Friday, 17 April 2015

Review Film "Filosofi Kopi"

Filosofi kopi merupakan sebuah film yang diangkat dari novel ringan karang Dewi "Dee" Lestari. Saat pengumuman tentang pembuatan filmnya saya sangat mengantisipasi kehadiran film tersebut, hingga akhirnya kemarin sore saya bersama teman-teman saya menyempatkan diri pergi ke bioskop dekat rumah untuk menontonnya. Namun sayang beribu sayang ternyata film tersebut tidak sesuai dengan ekspetasi saya, berikut adalah daftar hal yang miss menurut saya dalam film tersebut:
  1. Untuk yang pertama, sudah sangat jelas kalau film ini berbeda dengan novelnya, meskipun tidak seutuhnya berbeda menurut saya film ini membuat kesan kopi maniak pada ben sedikit pudar dan makna dari cerita tersebut jadi kurang terasa.
  2. Kedua, kegunaan dan makna dari secarik kertas yang disediakan ben kurang ada gunanya dalam film tersebut.
  3. Bagaimana ben bisa begitu pandainya membuat kopi tersebut? yang dimana di novel memang diceritakan mengapa ben bisa sepandai itu.
  4. Adegan ayahnya Ben digebukin untuk apa?
  5. Ibunya Ben Meninggal kenapa? 
  6. Waktu ada bapak-bapak ngejek kopinya si jodi biasa aja, pas si cewek yang ngejek si jodi langsung panas?
  7. Biji kopi enak atau gak tergantung perawatannya, padahal semua biji kopi berkualitas yang dibeli ben pasti juga dirawat dengan baikkan?
  8. Ben meminta mengenal lebih dekat si cewek? Nikung? Padahal jelas-jelas ben sama jodi sahabat kentel dan ben tau jodi seneng si cewek?
  9. Itu suami si Nana harus nunggu berapa lama baru di operasi? Tahu sendiri dari waktu mulai lomba sampe dapet ceknya lama banget.
  10. Katanya Jodi lagi susah uang buat nutupin ini itu, kenapa harus punya tab mahal buat nulis pembukuan? Sementara mereka punya komputer, klo untuk kemudahan kenapa gak beli tab-tab murah aja, oh ya sponsornya len*v* ya, haha :p
Yah mungkin itu 10 kesalahan yang menurut gw aneh dari film tersebut, overal klo gw nilai skala 10, untuk ukuran film indonesia 6,5 not bad lah, mengingat cukup lucu juga. Yah perubahan cerita yang nyaris drastis ini, membuat saya cukup kecewa, karena yang ingin saya tonton adalah bagaimana caranya si Ben bisa jadi bartender hebat itu, bagaimana bangganya ben waktu bisa menangin cek itu, bagaimana ngebetnya ben buat pergi mencari kopi tiwus, bagaimana spesialnya biji kopi tersebut dan bagaimana akhirnya jodi harus merelakan ceknya tersebut diberikan pada pak kopi tiwus -saya lupa namanya- hingga akhirnya berdamain dengan Ben dan menjalankan bisnis mereka lagi. Sekian komentar dari saya seputar film tersebut.