Sunday, 28 April 2019

I don't know what I really feel today. I don't wanna even get up from my bed, somehow it's so tiresome, I think I gonna come late to work. I am still wondering about her words last Saturday night.

The way she told me, how she can't shake off the feeling that there's something wrong about her. Listening to that make me sad. I do know how it felt, to be so down in the dump, that it so hard to not get lose of self confidence, but didn't she ever know, how she just fine as she is.

I looked up to her so much, her thoughts, her harsh word, always make the stupid me can think straight. Someday in the past, I even used to think that I am useless, that I don't think I have any good points either, but then, you and everyone kinda push me around everything. Told me to do this and that, I do mourning about it every single times, yet I'm truly grateful. I never thought you and everyone would accept someone like me. That's why, it's kinda sad for me, to hear how you burdened by someone who doesn't know your worth.

I am also wanted to say sorry, for how I responded to your story. I know I shouldn't push my opinion upon you, but I honestly care about you. Yeah it's not easy to forgive our own foolishness, yet we could grow up from it, that what I believe. So, just be yourself and make the best out of it, I knew you can, because I have see you did it in the past, and that's what I like about you.

Saturday, 6 April 2019

(Flash Fiction)

Cuaca sore itu sangat gelap, mendung menutupi wajah ibu kota. Aku bergegas berlari menuju halte terdekat. Aku tengok sebentar jam tanganku. Waktu menunjukan pukul setengah lima sore. Di mana ini busnya, batinku terus bertanya-tanya, karena bus yang tak kunjung datang. 

Apa aku naik ojek saja ya, pikirku yang semakin cemas akan langit yang semakin hitam. Pukul enam sore aku berjanji bertemu dengannya. Jarak sesungguhnya bukanlah masalah, namun kemacetan yang menjadi hambatan terbesar diriku.

Kuputuskan menggunakan ojek, kuminta sang supir memacu motornya dengan cepat. Aku tak ingin terlambat. Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Setelah kami dipisahkan jarak, hari ini adalah kali pertama aku bisa membuat janji untuk bertemu dengannya.

Ojekku melacu dengan cepat. Bergerak lincah di antara rapatnya antrian kendaraan. Hingga sampai di sebuah perempatan, lewat mobil melintas dengan cepatnya. Aku teringat pandanganku menatap langit, dan tiba-tiba sekejap semua gelap. Aku paksakan membuka ke dua mataku. Aku melihat sang supir sudah dibawa oleh warga kepinggir jalan. Tak kurasa ada sakit pada diriku. Aku langsung teringat kembali akan janjiku. Bergegas aku naik ke bus yang berhenti di halte tak jauh dari perempatan itu.

Tibalah aku di tempat yang kami janjikan. Sebuah gereja dengan desain belanda kuno yang menjadi ciri khas kota ini. Aku lihat dia berdiri tak jauh dari pintu masuk. Aku berlari seraya memanggil-manggil namanya. Tak urung juga dia menolehkan pandangannya. Aneh, pikirku.

"Dia lama ya, tumben sekali dia terlambat." 

Aku terheran-heran mendengar ucapannya. Tak lama, lonceng tanda ibadah di mulai berbunyi, dan dia mulai melangkah masuk. Aku masih terdiam tak mengerti, kenapa dia begitu. Tak lama aku melihat sebuah mobil sedan di derek dan di belakangnya diikuti oleh sirine ambulan. Aku jadi teringat akan kecelakaan yang aku alami tadi.

"Itu kecelakaan di perempatan tadi, kasihan ya, katanya supir ojek sama penumpangnya tewas di tempat."