa diantara mereka ber 3 yang lebih cantik.
                Hari demi hari kulalui di kelas 5, hubunganku dengan teman-temanku mulai terasa, tapi sayang Cristian sahabat baikku sejak kecil harus pergi pindah keluar kota. Tapi perasaan kesepian itu tak bertahan lama, karena aku mendapatkan sahabat-sahabat baik yang baru, seperti Gatra, Rudi, Ondihon, Owen, Anggi, Kalvin, Readi dan Grendi. Entah sejak kapan kami  mulai sangat akrab, sudah serasa mempunyai keluarga baru. Main bareng, belajar bareng, ngerjain tugas bareng, bahkan dihukumpun bareng. Yah kami mungkin terkenal oleh guru-guru sekumpulan anak nakal, selalu saja ada alasan buat guru-guru nge hukum kami. Mulai dari mecahin jendela, pulang telat, ngotorin plataran kelas, dan lain-lain, tapi aku tak pernah menyesali itu semua, meskipun mereka semua mempunyai sifat-sifat jelek masing-masing tapi aku tetap senang bergaul dengan mereka, beruntung aku mempunyai teman-teman masa kecil seperti mereka. Di akhir-akhir kelas 5 diadakan lomba cerdas cermat dan olimpiade tingkat SD se-kabupaten. Meskipun begitu awalnya aku tidak terpilih jadi salah 1 pesertanya, awalnya aku agak sedih juga, mengingat setahun sebelumnya aku Juara 3 lomba matematika tingkat lokal. Tapi aku sadar levelnya berbeda, mereka yang tampil rata-rata genius, sementara aku hanya anak yang kebetulan rajin, yang setiap kali mau ulangan harus ditemani ibunya belajar, dan mungkin mempunyai daya ingat yang lumayan hebat (kuakui sampe sekarang). Akhirnya aku pulang ke rumah dengan perasaan sedikit kecewa, sampai waktu aku masuk ke rumah ibuku bertanya padaku, “Mas, kamu kok udah pulang?”,”Emang udah jadwalnya pulang.” Jawabku sedikit bingung. “Tapi ibu barusan dapet telepon dari sekolah, katanya ada persiapan buat Olimpiade?” lanjut ibuku. “Yahh, tapi itu cuman buat yang kepilih aja, tadi aku gak disebut kok.”jawabku dengan muka masam. “Tapi ini tadi Bu. Suharni yang ngomong katanya kamu disuruh datang ke sekolah buat persiapan, coba ibu tanya lagi.” Akhirnya ibuku menelpon kembali ke sekolah dan bertanya.
                Yak seperti yang kuduga sebelumnya, aku terpilih untuk ikut lomba cerdas cermat. Tim tersebut terdiri dari 3 orang, dan kami sudah dibagi tugas masing-masing, mulai dari Gatra ketua tim bagian berhitung, Aku bagian sosial, dan Stella-gadis yang kusukai-bagian Alam. Awalnya aku agak keberatan kebagian ilmu Sosial, karena pada dasarnya aku menyukai ilmu Alam, tapi apa boleh buat, mengalah demi cewek yang kau sukai, not bad at all huh, haha. Dan seperti yang kuduga, aku agak kesulitan dalam menghapal segala macam hal tentang ilmu Sosial, meskipun ketika di test tentang negara Asia Tenggara mulai dari bahasa, ibukota, lagu kebangsaan, dan mata uang aku hafal, tapi itu membutuhkan waktu setidaknya 2 hari 2 malam untukku menghafal. Yah lagi-lagi aku bertahan demi seseorang. Pada dasarnya aku juga memiliki kemampuan yang hampir merata di segala bidang ilmu, meskipun tidak ada yang terlalu mencolok, tapi kemampuan tersebut kadang berguna ketika dalam uji coba, aku bisa menjawab hampir semua pertanyaan, bahkan kemampuan menghitungku pun gak terlalu kalah cepat dengan gatra, yah dia lebih unggul di pertanyaan yang sulit. Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya lomba yang ditunggu-tunggu pun berlangsung. Lomba pertama tingkat gugus, kami dapat melaluinya dengan mudah, kami menang dengan telak di tingkat tersebut. Aku tak tahu apa yang terjadi ke esokan harinya, ketika aku tiba di sekolah, dan terdengar pengumuman kalau kami menang lomba, seolah aku menjadi pusat perhatian satu sekolah, semua murid dari senior sampe yunior menyoraki kami semua. Yeah jadi pusat perhatian 1 sekolah tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, dan tentu saja orang pertama yang memberikan ucapan selamat adalah temanku Rudi, yah dia sudah jadi sahabat terbaikku di kelas 5. Hari-hari kami lalui lagi dengan latihan-latihan setelah sekolah, karena tingkat kabupaten sangatlah sulit, kau tahu selain sekolahku, masih banyak sekolah-sekolah negeri unggulan di kabupaten purwakarta ini. Entah karena belakangan ini sering bersama aku merasa hubungan ku dengan You Know Who, serasa dekat, yah meskipun aku sudah kenal dan berteman sejak lama tapi tak pernah se akrab saat ini. Setelah 2 minggu lewat kurang lebih, akhirnya perlombaan tingkat kabupaten pun dimulai, aku sudah lupa seperti apa soalnya, tapi aku rasa bukan soal yang sulit. Tapi setelah dibacakan pengumuman nilainya, aku terkejut karena kami berada di peringkat 3, tapi untunglah, kami maju ke babak berikutnya yaitu cepat tanggap, lawan kami di sana cukup tangguh, persaingan nilai cukup ketat, bahkan aku sampai tidak bisa memalingkan wajahku memperhatikan papan skor. Setelah pergelutan yang cukup ketat, akhirnya kami memenangkan lomba tersebut dengan menjawab pertanyaan bonus, aku masih cukup ingat seperti apa pertanyaannya, dan sekaligus aku membayar kegagalanku dalam menjawab pertanyaan seputar globe. Pertanyaannya berbunyi “Jika ada sebuah lilin menyala, lalu ditutup oleh gelas apa yang akan terjadi?”; dengan cepat aku memencet bell dan menjawab “Karena sudah tidak ada oksigen di dalamnya.” Dan aku melirik ke arah guru ipa favoritku Pak Pandri, aku masih ingat perkataan beliau tentang api membutuhkan oksigen untuk menyala, bahkan aku masih ingat pertanyaanku padanya, “Kenapa, kita gak ngumpulin orang aja buat bernafas di deket kebakaran biar padam apinya.” Aku hanya setengah bercanda ketika itu. Tapi entah kenapa juri berbeda pendapat dan menganggap jawabanku salah. Akhirnya terjadi perundingan sengit diantara juri dan penonton, bahkan aku ingat ayahku ikut berdebat ketika itu. Dan akhirnya diputuskan bahwa jawabanku benar.

Sunday, 22 July 2012

TK - My First School

Yah, hidup itu berlalu dengan sangat cepat, saking cepatnya rasanya deras aliran waktu tak dapat ku bendung lagi. Serasa terombang-ambing di tengah aliran sungai yang sempit, sulit sekali rasanya mencari celah untuk sejenak bernafas, mencari ketenangan dan kebebasan. Meskipun begitu aku tak pernah bisa melupakan kenangan-kenangan masa lalu, saat-saat indah di mana aku tidak pernah memikirkan segalanya, waktu, uang, negara, wanita, dan hal-hal lain yang membuatku seperti saat ini. Hanya ketenangan dan kedamaian yang kurasakan.
Ya namaku Alva seorang remaja berusia 19 tahun, yang masih berkuliah di perguruan tinggi negeri di Semarang. Aku pernah berpikir dan membayangkan bahwa jika sudah besar nanti aku ingin sekali seperti ayahku, tapi bahkan belum ada separuh jalan, rasanya mimpi itu sulit sekali. Dan mimpi itu berawal dari diriku yang masih kecil, polos, dan lugu.
Umurku 4 tahun kira-kira ketika aku pertama kali masuk ke area yang bernama sekolah. Kejadian yang sangat sulit aku lupakan bahkan hingga sekarang. Semuanya bermula ketika aku sedang bermain dengan teman sebayaku.
"Kamu tahu, ibu-ibu yang tinggal di rumah itu." tunjuk temanku yang bernama rian, badannya gemuk dan pendek sehingga menyerupai bola dan rambutnya sedikit ikal.
"Tidak, tapi aku tahu." sahutku setengah bingung.
"Ibu-ibu itu benar-benar galak tahu." kata uung temanku yang badannya kurus dan kepalanya yang botak, sehingga aku merasa aku yang paling normal diantara mereka, tidak gemuk, tidak pendek, dan rambut lurus. "Kau tidak tahu ya, kalau ibu-ibu galak itu kemarin memarahi temanku , katanya dia itu guru TK, dan semua guru itu mengerikan."kata rian.
"Kalau begitu kenapa kita lewat daerah sini, lebih baik kita memutar melewati jalan lain." sahutku termakan oleh perkataan temanku. Akhirnya kami pun memutar balik sepeda kami dan berkeliling komplek melewati daerah lain.
Keesokan harinya, aku bersepeda lagi dengan teman-temanku, tapi karena mereka harus pulang untuk ke masjid, maka aku melanjutkan bersepeda sendirian. Tanpa ku sadar aku melewati gang tempat tinggal ibu-ibu jahat yang diberi tahukan oleh teman-temanku. Awalnya aku berniat untuk memutar balik, namun karena penasaran dengan cerita kedua temanku aku melewati gang tersebut secara perlahan, kulihatnya dari jauh pintu depan rumahnya tertutup rapat sekali, aman pikirku.
Klak..
Kulihat pintu rumah tersebut terbuka sesaat ketika aku mulai mendekati rumah tersebut dan munculah sesosok ibu-ibu terlihat tua, keluar dengan kacamatanya. Dan dengan sorot mata yang mengerikan dia melihat ke arahku dan berkata "Alva, Ini udah malam cepat pulang!" suaranya yang tegas membuatku terburu mengayuh sepadaku.
Bagaimana dia tahu namaku, belum lagi suaranya yang terdengar marah itu membuatku takut. Malam itu pertama kalinya aku menyaksikan ibu-ibu itu dari dekat. Dan aku berjanji tidak akan pernah lewat sana lagi.
Beberapa bulan berlalu, aku mulai menginjak usia 4 tahun, ibuku mengajakku untuk mendaftar ke sekolah Taman Kanak-kanak di kota, letaknya cukup jauh dari rumahku. Kami harus naik angkutan umum untuk sampai di sana.
Sepanjang perjalanan aku menangis dan meronta-ronta untuk tidak dibawa ke sekolah, mengingat semua ucapan temanku, dan pengalamanku akan bertemu guru-guru galak membuatku seolah ingin lari. Tapi aku tak kuasa, badanku kecil, dengan diseret-seret sepanjang gerbang menuju tempat pendaftaran.
Aku akhirnya mulai bisa sedikit meredakan tangisanku ketika menunggu di ruang pendaftaran. Hingga tiba-tiba sesosok makhluk yang sudah jelas tidak ingin ku lihat lagi, muncul dari balik pintu masuk, ya ternyata ibu-ibu galak tersebut merupakan kepala sekolah di TK ini.
Dia terus melihatku dan bertanya, "Alva kamu, kenapa, kok nangis?"
"Owh, dia tadi nggak mau diajak sekolah, katanya takut gurunya galak-galak." jawab ibuku sambil menahan tawa, dan masih berusaha menenangkanku
"Haha.., Di sini gurunya gak ada yang galak kok, asalkan kamu tidak nakal, lagi pula kamu bisa dapat banyak teman di sini, ada tempat bermainnya pula." jawab guru galak tersebut.
"Tuh makanya jangan nakal ya biar gak ada yang galak, dengerin nasihat Bu Tutik ya." sahut mamaku.
Aku akhirnya tahu nama ibu-ibu galak tersebut. Aku pun disuruh menunggu di luar oleh ibuku. Yah cukup ku akui tempat ini mempunyai banyak mainan yang asyik, bahkan sebelum sekolahpun aku kerap bermain di sini. Tepatnya setiap hari minggu ketika keluargaku ke gereja. Aku dan adikku sering bermain di tempat ini sepulangnya.
Dan aku pun belum mengetahui kalau sebenarnya tempat ini adalah bagian awal dari perjalananku yang panjang, sulit, dan terjal.