Friday, 7 November 2014

Hai malam, kenapa kau bersedih?
Air matamu membasahi tanahku
Tahukah kau, aku sedang merintih
Tak tahu lagi apa yang harus kulakukan
Mereka bilang perbuatlah sesukaku
Klo begitu aku ingin lari
Lari menjauh dari semua ini
Tapi, aku tak bisa
Karena itu semua adalah amanat
Sebuah amanat yang sudah kupegang
Yang dimiliki orang banyak
Bukan miliki seorang
Tapi, mengapa harus aku yang memutuskan semuanya
Aku tak bisa menemukan jawaban akan tanyaku
Bukan, ini bukan salah mereka
Ini hanya kebodohanku untuk terlalu peduli
Menikmati sakit dan pedih untuk yang lain
Tak apalah karna pada dasarnya hidup memang tak adil
Sayang hati ini terlalu baik untuk acuh
Aku memang payah, bekerja karena perasaan bukan logika
Lelah memang, tapi tak mengapa karena ini sebuah amanat
Dan amanat haruslah diselesaikan
Jika pada waktunya harus mati

Biarlah dia mati karena telah diperjuangkan untuk hidup

Saturday, 12 July 2014

PRMK-FT UNDIP RETRET "BERHARGA"

Retret "Berharga" adalah sebuah retret yang unik. Sebuah Retret yang membuatku terhanyut lebih dalam ke kehidupan. Sebuah retret di mana aku dapat melihat segalanya lebih jelas.

2012 bukan merupakan tahun yang mudah bagiku. Kaderisasi yang belum selesai, praktikum yang padat, hingga obsesiku terhadap game online yang masih tinggi membuat waktuku terasa sulit untuk dibagi. Belum lagi perasaan yang terus menanyakan tepatkah pilihanku, masih cukup sering membebaniku. Kuliahku keteteran jobdeskku di prmk kutinggalkan, yang ada hanya diriku yang mencoba mencari kesenangan dari game online.

Tapi itu semua tak berlangsung lama karena keseharianku yang sering bermain dengan kecap dan risang, membuatku ikut terlarut dalam irama kehidupan mereka. Aku yang awalnya gak terlalu peduli akan hal-hal merepotkan perlahan tertarik karena bagaimana aku melihat kecap dan risang yang bisa menyeimbangkan semuanya. Bahkan sebelum retretpun mereka selalu terlihat sibuk mengurusi berbagai macam proker.

Akhirnya retretpun tiba, awalnya aku tidak begitu tertarik, kepanitiannya pun aku tidak mendaftar. Tapi karena aku selalu diajak risang dan kecap untuk rapat acara, akhirnya secara tidak langsung aku jadi anggota acara. Dari tim acara aku menemukan keasyikan tersendiri dalam mengkreasikan sebuah acara.

(continue)

Mengejar Matahari

Entahlah apa yang membawaku kemari, ditengah waktu senggang selama UAS aku memanfaatkan waktu kosong ini untuk sejenak melupakan semua pikiran. Berangkat pukul setengah sebelas malam aku bersama ketujuh temanku memulai perjalanan panjang menuju dieng. Bermodal petunjuk arah dari GPS dan masukan dari teman-teman yang pernah ke sana sebelumnya kami melaju.
Kupacu byson merahku dengan kecepatan sewajarnya, kami mengambil rute melalui bandungan. Baru saja kami tiba di bandungan hawa dingin yang menusuk badan langsung kami rasakan. Bermodalkan sweater berlapis jaket aku menembus dinginnya malam itu. Tak berapa lama kabut tebal menyelimuti perjalanan kami, dan lampu HID ku ternyata cukup membuat repot karena cahayanya yang memantul. Tapi selepasnya kami dari kabut jalanan gelap tanpa penerangan lampu HID ku cukup membantu.
Sepanjang perjalanan pikiranku tak pernah berhenti memikirkan pemandangan macam apa yang akan kutemui di sana nanti. Setelah cukup lama berkendara rasa lelah dan dingin yang sampai membuat tanganku mati rasa, membuat kami memutuskan beristirahat di sebuah indomaret arah temanggung. Menumpang kamar mandi dan membeli beberapa snack untuk sedikit mengganjal perut dan menghangtkan badan.
Setelah merasa cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan. Tapi kali ini kami melewati jalanan yang cukup unik, karena bukannya menunjukan jalan ke arah temanggung tetapi kami dilewatkan melalui perkampungan, sawah, dan perkebunan. Tanpa kusadari ternyata lampu belakang motorku ternyata mati, dan itu cukup membuat repot teman-temanku yang lain. Akhirnya setelah kurang lebih jam menunjukan pukul setengah 3 pagi, kami tiba di wonosobo melewati jalur wisata perkebunan teh. Setidaknya kami sudah menemukan jalan utama ke arah dieng.
Setibanya di daerah dieng, kami mulai mengkhawatirkan bensin pada motor rakha dan juan, karena saat itu tidak ada pom bensin yang buka. Akhirnya kami beristirahat di basecamp pendakian gunung prau. Di sana kami bertemu penduduk lokal dan berbagi api unggun dengan mereka. Kami mendapat kabar kalau pada pukul tiga pagi nanti akan ada penjual bensin eceran yang buka. Akhirnya kami memutuskan menunggu hingga jam tiga, tapi sayang penantian kami tak membuahkan hasil, karena hingga pukul setengah empat tak ada satu pedangan bensin eceran yang berjualan. Karena takut ketinggalan matahari kami memutuskan melanjutkan perjalanan.
Mulai dari sini kami mulai mengandalkan ingatanku ke arah Geodipa, karena menurut pemberitahuan dari temanku di elektro yang pernah kemari tempatnya tidak jauh dari Geodipa, aku sendiri sebelumnya pernah mengunjungi Geo Dipa dalam rangka kunjungan kuliah. Yang jelas yang pertama kami harus lewati adalah danau tiga warna, bermodalkan pada ingatanku yang berkabut, dan sedikit insting, akhirnya kami tiba di GeoDipa, di sana kami menemukan sumber kehangatan yaitu pipa yang berisi uap panas. Rasanya hangat sekali memeluk pipa tersebut, tapi aku tak pernah membayangkan bagaimana rasanya saat menyentuhnya pada siang hari. Setelah puas menikmati hangatnya pipa tersebut, kami melanjutkan perjalanan yang tinggal sedikit lagi. Kali ini kami kembali melewati jalanan berbatu lagi, namun karena alarm alamiku sudah berdering aku memacu motorku sedikit cepat. Akhirnya tak berapa lama aku menemukan sebuah masjid, untuk kali ini aku bersyukur adanya masjid. Dan tak berapa lama dari situ kami tiba di tempat parkir sikunir.
Di sini beberapa rekanku membeli oleh-oleh kupluk, dan sarung tangan. Mulai dari sini perjalanan kami dilakukan berjalan kaki, karena jam sudah menunjukan pukul empat pagi kami memulai perjalanan kami. Sangat disayangkan kami lupa untuk membawa senter karena ternyata jalannya sangat gelap, tapi beruntung bagi kami, karena saat ini handphone sudah ada flashnya. Ternyata jalan menuju puncak sikunir tidak semudah pada punthuk setumbu, selain medannya yang lumayan licin, jalan menanjaknya juga lumayan terjal, sehingga mengingatkanku pada pendakianku di lawu dulu. Setelah setengah jam perjalanan kami akhirnya tiba di puncak. Dari sana kami dapat melihat lampu-lampu warga dieng yang perlahan mulai padam menunjukan bahwa hari mulai pagi. Awalnya cuaca sangat cerah sehingga aku berpikir, akhirnya aku dapat menyambut matahari, tapi ternyata aku melihat dari depan dan belakangku kabut mulai menyerang. Dan benar saja sejak pukul lima pagi sampai pukul tujuh matahari tak kunjung terlihat dan kabut tampaknya juga enggan pergi. Akhirnya hanya rasa dingin dan pandangan putih keberbagai arah.
Memang awalnya aku kecewa sekali, aku hanya bisa terdiam dan mencoba menikmati apa yang ada, namun ternyata hal tersebut tak lama. Karena aku tersadar melihat matahari terbit itu hanya bonusnya, setidaknya aku tidak sendirian mencapai tempat ini, aku bersama teman-temanku Feto, Rakha, Geraldo, Lamdo, Juan, Tommy, dan Salah seorang teman Arda. Kami senang kami dapat berkumpul bersama, mencoba menghibur diri dengan segala yang ada. Feto menganggap dirinya berada di Mahameru, foto telanjang dada bersama sampai menjadi tontonan orang. Rasanya memang mengasyikan sekali, hingga akhirnya tak terasa kabut mulai menipis, dan kita memutuskan untuk turun.
Awalnya kami ingin mampir ke telaga warna namun karena kabut masih saja menghalangi, akhirnya kami putuskan untuk kembali ke semarang. Kami memutuskan kembali melewati jalan utama saja. Akhirnya matahari tampak jelas dan kabut mulai menghilang, kami disambut pemandangan elok nan asri dataran tinggi Dieng, kamipun berhenti sejenak dan coba mengabadikan pemandangan indah tersebut. Setelah puas kami melanjutkan perjalanan tak lebih dari tiga jam hingga akhirnya kami kembali ke beskem tercinta.
Pada perjalanan kali ini aku belajar, kalau terkadang gak yang semua kita harapkan selalu sesuai harapan, semuanya kembali ke bagaimana kita melihat semuanya. Aku selalu percaya ada sisi baik dari setiap kerja keras yang kita lakukan. Pengalaman, kebersamaan, dan hati yang gembira aku rasa sudah cukup setimpal dengan apa yang kita lakukan. Masalah matahari terbit masih ada hari esok, itulah mungkin alasan kenapa rasanya umur kita tak akan pernah cukup untuk dapat menikmati segala kekayaan panorama ibu pertiwi ini. Saya Alva ini cerita saya tentang touring Mengejar Matahari.

Monday, 30 June 2014

Nyaman? Think again..

Sebenarnya ini hanya sebuah kata-kata yang ingin kusampaikan jika aku diminta menjelaskan apa itu prmk bagiku dan seperti apa rasanya prmk itu.
Buatku prmk itu simple keluarga. Terus kalau kalian bertanya prmk itu nyaman atau gak, aku beri tahu kepada kalian, prmk itu gak nyaman. Lho kok bisa? Aku beri tahu lagi pada kalian, jangan bilang aku tak mengingatkan kalian. Nih ya, mungkin kalian merasa wah prmk asik nih beda sama jurusan gak ada senioritas, gak ada kakak adean semua setara sama rasa. Tapi tahukah kalian itu hanya awalnya saja, coba kalau udah masuk pengurusan, mulai deh sifat masing-masing keluar, perang ego, pemikiran, merasa diperbudak, dijauhi, dilecehkan dan akhirnya kalian mutung, marah terus minggat. Akhirnya kalian merasa sudah masuk tempat yang salah, terus mikir tulisanku ini ada benarnya.
Terus sekarang kalian bertanya, kok bisa aku bertahan sampai tinggal di beskem yang bener-bener gak ada nyamannya sama sekali. Jawabnya simpel sih aku keingat terus kata-kata kedua orang tuaku dulu zaman masih sekolah, "Klo pingin nyaman ya tidur aja di rumah gak  usah sekolah, enak gak usah mikir." Kalian ngerti maksudnya? Klo belum ngerti, ya kalo kalian pingin nyaman tidur aja di rumah, kalian semua punya rumahkan, ngapain kuliah capek-capek. Nah kalian pasti mulai tahu maksudnya kan? Kalian kuliah juga ada tujuannya kan, sama aku juga di PRMK punya tujuan, tujuanku ya sebagai tempat ngumpul dan berkembang Alias keluarga. Tapi untuk mencapai tujuan itu memang gak pernah nyaman, dongeng aja gak ada yang dari awal sampai selesai isinya seneng doang, apalagi realitas broh.
Klo aku ibaratin nih prmk itu kayak makanan. Mau gak mau kalian butuh makan kan untuk hidup, masa iya karena makanannya gak enak terus kalian gak makan, mati dong, kaliannya mati, makanannya busuk. Kita ini udah minoritas loh, tapi bukan berarti karya dan suara kita juga minor, kita harus kayak semut yang sakit klo gigit atau cabe rawit yang digigit pedesnya bukan main. Kalian pasti juga butuhkan tempat buat sama-sama kumpul, sama-sama berkembang bareng teman seiman? Klo kalian ngerasa makanannya gak enak, ya kalian pasti belajar buat bikin masakan yang lebih enak, tapi klo karena gak enak terus kalian tinggal gitu aja sampai kapanpun ya gak enak. Prmk juga gitu yang namanya proses itu gak ada yang nyaman, itu kayaknya udah mutlak, tapi dibalik semua ketidak nyamanan itu selalu ada pelajaran yang bisa diambil kok. Karbon aja kalau diberi tekanan yang pas bisa jadi berlian, apalagi kalian makhluk paaling aempurna yang dibuat Tuhan.
Makanya kadang aku sering kesal kalau denger kata-kata, "Sekarang gak senyaman dulu", "Kalau mau banyak yang dateng dibuat nyaman". Hey please kalian butuh gak sih prmk? Kalau kita sama-sama butuh ya ayo kita berjuang bareng-bareng, klo perlu kumpul yo ayo kumpul, klo pingin belajar ya ayo belajar, kalau kalian nunggu yang udah jadi kalian dapet apa, no pain no gain man, lari itu bukan solusi, masalah gak akan berhenti. Klo kalian memang cukup tangguh dan kalian punya mimpi yang kuat, aku siap menyambut kalian masuk dalam zona gak nyamannya prmk. :-)

Saturday, 8 March 2014

Comeback!!

Entah sudah berapa lama aku tidak pulang ke rumah. Setibanya di sana kulihat sudah banyak yang berubah, rumahku, lingkungan sekitarku, dan juga gerejaku. Semuanya memang jadi terasa baru, tidak kulihat lagi wajah-wajah lama di mudika gerejaku, atau lingkungan bermainku, sepertinya mereka yang seumuran denganku entah sudah mulai kembali ke tempat rantauannya masing-masing. Meskipun saat pulang kemarin tak banyak hal yang bisa kulakukan, karena penyakit yang tak kunjung sembuh juga, tapi aku mempelajari banyak hal.
Saat di rumah kusempatkan diriku melihat album-album foto lama, yang tersimpan rapi di dalam lemari kaca di rumahku. Kuambil album demi album, aku melihat sendiri bagaimana aku dulu, mulai dari SMA hingga balita. Sungguh perubahan yang luar biasa, sunggu waktu yang tidak singkat. Tapi saat aku melihat album di mana aku masih bayi, waktu pertama kali aku dilahirkan, entah mengapa aku yang sudah lama, atau bahkan lupa rasanya menangis, untuk saat itu bisa sedikit meneteskan air mata. Bagaimana tidak saat aku melihat diriku yang masih kecil tak berdaya, berada di pangkuan ibuku dan ayahku, terlihat sebuah wajah kepuasan dan kebahagian yang terpancar dari wajah mereka. Sejenak aku merenung, betapa bahagianya mereka saat itu, dilengkapi dengan klipingan tulisan-tulisan majalah yang disusun menjadi berbagai macam kalimat penuh asa. Aku tak pernah membayangkannya, itu kurang lebih 20 tahun yang lalu, dan aku merasa aku sudah tak pernah lagi mebahagiakan kedua orang tua seperti yang ada di foto itu.
Lalu aku berpikir, apa yang selama ini sudah kulakukan? Sepertinya semakin aku bertambah dewasa, hanyalah beban dan kesedihan yang kuberikan pada mereka, sudah banyak sekali kesalahan yang kuperbuat, sudah berulang kali pula aku mengecewakan mereka. Meskipun begitu tak pernah sekalipun kulihat mereka menyerah terhadapku, bahkan sampai saat ini segala hal yang kulakukan, segala macam perasaan yang aku tunjukan, mereka selalu tersenyum ikhlas dan tulus.
Sekarang aku berpikir, betapa bodohnya aku dulu, sulit sekali mendengarkan nasihat mereka. Aku selalu melakukan hal yang kuanggap menyenangkan tanpa pernah mempedulikan mereka. Mereka selalu menganggapku jenius, meskipun aku sendiri merasa kalau diriku ini idiot, mereka selalu memperlakukan seperti pangeran tampan dalam hidup mereka, sementara aku hanya merasa diriku sebagai sampah yang tak berguna.
Aku tahu menyesal sekarang pun percuma, tidak ada hal dimasa lalu yang akan kembali, percuma aku memaki-maki diriku sendiri saat ini, itu tidak akan memperbaiki kesalahan yang telah lalu, tak akan mengembalikan waktu yang sudah berlalu. Aku masih muda, kesalahan dan waktu adalah bagian dari pengalaman. Sudah banyak pengalaman yang kurasakan selama hidupku, dan saatnya aku memanfaatkan pengalaman itu untuk memperbaiki yang sudah rusak.
Memang semenjak peristiwa penolakan itu, aku mulai mempertanyakan segalanya. Apakah aku salah berada di kota ini, mungkin jika aku tidak di sini, aku tak kan kehilangan motorku, merasakan jatuh cinta, peduli akan suatu hal tapi tak pernah mengerti bagaimana caranya atau meberatkan teman-temanku baik di lingkungan kampus maupun organisasi, atau mungkin aku tak akan sebodoh ini. Tapi setelah berhari-hari selama semester pendekku aku menghabiskan waktu itu dan saat pulang ke rumah aku menemukan semua jawabannya. 
Aku tak pernah salah berada di sini, karena kota dan kampus ini adalah salah satu bagian dari cita-citaku dari mimpi kecilku. Banyak jalan untuk melarikan diri, tapi tak pernah kumanfaatkan, karena aku tahu bukan karena semua sudah terlambat untuk lari, tapi karena aku tahu diujung jalan ini akan ada hal baik yang aku terima. Bagaimana aku memperajari banyak hal dari setiap kegagalanku, bagaimana aku belajar berdiri kembali saat aku terus terjatuh, bagaimana aku mengerti kalau aku tak pernah sendiri bahkan dalam kondisi terburukku ada banyak orang yang mau membantuku. Ini bukan jalan yang sulit, ini bukan tempat yang buruk, ini hanya sebuah tantangan dalam hidupku, untuk membahagiakan ke dua orang tuaku, untuk menjadi berguna bagi sesamaku.
Sekarang aku sudah semester 6, tidak ada organisasi lagi yang aku jalani, meskipun begitu aku masih mencintai satu-satunya organisasi yang pernah aku jalani sampai saat ini. Aku juga sudah mulai memasuki kuliah akhir, dan aku tak menyerah dengan segala hal tentang kuliahku, karena aku yakin aku masih bisa lulus dengan nilai terbaik. Sekarang saat yang menentukan dalam hidupku, waktunya untuk comeback atau never coming back!!

Tuesday, 14 January 2014

Surat Kepada Kakak

Untuk,
Kalian yang sudah menjadi kakak dalam hidupku,

Haahhh, sudah 3 tahun ternyata, tak terasa memang, dari awal kalian menjabat tanganku sebagai ucapan selamat datang dan ajakan untuk melangkah bersama, hingga sampai saat kalian menjabat tanganku lagi atas apresiasi kalian kepadaku.
Padahal dari dalam hati yang paling dalam, aku merasa belum pantas, untuk menerima semua apresiasi itu, karena seharusnya akulah yang berterima kasih, semua itu tak akan pernah bisa kulakukan tanpa dukungan dan bimbingan kalian.
Yang selama ini kulakukan tak lebih hanya mencoba membantu dengan segala kelemahan dan kekuranganku, karena bagiku kalian semua sudah mendapat tempat yang istimewa di hatiku sendiri.
Kalian yang menolongku dari kesendirian, kalian sudah menjadi kakak yang selama ini tak pernah kumiliki, hingga akhirnya aku bisa merasakan, "jadi ini ya rasanya punya kakak.", aku tak pernah bisa membayangkan apa jadinya aku di sini tanpa kalian.
Aku belajar banyak hal dari kalian, aku melihat banyak hal berkat kalian, aku merasakan banyak hal baik cinta, asa, benci, sedih, amarah, lelah, jenuh, dan lain-lain baik atau buruk juga berkat kalian.
Aku tahu tempat ini memang gak pernah nyaman, tapi berkat kalian, aku melihat tempat ini sebagai sebuat tempat yang lebih mengasyikan daripada tempat-tempat yang lain.
Akupun mencoba untuk menjadi seperti kalian, tapi aku tahu aku memang tak pernah bisa sama persis seperti kalian. Karena itu aku belajar, dengan mengamati, memahami, dan membaca buku-buku. Aku ingin juga menyambut mereka yang baru, yang hadir di sini. Aku ingin mereka yang baru merasa, kalau aku juga akan selalu ada bagi mereka, seperti aku yang selalu merasa kalian ada buat aku. Meskipun cara yang kulakukan merendahkan diriku sendiri, berbuat konyol, berpikiran sampah, memakan perasaan sendiri, selalu tersenyum meskipun hati sedang sedih, aku tak peduli, karena aku tak ingin tempat yang sudah kalian hangatkan dengan susah payah ini menjadi tempat yang dingin dan menyeramkan.
Maaf jika selama ini aku selalu mengecewakan kalian, dengan segala kecerobohan, kemoodyanku, kebodohan, dan kegalauanku yang gek jelas, tapi kalian tak pernah meninggalkanku, kalian selalu tahu setiap permasalahanku tanpa perlu aku memberitahukannya pada kalian. Aku tahu kesalahanku sering menyebabkan semuanya kacau, aku sering melibatkan perasaanku dalam melakukan segalanya, aku memang adik yang bodoh, yang tak pernah bisa menjadi kakak yang baik, mana ada kakak yang emosi dengan adiknya sendiri karena mencintai wanita yang sama padahal aku sendiri tak pernah berbuat apapun untuk mengungkapkannya.
Aku tahu kesempatanku untuk berkontribusi lebih lanjut belum berakhir, selama masih hidup aku yakin aku masih bisa berkontribusi di sini, karena tempat ini dan kalian sudah mendapat tempat yang spesial di hatiku.
Aku juga tahu kalian pasti membaca ini, terima kasih sudah mau membaca semua permasalahanku, karena aku tak pernah pandai dalam berbicara, dan cukup buruk dalam menulis, makanya aku hanya bisa menyampaikan apa yang ada dipikiran dan hatiku melalui tulisan ini.

Salam dari adik kalian yang bodoh



Rainerus Alva Jati