Sunday, 4 August 2019

26

Dua puluh enam, usia ku yang sudah seperempat abad lebih setahun. Banyak hal sudah kualami, banyak pengalaman yang sudah kudapat. Pelajaran demi pelajaran dari bumi dan kehidupan sudah meresap dalam benak, akal budiku.
Tapi, entah mengapa? Aku sama sekali tak merasa berubah. Di saat roda kehidupan terus berputar. Aku masih diam di tempat yang sama. Belakangan, aku merasa benar-benar terasingkan. Tak ada satupun pikiran yang yang terhubungkan. Keyakinanku akan banyak hal, mulai goyah.
Aku lemah, ya, aku memang lemah. Aku sempat merasa emosi terhadap mereka yang kuanggap sahabatku. Saat aku merasa mereka telah berubah. Saat imaji dan harapku akan mereka ternyata tak sama. Tidak, bukan salah mereka. Melainkan itu salahku. Yang mudah percaya dan yakin mereka sempurna. Namun pada dasarnya, mereka memang manusia. Mereka berubah terhadap keadaan, terhadap situasi, terhadap permasalahan, mereka tidak salah.
Salahku yang tidak berubah, salahku yang selalu memegang teguh idealismeku. Aku yang memaksakan dunia, agar beradaptasi denganku. Tidak, bukan begitu caranya. Tapi apa guna hidupku tanpa idealisme itu? Bukankah lebih baik mati? Tidak, aku tidak ingin mati! Lebih baik aku hidup melata di jalanan ibu kota, menyeret idealismeku daripada harus mati!
Wahai sahabatku, aku mencintai kalian, sangat. Aku ingin sekali membantu kalian, tapi aku tidak bisa apa-apa jika aku lemah bukan. Izinkan aku pergi membawa idealismeku ini pada tujuannya. Biarkan aku sendiri untuk sejenak. Percayalah, dengan perpisahan kita akan mengerti makna pertemuan. Aku butuh jarak. Sampai aku bisa menguasai emosiku, mengontrol egoku, dan mewujudkan mimpiku. Aku hanya lelaki yang ingin belajar untuk tetap bertahan dalam pertarungannya dengan kehidupan.